Qiao En
Mari kita perhatikan epidemi Xi’an, Provinsi Shaanxi, Tiongkok. Pada 29 Desember, Xi’an telah ditutup selama 7 hari, dan kota tersebut telah menjalani beberapa tes COVID-19, tetapi jumlah kasus lokal yang dikonfirmasi masih meningkat. Kini, makan tiga kali sehari tampaknya bukan jaminan, dan beberapa orang berteriak bahwa mereka segera mati kelaparan.
Menurut data dari Komisi Kesehatan Nasional parta Komunis Tiongkok, ada 152 kasus yang diklaim dikonfirmasi di daratan Tiongkok sepanjang hari pada 28 Desember, termasuk 151 kasus di Xi’an. Ini juga karena Xi’an telah mengkonfirmasi lebih dari 150 kasus selama empat hari berturut-turut sejak 25 Desember.
Untuk diketahui, sejak 9 Desember, hampir 1.000 orang diklaim didiagnosis. Meski data sebenarnya belum diketahui, namun demikian menjadi epidemi lokal paling parah di daratan Tiongkok sejak Maret tahun lalu.
Menurut Xinhuanet, corong partai Komunis Tiongkok, pada 29 Desember, He Qinghua, seorang inspektur tingkat pertama dari Komisi Kesehatan Nasional Tiongkok, mengatakan, “Epidemi di Xi’an saat ini sedang dalam tahap perkembangan yang cepat, dan kasus menyebar ke dalam dan ke luar provinsi… ·Risiko penyebaran epidemi berikutnya di masyarakat lebih tinggi.”
Sejak Xi’an meningkatkan tindakan pengendaliannya pada 27 desember, polisi setempat menangkap warga yang pergi keluar untuk membeli makanan di jalan setiap hari. Orang-orang yang tertangkap menghadapi hukuman kehilangan pekerjaan dan denda.
Warga yang tidak berani keluar menghadapi situasi terhentinya stok makanan di rumah. Dalam sebuah video yang diduga diambil pada 28 Desember, seorang wanita dengan aksen Xi’an berteriak melalui jendelanya kepada warga sekitar bahwa dia segera mati kelaparan.
“Siapa yang punya makanan di rumah? Aku hampir mati kelaparan.”
Banyak warga mengeluh secara online bahwa mereka tidak makan selama beberapa hari. Warga mengatakan bahwa pihak berwenang menggunakan “pencegahan epidemi gaya penguburan” dan mendesak pemerintah untuk memecahkan masalah pasokan bahan sesegera mungkin.
Netizen lainnya memposting video yang mengatakan bahwa seseorang di Distrik Yanta Kota Xi’an melompat dari gedung karena tidak punya makanan.
Pejabat pemerintah Xi’an mengklaim pada briefing epidemi pada 28 Desember sore bahwa “pasokan bahan cukup”, tetapi segera ribuan orang di area komentar meninggalkan pesan “tidak dapat membeli makanan”, yang mengakibatkan bagian fungsi komentar pejabat tersebut segera ditutup. Hal demikian memicu lebih banyak orang diskusi panas.
Sejumlah netizen mengeluhkan bahwa “Mereka menyuruh masyarakat untuk tidak terburu-buru menimbun makanan, dan bahannya cukup, akan tetapi kemudian disegel. Mereka tidak akan membiarkan orang-orang keluar untuk menjual sayuran, dan masyarakat tidak akan menjual sayuran. Bagaimana orang-orang mencari nafkah untuk hidup?
Pada 28 Desembe malam, Pemerintah Kota Xi’an mengklaim bahwa mereka telah “mengirimkan makanan ke pintu” secara gratis untuk komunitas tertutup, tetapi banyak netizen menyampaikan berita bahwa “tidak ada makanan yang diterima sama sekali.”
Menurut peraturan anti-epidemi Xi’an saat ini, segel hanya dapat dibuka ketika tes COVID-19 di kota itu negatif. Inilah yang terus menjadi dilema kehidupan bagi warga Xi’an yang mana akan terus berlanjut. (hui)