THE EPOCH TIMES
Jika ada suatu hal yang baik, orang Tionghoa akan menggambarkannya sebagai 好 (hăo). Misalnya, di Tongkok, orang Tionghoa saling menyapa dengan sapaan 你 好嗎 (nĭhăo ma?) “Apakah Anda baik-baik saja?”
Satu sapaan balasan yang mungkin adalah 我很好 (wŏ hĕnhăo) “Saya baik-baik saja.”
Menurut 說文解字 (shūowénjĭezì) atau “Explaining Simple and Analyzing Compound Characters”(semacam kamus bahasa Mandarin di awal abad ke-2 dari Dinasti Han), aksara 好 terdiri dari aksara 女(nǚ) atau putri dan aksara 子 (zĭ) atau putra.
Mengapa penampilan seorang anak perempuan dan anak laki-laki diartikan sebagai baik atau indah, dapat dijelaskan melalui budaya tradisional Tionghoa.
Orang tua menyayangi anak-anak mereka, karena budaya Tiongkok kuno menganggap anak-anak adalah buah dari mereka berdua. Karena itu mereka menyayangi mereka, terlepas dari apakah anak itu berbakti atau memberontak, rajin atau malas, cantik atau jelek.
Orangtua menyayangi anak-anak mereka tanpa syarat dan menganggap semua anak mereka rupawan. Mereka juga berpikir bahwa anak-anak mereka adalah anak yang baik hati begitu mereka lahir Penjelasan lain menyiratkan bahwa sebuah keluarga itu baik, karena mereka memiliki putra dan putri, karena anak-anak akan meneruskan keberadaan dan kebahagiaan keluarga tersebut.
Sejak dahulu kala, orang Tionghoa banyak menekankan pada nilai keluarga dan kerabat, yang direfleksikan dalam praktik tradisional pemujaan leluhur.
Karena kepercayaan mengenai keluarga ini, maka mudah dipahami jika kebijakan satu anak yang dimulai sejak 1975 banyak yang kurang setuju. Banyak orang Tionghoa, yang sebagian besar tinggal di daerah pedesaan, menganggap ini sebagai beban.
Dalam sebuah keluarga jika hanya diperbolehkan memiliki seorang putri 女 saja atau putra 子 saja, bagi beberapa orang berpikir hidup mereka tidak bisa lagi menjadi 好 (hăo) atau “baik”