Perusahaan Hi-Tech AS Membantu, Korban Para Jenderal Rusia Serius

Jiang Feng

Setelah satu bulan lebih Rusia menginvasi Ukraina, korban prajurit dan perwira sangat serius, banyak kapal perang Rusia telah dihancurkan, hal ini menggulingkan perkiraan berbagai pihak terhadap situasi perang. Prestasi perang Ukraina  diungkap  telah mendapat dukungan dari perusahaan teknologi besar dari AS, seperti Microsoft, Google, dan Starlink yang telah ikut andil.

Pada 21 Maret lalu, pihak pemerintah Ukraina mengumumkan kematian empat orang mayor jenderal Rusia, keempat perwira tinggi itu adalah Vitaly Gerasimov, Andrei Kolesnikov, Oleg Mityaev, dan Andrei Sukhovitsky (per 6/4 bertambah lagi 2 letnan jenderal, redaksi).

Pada 23 Maret lalu perwira Ukraina bernama Anatoliy Stefan mengungkapkan di akun media sosialnya, ko- mandan unit pengawal 810, Marinir Rusia Kolonel Alexei Sharov ditembak mati pasukan Ukraina di kota pelabuhan Mariupol yang terletak di sisi tenggara Ukraina. Dia adalah komandan tinggi ke-15 yang menjadi korban setelah serangan Rusia ke Ukraina. Rusia sedang mengalami tingginya tingkat kematian perwiranya sejak berakhirnya PD-II.

Seorang perwira senior NATO dalam briefing pada 23 Maret lalu mengatakan, dalam bulan pertama perang di Ukraina, di pihak pasukan Rusia telah jatuh korban tewas mau- pun terluka sebanyak 30.000 hingga 40.00 personel militernya. Di antaranya korban yang tewas antara 7.000 hingga 15.000 orang.

Pada 26 Maret lalu, Angkatan Bersenjata Ukraina dalam suatu pernyataannya mengatakan, menurut kabar terbaru, di zona perang Azov sebuah kapal pendarat Rusia “Saratov” telah dihancurkan saat menduduki Pelabuhan Berdyansk. Dua kapal pendarat jenis besar lainnya yakni “Caesar Kunikov” dan “Novocherkassk” juga mengalami kerusakan.

Sedangkan sejak 7 Maret lalu, Staf Umum Angkatan Bersenjata Ukraina menyebutkan pasukan marinir Ukraina telah menenggelamkan kapal patroli tipe 22160  milik  Armada Laut Hitam Rusia yakni “Vasily Bykov” di sekitar perairan kota pesisir pantai Ukraina di Laut Hitam yakni Kota Odesa.

Melihat perbandingan   kekuatan militer konvensional, Rusia jauh melampaui Ukraina. Kekuatan pasukan Rusia mencapai 900.000 orang, sedangkan Ukraina  hanya 196.000 orang. Dalam hal angkatan laut, kapal yang dimiliki Rusia 10 kali lipat lebih banyak daripada Ukraina, AL Rusia memiliki 74 kapal perang dan 51 kapal selam, sedangkan Ukraina hanya memiliki dua unit kapal perang berukuran besar. Dalam hal angkatan darat, jumlah meriam Rusia adalah  5.934 buah, atau tiga kali lipat lebih banyak daripada Ukraina, jumlah tank 13.367 unit, atau 6 kali lipat dibandingkan Ukraina; kendaraan lapis baja Rusia sebanyak 19.783 unit, hampir 7 kali lipat dibandingkan Ukraina.  Dalam hal angkatan udara, jumlah jet tempur dan helikopter Rusia adalah 10 kali lipat dibandingkan Ukraina.

Dan di balik prestasi perang Ukraina tersebut  adalah  perwujudan kemampuan kinerja  perusahaan teknologi besar Barat.

Pada 28 Februari lalu, CEO Microsoft, Brad Smith mengumumkan, pada 24 Februari, beberapa jam sebelum Rusia menyerang Ukraina, Microsoft mendeteksi serangan internet yang mengincar instalasi infrastruktur digital Ukraina. Sasarannya meliputi instansi militer Ukraina dan produsen senjata, beserta sektor keuangan, pertanian,  layanan tanggap darurat, organisasi dan perusahaan di sektor energi. Microsoft langsung memberitahu pemerintah Ukraina akan kondisi tersebut.

Dalam 3 jam, sistem deteksi virus Microsoft sudah diperbaharui, untuk mencegah serangan piranti lunak  perusak  (malware,  red.)  Rusia— Microsoft menamainya Fox Blade. Piranti lunak tersebut dapat menghapus data di komputer. Setelah itu, manajer senior Microsoft yang bertanggung jawab menghadapi serangan internet serius, Tom Burt melaporkan kejadian ini kepada Wakil Penasihat Keamanan Nasional di Gedung Putih yang bertanggung jawab atas masalah internet dan teknologi   baru yakni Anne Karfunkel.

Perusahaan raksasa  teknologi AS lainnya yang membantu Ukraina dalam perang melawan Rusia adalah Google. Pada 28 Februari lalu Google menyatakan, pihaknya telah menghentikan sementara pengguna luar negeri menerapkan fungsi kuota Google Maps saat digunakan di Ukraina. Sementara pengemudi setempat tetap bisa memperoleh informasi lalu lintas secara real time. Dengan demikian ponsel Rusia tidak akan bisa memeriksa kondisi arus lalu lintas di jalan, sehingga di mana-mana muncul situasi tentara Rusia merampas ponsel milik warga Ukraina.

Satu proyek Google lainnya adalah Project Shield yang juga merupakan bantuannya pada Ukraina. Project Shield memungkinkan Google menyerap kuota tidak baik dalam DDoS (Distributed Denial-of-Services), dan menjadikannya sebagai “tameng” di situs internet, membuatnya  dapat terus beroperasi sembari menangkal serangan-serangan tersebut.

Dalam 12 bulan terakhir, tim analisa ancaman (Threat Analysis Group atau TAG) Google menemu- kan, Ukraina  telah  mengalami  ratusan serangan hacker yang didukung oleh pemerintah negara lain, serangan tersebut terutama berasal dari Rusia. Sejak meletusnya perang Rusia-Ukraina, Google telah meluaskan lingkup Project Shield ini, dengan memberikan perlindungan bagi pemerintah Ukraina, Kedubes di seluruh dunia, serta situs web pemerintah negara lain.

Pada 8 Maret lalu Shane Huntley dari TAG mengatakan, “Hingga hari ini, sebanyak 150 situs web Ukraina, termasuk institusi pers, sudah menggunakan layanan ini.”

Jenius iptek yang juga orang terkaya di dunia, Elon Musk juga ikut terseret ke dalam Perang Rusia- Ukraina. Setelah  Rusia  menyerang Ukraina pada 24 Februari lalu, telekomunikasi di seluruh Ukraina  terputus. Pada 26 Februari, Wakil PM Ukraina yang merangkap Menteri 

Transformasi Digital, Mykhailo  Fedorov berseru kepada Elon Musk lewat Twitter: “Ketika Anda berupaya menguasai Planet Mars — Rusia berusaha menguasai Ukraina! Ketika roket Anda dari luar angkasa berhasil mendarat di bumi — roket Rusia telah menyasar rakyat Ukraina! Kami meminta agar  Anda meminjamkan jaringan Starlink kepada Ukraina.”

Starlink adalah  layanan   internet berkecepatan tinggi  yang  dilansir perusahaan SpaceX lewat jaringan satelit orbit rendah. Pada 28 Februari lalu, SpaceX telah  mengirimkan perangkat pertama  Starlink kepada Ukraina, yang dilengkapi dengan

antena, tripod yang dapat dibongkar pasang, serta Wi-Fi router. Menurut pengguna Ukraina  saat menguji kecepatannya, Starlink telah memberikan kecepatan unduhan 136 Mbps, dan paling tinggi dapat mencapai 200 Mbps, 5 kali lipat lebih tinggi daripada rata-rata kecepatan broadband internet di Ukraina yang selama ini ada. 

Dalam perang Rusia-Ukraina, perusahaan besar teknologi AS seperti Microsoft, Google, dan Starlink satu per satu mengulurkan bantuan, jelas bukan suatu kebetulan. Pada musim gugur 2020, sebuah laporan yang berjudul Asymmetric  Competition: A Strategy for China & Technology telah disampaikan ke meja Presiden AS Joe Biden. Laporan tersebut ditulis oleh mantan CEO Google, Eric Emerson Schmidt.

Laporan tersebut mengusulkan kepada pemerintah AS, untuk menghadapi tantangan teknologi PKT (Partai Komunis Tiongkok), harus dibentuk mekanisme berbagi intelijen antara negara dengan perusahaan swasta; membentuk “pasukan cadangan intelijen”, menyiapkan sekelompok pakar teknologi, yang dapat dihubungi saat pengetahuan profesional mereka dibutuhkan atas permasalahan tertentu. Intinya adalah bagaimana membuat kemampuan perusahaan teknologi  swasta di AS dapat terintegrasi ke dalam strategi intelijen militer pemerintah AS.

Kebijakan AS ini, tadinya adalah untuk menghadapi  PKT. Tapi kini, karena Rusia  telah  menyerang Ukraina, maka Rusia pun telah menjadi sasaran pelatihan bagi AS.

Perang Rusia-Ukraina menjadi gambaran model perang masa depan. Juga mungkin menjadi petun- juk bagi perang di Selat Taiwan kelak. Untuk menang dalam perang masa depan, maka harus memiliki keunggulan internet, komunikasi, elektronika, semikonduktor, media massa dan teknologi lainnya.  Duel mesiu dan besi baja, akan digantikan oleh duel kecerdasan buatan.

Pendiri Hon Hai Precision Industry Co. Ltd atau dikenal juga dengan Foxconn, Terry Gou pada 24 Maret lalu menyatakan, dari perang Rusia-Ukraina dapat dilihat, perang internet memainkan peran yang sangat krusial, “Keamanan informasi adalah keamanan negara”. Ia mengusulkan agar Taiwan meniru cara AS, dan mengintegrasikan organisasi keamanan informasi. Dia menyebutkan, pada Agustus 2021 Kementerian Keamanan Dalam Negeri AS telah membentuk “Joint Cyber Defense Collaborative” (JCDC), yang misinya adalah mengintegrasikan pemerintah dan sektor swasta, untuk menetapkan program pertahanan jaringan internet bersama. (sud)

FOKUS DUNIA

NEWS