Misteri yang Belum Terpecahkan : Tangan Misterius yang Mengendalikan Pertempuran

Fuyao

Perang Tak Terduga itu! Dalam Pertempuran Kunyang (dibaca: guen yang), 420.000 tentara Wang Mang ((Hanzi: 王莽, 45 SM – 6 Oktober 23 M), pejabat Dinasti Han yang merebut tahta dari keluarga Liu dan mendirikan Dinasti Xin (atau Hsin, artinya “terbarukan”), memerintah pada 9–23 M. 

Dinasti Han direstorasi setelah ia dilengserkan, dan pemerintahannya menandai pemisahan antara Dinasti Han Barat (sebelum Xin) dan Dinasti Han Timur (setelah Xin)) menggiring harimau, macan tutul, badak, dan gajah untuk memperkuat formasi perang, tetapi mengapa dapat dikalahkan oleh 18.000 tentara Lulin Liu Xiu? (Ini mengacu pada tentara utama yang menentang rezim Wang Mang di tahun-tahun terakhir Dinasti Xin di Tiongkok, yang terdiri dari orang- orang lapar disebabkan oleh kekeringan dan wabah belalang, dinamakan Lulin, lantaran pasukan induknya bermula memberontak di Gunung Lulin, Provinsi Hu Bei).

Orang Tiongkok kuno memiliki wawasan yang mendalam tentang perang. Dalam salah satu dari sepuluh buku militer teratas di Tiongkok yakni, Seni Perang Sun Tzu, disebutkan: “Perang yang paling wahid dimenangkan dengan strategi tanpa mengorbankan seorang prajurit pun, kedua adalah menggunakan cara diplomatik, ketiga adalah mengalahkan tentara musuh dengan kekuatan militer, dan yang paling akhir adalah menyerang kota.”

Begitu perang bersenjata dimulai, berbagai faktor yang tidak pasti akan memengaruhi hasil akhir perang. 

Di zaman kuno hingga saat sekarang, ada beberapa perang di mana hasilnya sama sekali tidak terduga, seolah-olah ada tangan ilahi dalam bayang-bayang yang membalikkan keadaan pada saat yang kritis.

Pertempuran Kunyang dan Bantuan Badai Hujan

“Pertempuran Kunyang” yang terjadi pada 2.000 tahun silam, setelah Wang Mang merebut Dinasti Han adalah salah satu pertempuran paling terkenal dalam sejarah perang Tiongkok kuno dengan jumlah pasukan sedikit, menang dari yang banyak. 

Dan ia juga merupakan salah satu perang dengan perbedaan kekuatan militer paling mencolok dalam sejarah Tiongkok.

Di satu sisi adalah kekuatan utama dari Dinasti Xin yang didirikan oleh Wang Mang, panglima utama Wang Yi memimpin 420.000 pasukan.

 Di antara mereka, ada seorang pria pintar bernama Ju Wuba, dalam catatan sejarah disebutkan bahwa ia adalah raksasa dengan tinggi badan sekitar 2,3 meter, ia juga bisa menggiring harimau, macan tutul, badak, gajah, dan binatang buas lainnya untuk berperang. 

The Book of the Later Han Dynasty, Emperor Guangwu’s Chronicle mencatat bahwa pengerahan pasukan besar seperti itu, “tidak pernah ada sejak Dinasti Qin dan Han”.

Sedangkan di sisi lain yakni, Tentara Lulin yang dipimpin oleh Liu Xiu, hanya memiliki kekuatan militer 18.000 tentara. 

Sebenarnya, ketika perang baru dimulai, hanya terdapat 10.000 orang saja, dan 8.000 lainnya adalah bala bantuan yang disusulkan kemudian.

Pada awalnya, Wang Yi memimpin pasukan perkasa menggeruduk Kabupaten Nanyang untuk memadamkan pemberontakan, tatkala melewati Kunyang, dia melihat bahwa tempat ini kecil dan hanya memiliki sedikit tentara, maka diputuskan olehnya untuk merebutnya terlebih dahulu.

Ketika Pasukan Lulin yang ditempatkan di Kunyang melihat formasi seperti ini, kebanyakan dari mereka lantas panik dan bersiap untuk mengemasi barang mereka guna melarikan diri. 

Pada saat itu, Pembantu Jenderal (kini setara dengan brigadir jenderal) Liu Xiu, tampil dan membujuk semua orang, dia pun berkata: “Jika semua orang bekerja sama dengan satu hati untuk melawan musuh, masih ada kemungkinan untuk menang, tetapi jika mundur dengan berpencar, pasukan musuh yang berhasil menyusul tiba, maka semua orang dijamin sulit untuk bisa selamat.” 

Akhirnya, semua orang memutuskan untuk tetap teguh menjaga Kunyang, dan Liu Xiu serta selusin orang lainnya keluar dari kota, untuk mencari pasukan penyelamat.

Meskipun Kota Kunyang kecil, namun mudah dipertahankan dan sulit untuk diserang, pasukan besar Wang Yi telah memikirkan berbagai cara untuk menyerang kota, tetap tidak berhasil menyerang masuk ke dalam kota.

 Beberapa hari kemudian, Liu Xiu datang membawa bala bantuan yang hanya terdiri dari beberapa ribu orang saja, pasukan pelopornya yang datang lebih dulu hanya 1.000 orang. Demi meningkatkan semangat juang, Liu Xiu membawa 1.000 orang menyerang kamp besar musuh. 

Wang Yi melihat hanya sebanyak itu pasukan yang menyerang, maka sangat meremehkan musuh dan sesukanya mengirimkan beberapa ribu orang untuk bertarung, hasilnya dikalahkan oleh Liu Xiu yang pada kesempatan itu mengejar terus selagi menang, ketika para prajurit di Kota Kunyang melihat bala bantuan datang, mereka pun bergegas keluar dari kota untuk menyerang dan mengepung musuh.

Sementara kedua belah pihak bertarung dengan sengit, hujan badai tiba-tiba mengguyur dengan hebat. Sesaat itu, kilat menyambar, dan guntur menggelegar. 

Binatang buas yang dipelihara oleh sang raksasa Ju Wuba, seperti harimau, macan tutul, badak, gajah, dan lain sebagainya, yang belum pernah mengalami bencana alam dahsyat seperti itu, satu demi satu mulai berlarian dengan liarnya ke segala penjuru.

 Akibat hujan badai tersebut, para prajurit, dan tentara yang dipimpin oleh Wang Yi menjadi panik dan berjatuhan ke dalam sungai lalu mati tenggelam, ada yang digigit dan diinjak- injak sampai tewas oleh binatang buas, yang saling membunuh dan saling menginjak-injak sampai tewas, tak terhitung jumlahnya.

Pada akhirnya, ketika Wang Yi melarikan diri kembali ke Ibu Kota Luoyang, beberapa ratus ribu pasukan hanya tersisa beberapa ribu orang saja. 

Sedangkan si Liu Xiu juga dikarenakan pertempuran ini telah membangun prestise, yang meletakkan dasar untuk di kemudian hari diangkat menjadi kaisar pendiri Dinasti Han Timur. 

Hujan badai yang menerjang tepat waktu itu, telah mengukuhkan lintasan sejarah yang tercatat seperti itu.

Doa Ajaib Jenderal Patton

Sesungguhnya, tidak hanya di zaman Tiongkok kuno, tetapi juga dalam perang Barat di zaman modern, juga telah terjadi pertempuran ajaib seperti itu, yang paling terkenal adalah Pertempuran Arden yang dialami Jenderal Patton.

Doa Jenderal Patton

Pada musim dingin 1944, adalah salah satu sikon yang paling sulit bagi militer AS selama Perang Dunia II. Meskipun Nazi Jerman secara bertahap menuju keruntuhan, tetapi saat itu militer AS sedang menghadapi musim salju paling dingin di benua Eropa dalam beberapa dekade terakhir, bergerak maju selangkah pun teramat sulit.

Pada Desember, Hitler mengumpulkan 30 divisi dan meluncurkan Pertempuran Bulge untuk melakukan upaya perlawanan terakhir. Divisi Lintas Udara ke-101 militer AS yang ditempatkan di titik lalu lintas utama dikepung oleh pasukan Jerman di Basten, Prancis, dan berada dalam bahaya.

Maka dari itu, Jenderal Patton memimpin Korps ke-3 bergegas ke Basten untuk menyelamatkan Divisi Lintas Udara 101 itu. Daerah Basten kala itu diselimuti oleh kabut dan salju tebal, tentara Sekutu tidak dapat memberikan dukungan serangan apa pun dari udara.

Melihat situasi militer yang mendesak, Jenderal Patton pun memohon bantuan Tuhan. Dia meminta pendeta militer O’Neill untuk menuliskan sebuah doa, dan memerintahkan agar doa itu dibuat dan dicetak dalam bentuk kartu serta dibagikan kepada seluruh 250.000 perwira dan tentara.

Kartu di tangan para tentara itu bertuliskan “Doa Patton” yang terkenal: “Bapa Yang Mahakuasa dan Maha Penyayang, kami dengan rendah hati memohon kepada-Mu, atas kebaikan-Mu yang besar, untuk menahan hujan salju yang tidak wajar yang harus kami hadapi ini. Beri kami cuaca cerah untuk pertempuran. Dengarkanlah kami sebagai tentara yang mengadukan kepada-Mu, agar, dengan dipersenjatai dengan kekuatan-Mu, kami maju dari kemenangan ke kemenangan dan dapat menghancurkan kejahatan musuh kami, dan menyebarkan keadilan-Mu di antara manusia dan bangsa. Amin.”

Patton meminta semua perwira dan tentara untuk berkonsentrasi berdoa pada saat yang kritis. Dia berkata: “Kita harus bersama-sama memandang kepada Tuhan dan mencari pertolongan Tuhan dengan segenap kekuatan kita.”

Namun, salju masih saja turun deras menjelang malam keberangkatan Korps Pasukan Ketiga. Jenderal Patton dengan rendah hati berlutut di jalan dan berdoa kepada Tuhan sendirian yang ia akhiri: “Ya Tuhan! Saya selamanya tidak pernah menjadi orang yang keterlaluan, saya juga tidak memohon-Mu sesuatu yang tidak realistis, saya bahkan tidak menuntut keajaiban, yang saya inginkan hanyalah empat hari cuaca cerah.”

Ketika fajar menyingsing, keajaiban telah terjadi! Salju berhenti turun, dan enam hari berikutnya cuaca sangat cerah dan sinar mentari memesona.

 Maka Korps Tentara Ketiga dengan lancar maju ke utara dan menyelamatkan Divisi Lintas Udara 101 yang terperangkap di daerah Basten. “Doa Patton” juga telah menjadi keajaiban yang tersohor di seluruh dunia.

Setelah perang, media terus melaporkan dan memuji-muji kepahlawanan Patton, tetapi Patton tidak serakah akan prestasi: “Ini adalah Tuhan yang membantu saya dalam menyelesaikan misi, dan saya sendiri sama sekali tidak berarti.” (Lin)