ISWAHYUDI
Cerita rakyat (folkfore) dan legenda dalam suatu masyarakat tidak hanya sebagai sebuah cerita pelipur lara atau pemanja imajinasi saja, tapi cerita itu bisa berfungsi sebagai autobiograļ¬ etnis yang bisa mengisahkan jati diri suatu etnis atau bangsa.
Dari sanalah kita bisa mengekstrak nilai-nilai, keyakinan, gagasan, serta pandangan dunia masyarakatnya. Legenda dan cerita rakyat itu seringkali menjadi dasar sebuah tradisi, upacara dan ritus yang berkembang dalam sebuah masyarakat, seperti tradisi wiwit atau methil, maupun mapag Sri yang muncul dari legenda Dewi Sri (Dewi Padi). Tradisi Bau Nyale di Pantai Seger Kuta, Lombok, yang didasarkan pada legenda Putri
Mandalika yang dipercaya me-ngorbankan dirinya menjadi nyale (sejenis cacing laut) untuk masyarakat di sana. Dan ada pula tradisi labuhan laut sebagai bentuk penghormatan bagi Ratu Pantai Selatan Nyi Roro Kidul, yang dipercaya merupakan sosok dari Putri Kandita dari Pajajaran yang menderita karena intrik di istana sehingga ia harus diusir dari istana karena menderita penyakit kusta akibat guna-guna.
Menderas makna dari keberadaan mitos dan legenda bagi generasi mendatang ibarat perjalanan lintas waktu untuk pencarian jati diri bangsa di tengah disrupsi nilai dari luar yang merusak dan mencerabut generasi dari akar dan DNA nilai bangsanya. Pada kesempatan ini kita akan men- coba menyuling nilai-nilai dari 3 wanita dalam tiga legenda Nusantara, yaitu Dewi Sri, Putri Mandalika, dan Putri Kandita.
Legenda Dewi Sri
Legenda Dewi Sri di setiap daerah di Nusantara sangat bervariasi. Tapi benang merahnya sama yaitu tentang pengorbanan ļ¬gur perempuan yang akhirnya memberikan berkah bagi banyak orang. Misalnya legenda Dewi Sri dari Bali. āAlkisah, Batara Guru, pemimpin para Dewa di Kayangan, akan mendirikan istana baru di kayangan. Ia meminta semua dewa ikut menyumbang bahan bangunan yang diperlukan. Dewa Antaboga (berwujud ular) tidak dapat menyumbang bahan bangunan karena tak bertangan-kaki. Dewa Antaboga menghadap ke Batara Narada sambil menangis, dan air matanya berubah menjadi tiga butir telur. Dewa Narada memerintahkan Dewa Antaboga membawa telur tersebut kepada Barata Guru dengan cara memasukkan dalam mulutnya. Dewa Antaboga bertemu burung garuda yang mengajukan pertanyaan di tengah perjalanannya, tetapi Dewa Antaboga tidak dapat menjawab karena mulutnya membawa telur. Dewa Antaboga berusaha menjawab pertanyaan garuda, dua butir telur jatuh dan pecah menjadi babi hutan. Telur yang tersisa diberikan kepada Batara Guru yang berubah menjadi bayi perempuan yang diberi nama Nyi Pohaci (Nama lain Dewi Sri). Nyi Pohaci disusui oleh Dewi Uma, istri Batara Guru. Nyi Pohaci setelah dewasa menjadi perempuan cantik, dan Batara Guru ingin memperistrinya. Karena takut menjadi bencana dan agar rumah tangga Batara Guru dan Dewi Uma terjaga, maka Nyi Pohaci diracun dan dikuburkan di Bumi. Dari kuburannya muncul beraneka tumbuhan yang berguna bagi manusia, dari kepalanya tumbuh pohon kelapa, hidung, bibir dan telinganya muncul berbagai tanaman rempah dan sayur mayur, dari rambutnya tumbuh rerumputan dan berbagai bunga yang cantik dan harum, dari payudaranya tumbuh tanaman buah-buahan, sedangkan dari pusarnya tumbuh tanaman padi. Umat manusia mulai memuja, memuliakan, dan mencintai Dewi Sri yang baik hati, karena dengan pengorbanannya yang luhur telah memberikan berkah kebaikan alam, kesuburan sejak saat itu1.ā
Dari kisah legenda di atas, sosok Dewi Sri digambarkan sangat pasif. Terlahir dari seorang Dewa Ular (Anta). Karena kehadiran Dewi Sri yang cantik jelita di kahyangan dipandang sebagai kutukan, akhirnya Dwi Sri harus dilenyapkan dengan diracun oleh para Dewi. Namun ketika jasadnya dikuburkan dari pusarnya muncul tanaman padi, dan tanaman lain juga muncul di bagian tubuhnya yang lain.
Kisah ini bisa melambangkan karakter wanita yang dipandang lemah, dan pasif, tapi di balik itu ia punya potensi yang besar bisa menumbuhkan hal-hal yang positif. Tergantung paradigma yang dipakai apakah sosok wanita hanya sekadar objek fantasi atau tiang berdirinya negara/peradaban? Ada potensi besar di balik kelemahan dan kepasifan perempuan. Sebagaimana tanaman padi yang rentan tapi menjadi sumber pangan pokok. Di balik kelemahan, kerentanan, dan kepasifan Dewi Sri ada kedaulatan pangan dan kehidupan.
Legenda Putri Mandalika
āAlkisah, pada zaman dahulu kala di pantai selatan Pulau Lombok berdiri kerajaan bernama Tunjung Biru. Kerajaan tersebut dipimpin raja arif dan bijaksana bernama Raja Tonjang Beru dengan permaisurinya Dewi Seranting. Raja Tonjang Beru memiliki putri yang cantik jelita, bernama Putri Mandalika. Di samping cantik, ia juga cerdas, ramah, sopan dan bijaksana. Seluruh rakyat sangat menyayanginya.
Kecantikan dan keelokan perangai Putri Mandalika telah tersiar ke berbagai penjuru negeri, bahkan hingga ke negeri seberang. Banyak pangeran dari berbagai kerajaan yang datang untuk mempersuntingnya. Akan tetapi, anehnya semua pa- ngeran yang datang melamarnya diterima. Akan tetapi para pangeran tersebut tidak dapat menerima jika sang putri diperistri oleh banyak pangeran. Akhirnya terjadi kesepakatan untuk saling berperang memperebutkan Putri Mandalika.
Sang ayahanda yang mendengar berita tersebut khawatir dan bertanya kepada Putri Mandalika. Akan tetapi sang putri berkata bahwa ia akan menyelesaikan permasalahan ini seorang diri saja. Sang raja pun memenuhi kehendak putrinya itu. Setelah berpikir semalaman, akhirnya sang putri menemukan solusi untuk mengatasi permasalahan. Untuk melakukan niatnya, ia bersemadi terlebih dahulu dan memperoleh wangsit agar mengundang semua pangeran dalam pertemuan pada tanggal 20, bulan 10 penanggalan Sasak, di Pantai Seger Kuta. Semua pangeran harus disertai seluruh rakyatnya dan datang sebelum matahari bersinar di ufuk timur.
Pada hari yang telah ditetapkan seluruh pangeran dan rakyatnya telah memadati Pantai Seger Kuta. Pantai tersebut penuh sesak oleh para undangan. Tak beberapa lama, sang Putri datang menghadiri acara tersebut dengan tandu berlapiskan emas. Sontak seluruh undangan terpesona akan kecantikan Sang Putri.
Sesampainya di sana, sang putri berseru āWahai Ayahanda dan Ibunda serta semua pangeran dan rakyat Tonjang Beru yang aku cintai! Setelah aku pikirkan aku tidak dapat memilih salah satu di antara para pangeran. Diriku telah ditakdirkan menjadi nyale yang dapat kalian nikmati bersama pada bulan dan tanggal saat munculnya nyale di permukaan laut.” Tak lama berselang sang putri menceburkan diri ke dalam laut dan langsung ditelan gelom- bang. Bersamaan itu pula, angin bertiup kencang, kilat dan petir menggelegar. Akan tetapi tidak berlangsung lama kemudian tiba-tiba bermunculan hewan kecil yang jumlahnya sangat banyak di dasar laut. Hewan berbentuk cacing laut itu memiliki warna yang sangat indah. Hewan tersebut
dinamakan dengan nyale2.ā
Dari legenda ini, sosok Putri Mandalika adalah sosok putri raja dengan kualitas karakter yang sempurna dambaan setiap pangeran. Putri Mandalika rupanya sudah sampai pada pemahaman makna cinta yang lebih tinggi dibanding kebanyakan orang di waktu itu. Bahkan orangtuanya tak bisa memahami jalan pikirnya. Ia menerima pinangan dari seluruh pangeran yang melamarnya. Ia memandang cinta itu bukan sesuatu sensasi perasaan seperti kebanyakan orang, tapi pengorbanan demi kebaikan orang lain bahkan berkah dari pengorbanannya dipercayai masyarakat setempat sampai kini.
Cinta Putri Mandalika adalah cinta platonis, cinta seorang perempuan yang tulus dan suci seperti matahari yang menyinari apa saja yang tak berharap mendapat apresiasi. Inilah sebuah pencerahan tentang hakikat cinta dari kisah legenda nenek moyang yang seringkali dianggap mengada-ada dan takhayul belaka.
Legenda Dewi Kadita
āAlkisah. Dewi Kadita, putri tunggal Raja Munding Wangi dari Kerajaan Pajajaran adalah seorang gadis yang cantik rupawan. Namun Raja Munding Wangi belum lega karena ia tidak memiliki putra yang mampu menggantikannya sebagai raja. Kemudian Sang Raja menikah dengan Dewi Mutiara dan mendapatkan putra dari pernikahan tersebut. Dewi Mutiara berhasrat putranya mampu menjadi raja tapi menganggap Putri Kadita adalah ancaman bagi ambisinya. Ia harus disingkirkan. Dewi Mutiara menghasut raja untuk mengusirnya. Namun Sang Raja menolaknya. Dewi Mutiara bersiasat menggunakan jasa dukun santet untuk mencelakai Putri Ka- dita. Pada malam harinya, tubuh Kadita gatal-gatal dipenuhi kudis, berbau busuk, dan penuh bisul. Tak ada tabib yang bisa menyembuhkannya. Kadita sadar bahwa penyakit tersebut tidak wajar, pasti berasal dari guna-guna. Ratu Mutiara memaksa raja mengusir putrinya karena diasumsi- kan akan mendatangkan kesialan untuk seluruh negeri. Karena Raja tidak meng- inginkan putrinya menjadi gunjingan di seluruh negeri, beliau terpaksa menyetujui usul Ratu Mutiara dan mengirim putrinya keluar dari negeri mereka.
Dengan tanpa rasa dendam, Kadita meninggalkan istana dan menyadari ini laku hidup derita yang harus ia jalani. Ia ditemani oleh ibu, beberapa dayang, dan kekasihnya. Karena perjalanan begitu berat, ibu, dan kekasihnya meninggal. Penderitaan Kadita sangat lengkap sudah.
Di tengah keputusasaanya, setelah berjalan tujuh hari dan tujuh malam ia sampai di Samudra Selatan. Ia mendengarkan bisikan bahwa ia akan sembuh dari sakitnya bila ia menyeburkan dirinya di laut. Dan benar, sakit kulitnya sembuh dan ia menjadi jauh lebih cantik. Dia diberikan pilihan mau kembali ke istana atau menjadi ratu laut pantai selatan. Putri Kadita memilih menjadi Ratu Pantai Selatan yang masih dipercayai banyak orang hingga ini.
Berdasarkan versi Mataram bahwa setiap raja Mataram harus menikah dengan Ratu Laut Selatan ini3.ā Legenda Putri Kadita ini menggambarkan seorang putri bangsawan yang berada di tengah intrik perebutan kekuasaan di istana dan akhirnya ia harus diusir dan kehilangan kekuasaannya. Namun ia tidak mempunyai dendam, ia menjalani cobaan dan penderitaan hidup ini dengan tabah. Tapi itu menjadi titik balik hidupnya. Dan kisah dan pengaruhnya membuatnya abadi hingga kini. Pengaruh spiritnya tidak mempengaruhi para calon pemimpin di negeri ini baik diakui atau tidak.
Setiap pemimpin Indonesia harus menikah dengan Nyi Roro kidul. Itu bisa dimaknai seorang pemimpin Indonesia harus memperhatikan kaum perempuan bukan hanya sekedar objek fantasi tapi ladang potensi. Dan juga seorang pemimpin Indonesia harus sadar akan potensi bahari dan melindunginya dari eksploitasi berlebihan. Jangan remehkan potensi perempuan.
Catatan:
1.https://jurnaltumotowa.kemdikbud. go.id/index.php/tumotowa/article/down- load/48/40/234
2.Eggy Fajar Andalas dkk (2014), KISAH- KISAH PEREMPUAN DAN CERITA RAKYAT NUSANTARA BUNGA RAMPAI SASTRA BANDINGAN , Magister Kajian Sastra dan Budaya Universitas Airlangga
3.Disarikan dari berbagai versi dan sumber