JAMES BARESEL
Pada tahun 1636, Gian Lorenzo Bernini (seniman terkenal Italia) menerima lukisan yang tidak biasa—“Charles I in Three Positions” karya Anthony van Dyck. Di tengah, wajah raja menghadap ke depan. Di kedua sisi, ia digambarkan secara penuh dan dalam profil tiga perempat. Demonstrasi bakat yang eksentrik? Sebuah keisengan? Tidak juga. Lukisan itu adalah cara yang sangat tidak konvensional untuk mempersiapkan pembuatan patung yang ditugaskan oleh pecinta seni kerajaan terbesar dalam sejarah.
Raja Charles I dari Inggris hampir sama terkenalnya sebagai patron (pelindung) seni karena perannya dalam perang saudara di kerajaan itu. Dia terutama menyukai para pelukis Flemish (pelukis yang berasal dari wilayah yang kira-kira bertepatan dengan Belgia modern), Sir Peter Paul Rubens dan Anthony van Dyck, serta arsitek Inggris Inigo Jones. Tapi itu bukan keseluruhan cerita. Charles I lebih dari sekadar penikmat. Pengabdiannya pada kecantikan mengubah Inggris menjadi pusat kehidupan artistik Eropa.
Ketika Charles menjadi raja pada 1625, arsitektur dan sastra mendominasi budaya tinggi Inggris. Shakespeare telah meninggal kurang dari satu dekade, dan Ben Jonson, dramawan dan penyair Inggris terkemuka setelah Shakespeare, berada di puncak karirnya. Inigo Jones (1573–1652) adalah arsitek besar pertama di Inggris dan yang pertama menggunakan aturan klasik tentang proporsi dan simetri dalam bangunannya.
Rancangannya untuk Istana Ratu adalah bangunan pertama di Inggris yang dibangun dengan gaya klasik. Namun, tidak ada seniman besar yang menghabiskan waktu signifikan di Inggris sejak Hans Holbein the Younger (1497-1543). Bahkan pelukis minor yang baik pun langka. Beberapa karya master Italia pernah diimpor.
Seni yang Berpengaruh
Bagaimanapun, penggemar seni Inggris telah lama mengagumi pelukis Flemish. Oleh karena itu, Sir Peter Paul Rubens dan Anthony van Dyck mulai memengaruhi selera orang Inggris. Keduanya berada di garis depan gerakan gaya Barok yang berorientasi Italia. Inigo Jones sekaligus memperkenalkan gaya arsitektur Italia.
Ketertarikan Charles pada seniman ini mempersiapkannya untuk kebangkitan estetika selama kunjungan tahun 1623 ke Spanyol. Raja Philip IV dari Spanyol memiliki salah satu koleksi seni paling megah di Eropa; Lukisan cat minyak Renaisans Italia sangat terwakili dengan baik.
Raja Charles menganut model itu. Mengimpor dalam skala besar, ia membeli karya Raphael, Leonardo da Vinci, Titian, dan banyak lainnya. Bahkan patung Romawi kuno juga ditemukan oleh agennya. Hanya selama 1,5 dekade, kolek- sinya mencakup hampir 2.000 buah—sebanding dengan apa yang telah dikumpulkan oleh raja- raja Spanyol selama satu abad.
Tetapi Charles I tidak berhenti dengan mengumpulkan karya-karya master sebelumnya. Dia juga mengabdikan diri untuk menciptakan yang baru. Pada 1628, ia menjadi patron utama dari Orazio Gentileschi, salah satu pelukis Barok Italia yang paling penting. Sir Peter Paul Rubens, seniman terkemuka Eropa pada masa itu mengunjungi Inggris setahun kemudian. Raja menugaskannya untuk melukis serangkaian karya untuk langit-langit Gedung Perjamuan Istana Whitehall.
Pada 1632, Inggris menyaksikan kedatangan Anthony van Dyck dan awal dari salah satu hubungan seniman-pelindung yang paling signifikan dalam sejarah. Karya Van Dyck bukan hanya seorang master yang hebat. Tidak hanya luas secara kuantitatif, namun juga menyampaikan semangat hidup di lingkungan Raja Charles dengan cara yang sangat orisinal. Raja sebelumnya telah dilukis dalam pose atau konteks yang sangat formal yang menyiratkan kepemimpinan yang kuat.
Banyak lukisan van Dyck tentang Charles I mempertahankan tradisi itu. Lainnya menangkap adegan dari kehidupan sehari-hari para bangsawan. Lukisan- lukisan “Charles I at the Hunt”, “Queen Henrietta Maria With Sir Jeffrey Hudson”, dan “The Five Eldest Children of Charles I” semuanya menyerupai potret orang yang berpose “menghadap ke kamera” di tengah aktivitas normal. Satu lukisan potret karya Anthony van Dyck dari Charles I dan Ratu Henrietta Maria menangkap kelembutan timbal balik yang sebelumnya tidak terlihat dalam lukisan-lukisan pasangan kerajaan.
Potret Separuh Badan yang Asing
Namun, beberapa celah tetap ada dalam koleksi yang mencakup perkembangan baru yang dramatis di samping karya-karya para empu tua terhebat. Raja Charles tidak dipahatkan patungnya. Dan dia tidak memiliki karya apa pun dari Lorenzo Bernini—pemahat terbesar setelah Michelangelo dan satu-satunya saingan. Bagi Lorenzo Bernini untuk memahat patung raja akan mengisi kedua celah. Hanya ada satu masalah.
Lorenzo Bernini bekerja untuk Paus Urbanus VIII. Meninggalkan Roma untuk waktu yang lama akan lebih merugikan kariernya daripada keuntungannya. Charles tidak dapat meninggalkan kerajaannya tanpa kebutuhan politik atau militer yang serius.
Terlepas dari hambatan itu, baik Lorenzo Bernini maupun Paus Urban sangat ingin mengakomodasi Raja Charles. Bagi Lorenzo Bernini, menerima pesanan dari penggemar asing yang begitu terkenal tentulah sangat menyanjung—dan pasti akan dihargai dengan baik. Sedangkan Paus sendiri memiliki motivasi yang lebih kuat. Meskipun tidak dapat mencabut undang-undang anti-Katolik tanpa persetujuan dari parlemen yang menolaknya, namun Raja Charles adalah penganut Anglikan yang saleh, telah sangat mengurangi penganiayaan terhadap umat Katolik di Kerajaan Inggris.
Lorenzo Bernini setuju untuk mencoba apa yang belum pernah dilakukan oleh para pematung sebelumnya. Mengukir patung seseorang secara akurat dalam media batu marmer akan lebih sulit daripada melakukannya dengan kuas. Lorenzo Bernini seperti akan melangkah lebih jauh—mengukir patung dari seseorang yang belum pernah dilihatnya secara langsung. Hal ini tentu membutuhkan lukisan potret yang paling akurat sebagai acuannya, dan Anthony van Dyck adalah kolaborator yang dapat diandalkan. Selain menjadi pelukis potret standar Raja Charles, dia mengenal Lorenzo Bernini saat bekerja di Roma.
Potret separuh badan merupakan suatu keberhasilan inovasi. Ketenarannya dengan cepat menyebar ke seluruh Eropa, dan dalam waktu empat tahun, Bernini dipanggil untuk meng-ulangi keahliannya, memahat patung Kardinal Richelieu dari Prancis, berdasarkan dari lukisan potret rangkap tiga lainnya.
Sayangnya, kita harus mengandalkan karya selanjutnya untuk mengukur seberapa cemerlang Lorenzo Bernini menggambarkan raja Inggris. Meskipun salinan yang lebih rendah ada, namun patung Charles I musnah secara tragis dalam kebakaran tahun 1698 di Whitehall. (iwy)
James Baresel, seorang penulis lepas yang telah berkontribusi pada berbagai majalah seperti Fine Art Connoisseur, Military History, Caremont Review of Books, dan New Eastern Europe.