Tom Ozimek
Presiden Rusia Vladimir Putin pada 21 September menuduh kekuatan Barat terlibat dalam pemerasan nuklir dan menempatkan negaranya pada pijakan masa perang, memerintahkan mobilisasi pasukan dan bersumpah menggunakan “semua cara yang tersedia” jika terjadi ancaman terhadap Rusia dan negaranya.
Putin menyampaikan pidatonya yang disiarkan di televisi, di mana dia mengatakan bahwa beberapa perwakilan tingkat tinggi dari kekuatan Barat telah menyatakan “kemungkinan menggunakan senjata nuklir pemusnah massal melawan Rusia,” menurut terjemahan pernyataannya oleh The Scotsman.
“Mereka yang mengizinkan pernyataan seperti itu harus diingatkan bahwa negara kita juga memiliki berbagai senjata pemusnah massal,” termasuk beberapa yang lebih canggih daripada yang ada di gudang senjata NATO, tambahnya, menurut terjemahan pernyataannya oleh Sky News.
“Jika ada ancaman terhadap integritas teritorial negara kami dan melindungi rakyat kami, kami pasti akan menggunakan semua cara yang tersedia bagi kami, Saya tidak menggertak,” kata Putin.
Tuduhan Terhadap Barat
Putin menuduh Barat berusaha “melemahkan, memecah belah, dan akhirnya menghancurkan” Rusia, menurut terjemahan resmi Kremlin dari sebagian pidatonya, yang diposting di situs web Kremlin.
Putin mengklaim kekuatan Barat telah mengarang rencana ini sejak lama, dengan mengatakan mereka mengobarkan aktivitas teroris anti-Rusia di Kaukasus, memindahkan “infrastruktur ofensif NATO” di dekat perbatasan negaranya, memupuk “kebencian terhadap Rusia selama beberapa dekade,” dan bermaksud mendirikan Ukraina sebagai “jembatan anti-Rusia.”
Putin pada 21 September menandatangani perintah eksekutif yang menyerukan mobilisasi militer terhadap warga Rusia, ketika serangan balasan Ukraina telah membuat pasukan Rusia mengalami serangkaian kekalahan.
Menteri Pertahanan Rusia, Sergei Shoigu mengatakan kepada televisi pemerintah Rusia bahwa perintah mobilisasi Putin akan mencakup pasukan cadangan tetapi tidak akan mencakup pelajar atau siapa pun tanpa dinas militer sebelumnya.
Kepemimpinan Rusia enggan memerintahkan mobilisasi militer yang luas, menggambarkan invasi ke Ukraina sebagai “operasi militer khusus” yang cakupannya terbatas.
Perintah Putin menandai pertama kalinya sejak Perang Dunia Kedua bahwa mobilisasi militer warga Rusia telah dilakukan.
Deklarasi muncul setelah pengumuman referendum yang akan membuka jalan bagi pencaplokan Rusia atas sebagian wilayah Ukraina.
Reaksi Kritis
Langkah Putin menarik reaksi kritis dari para pemimpin Barat dan pejabat Ukraina.
Bridget Brink, Duta Besar AS untuk Ukraina, menggunakan Twitter untuk menggambarkan perintah Putin sebagai tanda “kelemahan” dan “kegagalan.”
“Referensi dan mobilisasi palsu adalah tanda-tanda kelemahan, kegagalan Rusia, Amerika Serikat tidak akan pernah mengakui klaim Rusia yang konon mencaplok wilayah Ukraina,” kata Brink dalam pernyataannya.
Menteri Pertahanan Inggris, Ben Wallace dikutip oleh The Scotsman mengatakan bahwa perintah Putin sama dengan pengakuan kegagalan.
“Putin melanggar janjinya sendiri untuk tidak memobilisasi sebagian penduduknya dan aneksasi ilegal sebagian Ukraina, merupakan pengakuan bahwa invasinya gagal,” kata Wallace.
“Tidak ada ancaman dan propaganda yang dapat menyembunyikan fakta bahwa Ukraina memenangkan perang, komunitas internasional bersatu, dan Rusia menjadi paria,” tambahnya.
Investor yang cemas melarikan diri dari aset berisiko setelah pidato Putin, sementara tempat berlindung yang aman seperti obligasi dan dolar AS menjadi naik. (asr)