Peringatkan Resesi Global, IMF Pangkas Outlook Pertumbuhan Ekonomi Global 2023

 Bryan Jung

Dana Moneter Internasional (IMF) memangkas perkiraan pertumbuhan ekonomi global untuk 2023, memperingatkan potensi resesi global pada tahun depan.

IMF menurunkan perkiraan pertumbuhan ekonomi globalnya dalam laporan World Economic Outlook 11 Oktober menjadi 2,7 persen, yang turun dari perkiraan 2,9 persen pada Juli.

Laporan IMF mengatakan bahwa “perlambatan ekonomi global telah meningkat,” menyebutnya “profil pertumbuhan terlemah sejak 2001,” selain Resesi Hebat dan pandemi.

“Yang terburuk belum datang, bagi banyak orang 2023 akan terasa seperti resesi,” kata kepala ekonom IMF Pierre-Olivier Gourinchas.

Perkiraan PDB IMF untuk 2022 tetap stabil di 3,2 persen, turun dari pertumbuhan 6 persen yang terlihat pada 2021.

Laporan IMF muncul setelah prediksi mengerikan serupa dari Perserikatan Bangsa-Bangsa, Bank Dunia, dan banyak pemimpin bisnis dunia.

“Perlambatan ekonomi global meningkat karena inflasi yang lebih tinggi dari perkiraan, perlambatan yang lebih buruk dari perkiraan di Tiongkok karena wabah dan penguncian COVID-19, dan dampak perang Rusia di Ukraina,” demikian cuitan IMF, sebagai alasan untuk krisis ekonomi yang tertunda.

Resesi Global?

Dilaporkan bahwa lebih dari sepertiga ekonomi global akan menyaksikan dua kuartal berturut-turut pertumbuhan negatif tahun depan, yang mana “akan terasa seperti resesi”.

“Penyelarasan kembali pasokan energi secara geopolitik setelah perang Rusia melawan Ukraina bersifat luas dan permanen,” demikian bunyi laporan itu.

Harga gas alam meroket lebih dari empat kali lipat sejak 2021, dengan Rusia memberikan kurang dari 20 persen dari level 2021.

Harga pangan juga telah terdorong naik gara-gara konflik tersebut,  IMF mencatat kekuatan perang  “sangat mengganggu stabilitas ekonomi global”, bersama dengan krisis energi yang parah di Eropa.

Empat ekonomi regional terbesar di dunia, Amerika Serikat, Uni Eropa, Tiongkok, dan Jepang, akan terus melambat, karena bank sentral di seluruh dunia telah menaikkan suku bunga mereka untuk melawan rekor inflasi.

IMF menurunkan pertumbuhan di Amerika Serikat menjadi 1,6 persen tahun ini, turun dari perkiraan Juli di 2,3 persen, karena harga gas di seluruh negeri mulai naik lagi.

Diperkirakan ekonomi AS akan tumbuh sedikit pada 1 persen pada tahun 2023.

Uni Eropa, yang  menghadapi krisis gas alam dan energi, karena perang di Ukraina akan tumbuh hanya 0,5 persen pada 2023.

IMF mengatakan Krisis energi yang membebani Eropa, “bukan kejutan sementara.”  Sebelumnya, “musim dingin 2022 akan menjadi tantangan bagi Eropa, tetapi musim dingin 2023 kemungkinan akan lebih buruk.”

Tiongkok yang menghadapi krisis pasar perumahan dan diberlakukannya lockdown yang sangat mengganggu operasi bisnis, akan melambat menjadi 3,2 persen pertumbuhan pada 2022, dari 8,1 tahun lalu.

Badan keuangan PBB memperkirakan pertumbuhan Tiongkok pada 4,4 persen tahun depan, hampir setengah dari levelnya pada tahun 2021.

Proyeksi pertumbuhan Jepang untuk 2022 tetap sama di 1,7 persen dari Juli. 

Pertumbuhan  2023 diturunkan menjadi 1,6 persen, karena kenaikan harga impor energi dan konsumsi yang lebih rendah karena inflasi melebihi pertumbuhan upah.

Bank Sentral dan Suku Bunga

Badan PBB itu mencatat pengetatan kebijakan moneter di seluruh dunia untuk memerangi inflasi dan “apresiasi yang kuat” dari dolar AS terhadap mata uang lainnya.

Suku bunga acuan AS yang lebih tinggi telah menarik investasi dari negara lain dan memperkuat nilai dolar.

The Fed atau bank sentral AS menekan inflasi yang tinggi secara historis di Amerika Serikat, dengan kenaikan suku bunga yang agresif sejak Maret tahun ini.

Menaikkan suku bunga secara dramatis telah meningkatkan risiko perlambatan tajam dan resesi global.

Hal ini juga membuat ekspor Amerika lebih mahal seperti minyak dan gas alam cair, yang menyebabkan tekanan inflasi yang lebih tinggi.

Maurice Obstfeld, mantan kepala ekonom IMF dan kini seorang profesor di University of California, Berkeley, mengatakan kepada AP, bahwa Fed yang terlalu agresif dapat “mendorong ekonomi dunia ke dalam kontraksi keras yang tidak perlu.”

Negara-negara dunia lainnya terpaksa menaikkan suku bunga mereka sendiri sebagai respon, sementara membebani ekonomi mereka dengan biaya pinjaman yang lebih tinggi.

Bank Sentral Eropa telah mulai menaikkan suku bunga kebijakannya ke wilayah positif untuk pertama kalinya sejak 2014.

Sementara itu, Bank of England memperluas langkah-langkah pembelian obligasi minggu ini untuk menghentikan ketidakstabilan dalam ekonomi Inggris dan lonjakan yang tidak diinginkan dalam imbal hasil obligasi.

IMF melaporkan bahwa inflasi global akan mencapai puncaknya pada akhir 2022 sebesar 8,8 persen dan akan “tetap meningkat lebih lama dari yang diperkirakan sebelumnya.”

Menurut perkiraan, inflasi global kemudian diprediksi turun menjadi 6,5 persen pada 2023 dan menjadi 4,1 persen pada 2024. 

IMF menyarankan bahwa “pengetatan moneter yang ketat dan agresif” diperlukan, tetapi penurunan “besar”  “tidak terhindarkan,” karena pasar tenaga kerja yang ketat di AS dan Inggris.

Ia juga mengatakan bahwa “kebijakan fiskal tidak boleh bekerja dengan tujuan yang bertentangan sebagai upaya otoritas moneter untuk memadamkan inflasi” dalam teguran keras terhadap serangkaian proposal pemotongan pajak yang gagal dari Perdana Menteri Inggris Liz Truss.

IMF pada bulan lalu menyarankan bahwa Truss harus “mengevaluasi kembali” rencana fiskal pemerintahnya.

Ketidakstabilan yang Tertunda di Negara-Negara Berkembang

“Peningkatan Risiko stabilitas keuangan global dengan keseimbangan risiko yang condong ke sisi negatifnya. Pasar sangat fluktuatif,” kata Tobias Adrian, direktur departemen moneter dan modal di IMF pada konferensi pers pada 11 Oktober.

Dia mencatat bahwa “20 negara dalam keadaan default atau perdagangan pada level tertekan” dan bahwa kondisi pasar global memburuk secara signifikan di ekonomi yang lebih miskin.

Adrian mengatakan bahwa hanya 29 persen bank di pasar negara berkembang yang mampu memenuhi persyaratan modal minimum, menurut stress test global IMF untuk lembaga jasa keuangan.

IMF dan Bank Dunia menggelar pertemuan tahunan mereka akhir pekan ini, dengan banyak penasihat ekonomi dan pejabat dari seluruh dunia akan hadir.

Associated Press berkontribusi pada laporan ini.

FOKUS DUNIA

NEWS