Qian Yuan
Sejak berlangsungnya Kongres Nasional XX Partai Komunis Tiongkok (PKT), salah satu berita selingan terbesar adalah sekelompok “diplomat” dari Konsulat Inggris di Manchester menyeret pengunjuk rasa damai warga Hong Kong ke dalam area konsulat untuk dipukuli ramai-ramai.
Skandal semacam ini terus meradang serta semakin menjadi serius dan pasti akan mengarah pada insiden diplomatik antara Inggris dan RRT (Republik Rakyat Tiongkok).
Diplomat Inggris dipukuli beramai-ramai di Tiongkok, pernah terjadi sekali selama Revolusi Kebudayaan.
Pada saat itu, puluhan ribu anggota Garda Merah menyerbu masuk ke kantor perwakilan Inggris di Tiongkok, membakar gedung perkantoran dan mobil, serta memukuli puluhan diplomat Inggris, insiden tersebut menyebabkan reputasi internasional Beijing turun ke titik beku.
Ya! Masih mengklaim diri sebagai “Tiongkok Baru”, timbulnya insiden seperti itu, maka apa perbedaan antara pembantaian Kaisar Xianfeng dari Dinasti Qing terhadap diplomat Inggris dan Prancis dalam Perang Candu II, serta Ibu Suri Cixi membiarkan gerombolan Yihetuan (Boxer) membantai para utusan dan pendeta asing pada abad ke IXX?
Sekarang, di era Xi Jinping 2020-an abad XXI, Diplomat Serigala PKT sudah tidak mampu menahan agitasinya untuk mendominasi dunia, tidak puas dengan kekerasan verbal, langsung saja mereka melakukan kekerasan di negara lain.
Dari video yang beredar, dapat dengan jelas disaksikan bahwa Zheng Xiyuan, konsul jenderal konsulat RRT di Manchester, bersama orang-orangnya bergegas keluar dari konsulat, memimpin di depan, menendang dan merobek banner/spanduk berisi protes dengan penuh arogansi, ketika situasinya semakin tak terkendali, dan kondisinya sangat kacau, sekelompok anggota “diplomat” dari konsulat malahan berinisiatif menyeret seorang warga Hong Kong ke dalam konsulat untuk dipukuli beramai-ramai.
Polisi pada awalnya agak ragu apakah perlu memasuki area konsulat untuk merebut orang (polisi Inggris mungkin belum pernah melihat “diplomat” yang begitu garang —- “ini diplomat atau preman?” demikian yang mungkin ada di dalam benak mereka), dan akhirnya melihat bahwa situasinya semakin serius. Jika orang itu tidak diselamatkan apa pun bisa terjadi, maka para personil polisi terpaksa melakukan adegan tarik menarik, dan berhasil menarik keluar warga Hong Kong itu dari dalam konsulat, di saat itu gerombolan diplomat tersebut barulah meninggalkan tempat dengan amarah masih meluap.
Rekaman video di lokasi kejadian dengan cepat tersebar ke seluruh dunia. Ketika insiden terjadi di luar negeri, biarpun PKT ingin menghapus video atau memblokir akun juga akan sia-sia.
Namun, dalam menghadapi fakta yang begitu sederhana dan gamblang, juru bicara Kementerian Luar Negeri Tiongkok Wang Wenbin masih saja memutar-balikkan fakta hitam dan putih dengan berbicara seenaknya: “Karena pelanggar hukum berniat jahat mencari masalah, mereka secara ilegal memasuki Konsulat Jenderal Tiongkok di Manchester, sehingga menyebabkan cedera pada pihak personel Tiongkok, keamanan konsulat Tiongkok pun terancam.
Ketentraman dan martabat kedutaan besar dan konsulat Tiongkok di luar negeri tidak boleh dilanggar, berharap pihak Inggris dengan sungguh-sungguh memenuhi tanggung jawabnya dan mengambil langkah-langkah efektif untuk memperkuat perlindungan tempat dan personel kedutaan besar Tiongkok dan konsulat di Inggris.”.
Sontak “Kata-kata kebenaran penuh keadilan” dari Wang Wenbin itu mengundang ejekan dan kemarahan dari seluruh dunia, selain upayanya sia-sia, juga malahan membuat semua orang dapat melihat dengan lebih jelas wajah asli diplomat RRT yakni: Tidak hanya kasar dan brutal, juga penuh dusta.
Diplomasi merupakan kelanjutan dari politik dalam negeri, adalah garda depan dan penyangga interaksi antar negara.
Selain terkejut melihat policy diplomatik RRT selama sepuluh tahun terakhir yang begitu keras, selain tidak dapat memainkan peran dalam meredakan ketegangan hubungan internasional.
Sebaliknya seringkali malah menjadi penyebab memburuknya situasi, mau tak mau membuat orang merenung bahwa sudah seberapa parahkah pertikaian dan politik internal PKT, sampai-sampai memilih dan mengangkat diplomat rendahan seperti ini, yang sama sekali mengabaikan etika diplomatik dalam masyarakat internasional, serta tidak berbeda dengan preman yang berkelahi di jalanan.
Tentu saja, PKT selalu menerapkan metode brutal dalam menekan protes rakyatnya sendiri di dalam negeri, pada 2020, biaya pemeliharaan stabilitas domestik mencapai 1,4 triliun yuan (3.003 triliun rupiah), yang bahkan 7% lebih tinggi dari pengeluaran militer di tahun yang sama.
Dari sudut pandang ini, kebrutalan diplomat RRT dapat dimengerti, lagi pula, hal itu merupakan kebiasaan yang dilakukan di dalam negeri, dan tentu saja tidak dapat diubah setelah pergi ke luar negeri. (linjaya)