Xi Jinping Singgung Soal Revolusi Kertas Putih, Akui Epidemi Menyebabkan Protes Mahasiswa

oleh Luo Tingting

Menurut pejabat Uni Eropa, bahwa dalam pertemuannya dengan Presiden Dewan Eropa Charles Michel baru-baru ini, pemimpin Tiongkok Xi Jinping  untuk pertama kalinya menyinggung soal Revolusi Kertas Putih yang terjadi di banyak tempat di Tiongkok. Xi mengatakan bahwa sebagian besar dari pengunjuk rasa yang merupakan mahasiswa telah merasa frustrasi karena epidemi yang sudah berlangsung selama tiga tahun.

Pada 1 Desember, Charles Michel mengunjungi Beijing dan mengadakan pertemuan dengan Xi Jinping, keduanya melakukan pembicaraan selama lebih kurang 3 jam. Selanjutnya, Charles Michel dalam konferensi pers mengatakan bahwa dirinya telah menyampaikan sikap Uni Eropa terhadap isu-isu seperti Revolusi Kertas Putih, hak asasi manusia, dan perang Rusia – Ukraina kepada Xi Jinping.

“Bagi Uni Eropa, hak berkumpul masyarakat adalah hak fundamental penting yang dijamin oleh instrumen internasional yang mengikat secara hukum serta konstitusi nasional”, kata Michel.

Setelah meletusnya Revolusi Kertas Putih, otoritas Beijing mulai menginstruksikan pemerintah di berbagai tempat untuk melacak dan menekan para pengunjuk rasa.

Media “South China Morning Post” pada 2 Desember melaporkan bahwa pejabat senior Uni Eropa yang terlibat dalam pertemuan itu mengungkapkan, Xi Jinping menjelaskan mengapa protes terjadi, “Dia mengklaim bahwa timbul masalah setelah tiga tahun epidemi, sehingga para mahasiswa atau anak-anak muda itu merasa frustrasi”.

Ini adalah pertama kalinya Xi Jinping berbicara tentang Revolusi Kertas Putih. Tetapi di depan umum, otoritas Beijing masih belum bersikap tetapi sangat menekan informasi terkait protes tersebut.

Charles Michel adalah pemimpin Barat pertama yang mengunjungi Beijing sejak pecahnya Revolusi Kertas Putih yang dikatakan sebagai kerusuhan publik terburuk sejak penumpasan berdarah Lapangan Tiananmen pada 4 Juni 1989.

Sejak 26 November, protes besar-besaran terjadi di Beijing, Shanghai, Wuhan, Chengdu, Nanjing, dan kota-kota besar lainnya. Mahasiswa dari 100 lebih universitas di seluruh negeri berpartisipasi dalam protes tersebut. Mereka mengangkat kertas putih sebagai protes terhadap kebijakan pemerintah dalam menangani epidemi. Para pengunjuk rasa di Shanghai bahkan meneriakkan slogan seperti “Partai Komunis Tiongkok mundur” dan ” Xi Jinping mundur”.

Revolusi Kertas Putih ini dengan cepat menyebar ke luar negeri. Banyak mahasiswa asal Tiongkok yang studi di Amerika Serikat, Inggris, Jepang, Korea Selatan, Kanada, dan negara lain ikut turun ke jalan untuk mendukung kegiatan protes rekan-rekannya di Tiongkok dan menuntut agar “Partai Komunis Tiongkok mundur” dan “Xi Jinping mundur”.

Pejabat Uni Eropa mengutip ucapan Xi Jinping mengatakan bahwa varian virus yang sedang merajalela di Tiongkok saat ini adalah Omicron, sementara sebelumnya, varian Delta jauh lebih mematikan. Pidato Xi ini mengindikasikan bahwa mungkin pemerintah akan mengendurkan beberapa kontrol.

Ada tanda-tanda yang mulai muncul sejak 1 Desember, yakni beberapa pelonggaran sudah berlangsung, seperti tes asam nukleat berskala besar telah ditiadakan di beberapa kota di Tiongkok, dan kasus yang dikonfirmasi serta kontak dekat, seperti lansia dan anak kecil sudah diizinkan untuk menjalani isolasi mandiri di dalam rumah.

Media corong Partai Komunis Tiongkok juga mulai membuat perubahan besar, mereka sekarang mulai mempromosikan : “Kasus penularan oleh Omicron telah menurun drastis”, dan “epidemi tidak lagi mengerikan”.

Yang Dali, seorang profesor ilmu politik di University of Chicago, Amerika Serikat melalui akunnya di Twitter menulis : Protes yang terjadi pada akhir pekan lalu memaksa Xi Jinping mengambil langkah-langkah yang lebih longgar untuk mengendalikan epidemi.

“Xi Jinping sudah menerima pesannya”, tambahnya.

Yaqiu Wang, seorang peneliti senior di Human Rights Watch Tiongkok mengatakan : “Berkat para pengunjuk rasa yang dengan berani turun ke jalan, pemerintah komunis Tiongkok mulai melonggarkan pembatasan COVID-19. Di luar hasil yang terlihat, ikatan dari solidaritas, kekuatan, rasa bersatu yang diperoleh orang dari kejadian ini akan terus terkenang, dirasakan sampai bertahun-tahun ke depan”.

Namun, banyak orang yang percaya bahwa PKT mungkin untuk sementara “menyesuaikan” kebijakan pencegahan epidemi karena tekanan Revolusi Kertas Putih.

Warga Shanghai bermarga Chen mengatakan kepada Radio Free Asia pada 1 Desember bahwa wilayah dimana ia tinggal masih belum ada perubahan yang berarti, bahkan otoritas distrik mengumumkan agar warga menyiapkan untuk 2 bulan barang-barang yang dibutuhkan dalam rangka mencegah penyebaran epidemi. Warga jadi bertanya-tanya apakah kota akan mengalami lockdown kembali.

Ms. Tang, seorang wanita warga Beijing mengungkapkan : “Kemarin diberitakan bahwa hari ini pemblokiran mau dibuka, ternyata bohong. Kemarin diberitakan bahwa staf boleh bekerja setelah melakukan tes asam nukleat. Tetapi tempat kami telah ditutup selama lebih dari setengah bulan”.

Ms. Li, seorang penduduk Distrik Jiang’an Wuhan juga mengatakan bahwa komunitas dimana ia tinggal telah ditutup selama seminggu dan sampai sekarang belum ada berita pencabutannya. Dan teman sekelasnya yang tinggal di Shenzhen masih diwajibkan untuk menjalani tes asam nukleat setiap hari.

Tang Jingyuan, seorang komentator politik di Amerika Serikat mengatakan kepada NTDTV : “PKT selalu menggunakan metode tangan lunak dan tangan keras untuk menangani protes publik, mereka memang memanfaatkan kebijakan Nol Kasus untuk memperkuat kontrol terhadap rakyat dan memelihara stabilitas, jadi jangan berharap mereka mau melepaskan metode ini”. (sin)

FOKUS DUNIA

NEWS