WHO Desak Beijing Memantau Kematian Berlebihan, Reuters Temukan Bukti Beijing Sembunyikan Angka Kematian

oleh Li Ming

Pada Senin (16 Januari), Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengatakan bahwa pihaknya telah menyarankan Beijing untuk melakukan pengujian terhadap kematian berlebih akibat COVID-19, sehingga WHO dapat memiliki gambaran yang lebih lengkap tentang dampaknya dari lonjakan kasus COVID-19 di Tiongkok. Pada Selasa (17 Januari) Reuters mengungkapkan bahwa pihaknya menemukan bukti pemerintah Tiongkok dengan sengaja menyembunyikan jumlah kematian karena COVID-19.

WHO membuat pernyataan tersebut sebagai tanggapan atas pertanyaan Reuters tentang kasus epidemi yang terjadi di daratan Tiongkok pada Senin 16 Januari. WHO juga menekankan bahwa pendeteksian kematian berlebih sangat penting pada saat lonjakan kasus di mana sistem kesehatan di Tiongkok sedang kewalahan.

Sebelumnya, para ahli dari WHO secara terbuka mengkritik otoritas Beijing karena tidak secara terbuka menjelaskan skala epidemi kepada organisasi tersebut, dan mendesak pemerintah Tiongkok untuk memberikan kepada WHO data statistik yang benar dan kredibel tentang kasus dan jumlah kematian yang berlebihan. Setelah itu, pejabat Tiongkok baru merilis angka baru tentang jumlah kematian akibat virus tersebut pada Sabtu lalu, dan mengklaim bahwa hampir 60.000 orang telah meninggal dunia sejak dicabutnya penguncian pada Desember tahun lalu.

Meskipun angka yang diberikan oleh otoritas Beijing ini adalah 10 kali lipat lebih tinggi dari jumlah kasus yang dilaporkan sebelumnya, namun pakar kesehatan masyarakat internasional masih percaya bahwa jumlah kematian sebenarnya akibat epidemi di Tiongkok masih belum menunjukkan kebenaran. Para ahli mendesak otoritas Tiongkok untuk merilis data urutan genetik (GSD) lengkap dari virus yang sedang menyebar di Tiongkok untuk memfasilitasi pemantauan kemungkinan varian baru dari COVID-19.

Pada Selasa 17 Januari, Reuters melaporkan bahwa ada bukti bahwa otoritas Tiongkok melalui operasi “tanpa jejak” untuk menurunkan dan menyembunyikan jumlah kematian akibat epidemi yang terjadi di Tiongkok.

Menurut laporan itu, seorang dokter sebuah rumah sakit swasta di Beijing ketika bertugas di puncak epidemi baru-bari ini melihat sebuah pemberitahuan tercetak di ruang gawat darurat, yang isinya dengan jelas meminta dokter untuk sedapat mungkin menghindari untuk mencantumkan : “Gagal napas akibat COVID-19” dalam kolom penyebab kematian yang terdapat pada surat kematian pasien. 

Menurut pengungkapan, pemberitahuan tersebut dengan jelas menetapkan bahwa jika pasien yang meninggal itu memiliki penyakit dasar, maka penyakit dasar itulah yang disebut sebagai penyebab utama kematian. Jika dokter yakin bahwa kematian tersebut sepenuhnya disebabkan oleh pneumonia karena terinfeksi virus korona jenis baru, mereka wajib melaporkannya kepada atasan, kemudian atasan yang akan mendiskusikan dengan ahli. Setelah “berkonsultasi” dan mendapatkan persetujuan dari para ahli tersebut baru dapat dipastikan kematian adalah akibat terinfeksi virus korona jenis baru (COVID-19).

Selain itu, enam dokter dari rumah sakit umum di seluruh Tiongkok juga mengkonfirmasi dalam sebuah wawancara dengan Reuters bahwa mereka telah menerima instruksi lisan untuk mencoba tidak mengaitkan penyebab kematian dengan COVID-19, dan mereka menyadari bahwa ini adalah kebijakan rumah sakit mereka. Beberapa dokter mengatakan bahwa pemberitahuan dan instruksi datang dari “pemerintah”, tetapi tidak ada yang tahu dari departemen pemerintah mana.

Laporan tersebut menjelaskan bahwa di Tiongkok, begitu pemerintah ingin menyampaikan instruksi yang sensitif secara politis, biasanya mereka menggunakan cara “perintah tanpa meninggalkan jejak”, yaitu tidak meninggalkan jejak dan tidak meninggalkan catatan.

Seorang dokter di rumah sakit umum besar di Shanghai mengatakan kepada Reuters : “Sejak penguncian dicabut pada Desember 2022, kami telah berhenti menghitung kematian akibat COVID-19, sia-sia saja menghitungnya karena hampir semua orang dinyatakan positif”.

Michael Baker, seorang scholar kesehatan masyarakat di Universitas Otago di Selandia Baru, mengatakan : “Sebagian besar negara telah menemukan bahwa sebagian besar kematian pasien karena terinfeksi virus COVID-19, bukan penyakit yang mendasari dikombinasikan dengan infeksi virus korona jenis baru, tetapi laporan yang disampaikan Tiongkok bahwa mayoritas (90%) kematian adalah COVID-19 yang dikombinasikan dengan penyakit lain, menunjukkan bahwa Tiongkok masih kurang melaporkan kematian yang langsung disebabkan epidemi.” (sin)

FOKUS DUNIA

NEWS