oleh Li Yun
Menurut data dari Kementerian Perdagangan AS, pada tahun 2022, Uni Eropa telah menggantikan kedudukan Tiongkok sebagai mitra dagang terbesar Amerika Serikat. Para ahli percaya bahwa sesuai dengan tren decoupling ekonomi AS – Tiongkok, impor dan ekspor Tiongkok terhadap Amerika Serikat bakal terus menurun. Hal ini jelas menjadi pukulan besar bagi ekonomi Tiongkok.
Menurut data yang dirilis Kementerian Perdagangan AS pada 7 Februari 2023, bahwa impor AS tahun 2022 telah meningkat tajam, sehingga mengukirkan defisit perdagangan luar negeri tertinggi sejak tahun 1960. Impor tahun lalu naik di semua sektor utama, mulai dari industri otomotif hingga barang konsumen seperti obat-obatan dan ponsel, bahan dan perlengkapan industri, serta makanan.
Namun, Tiongkok tahun lalu sudah tidak lagi menjadi mitra dagang terbesar Amerika Serikat. Tahun 2022, Amerika Serikat mengimpor komoditas senilai USD. 537 miliar dari Tiongkok, lebih rendah dari USD. 553 miliar komoditas yang diimpor dari Uni Eropa.
Frank Tian Xie, seorang profesor Aiken School of Business di University of South Carolina, AS mengatakan : “Sebenarnya hal tersebut merupakan kelanjutan dari tren decoupling ekonomi antara AS dengan Tiongkok dalam beberapa tahun terakhir. Sejak awal tahun perang dagang di era Presiden Trump, tren impor dan ekspor Tiongkok – Amerika Serikat sudah menurun. Tiongkok secara perlahan telah kehilangan pasar AS”.
Perang dagang AS – Tiongkok mulai berkobar tahun 2018, dan semakin sengit pada tahun 2019, sehingga volume perdagangan Tiongkok – AS turun menjadi sebesar USD. 91,9 miliar. Setelah Biden menjabat presiden pada tahun 2020, volume perdagangan Tiongkok – AS sedikit melonjak pada tahun 2021, tetapi kembali menurun pada tahun 2022. Tercatat hingga bulan November 2022, total ekspor Tiongkok ke Amerika Serikat turun 25,4% YOY, dan impor turun sebesar 7,3 % YOY. Pesanan manufaktur Tiongkok juga turun 40%. Penurunan sebesar itu sangat jarang terjadi dalam beberapa dekade terakhir.
Kebijakan ekstrem dalam mencegah penyebaran COVID-19 yang diterapkan oleh rezim Xi Jinping dipandang sebagai alasan utama terjadinya penurunan impor dan ekspor Tiongkok – Amerika Serikat.
Lan Shu, seorang komentator politik yang tinggal di AS menjelaskan : “Kebijakan pencegahan epidemi ekstrem yang dilakukan rezim Xi Jinping demi mempertahankan kekuasaannya telah memaksa banyak investasi asing berikut rantai pasokan yang didirikan di daratan Tiongkok mengambil langkah seribu. Selain itu, negara-negara Barat telah menyaksikan kebangkitan dari PKT yang justru menjadi ancaman bagi dunia, sehingga baik secara langsung maupun tidak mempromosikan peningkatan ekonomi dan perdagangan antara negara-negara demokrasi Barat di Eropa dengan Amerika Serikat. Hal ini telah menyebabkan Tiongkok kehilangan statusnya sebagai mitra dagang terbesar di Amerika Serikat”.
Lan Shu percaya bahwa Tiongkok yang komunis tidak akan mungkin menjadi mitra dagang terbesar Amerika Serikat di masa depan.
Ia menjelaskan, “Kecuali beberapa faktor perdagangan luar negeri, hal mana juga disebabkan oleh sistem ideologi komunis yang dianut PKT. Misalnya, PKT telah menerapkan apa yang disebut kebijakan satu anak, sehingga berdampak terjadinya penuaan angkatan kerja di seluruh negeri. Begitu tingkat penuaan terus melambung, apakah Tiongkok mau disebut sebagai pabrik pengolahan atau negara besar konsumsi, akan semakin jauh dari lirikan pemodal dan investor asing.”
Berdasarkan data resmi Tiongkok, pada tahun 2022, populasi Tiongkok yang berusia di atas 60 tahun telah menyita 19,8% dari jumlah populasi Tiongkok. Menurut standar Perserikatan Bangsa-Bangsa, jika suatu negara memiliki lebih dari 10% populasi berusia di atas 60 tahun, berarti negara tersebut telah memasuki proses penuaan yang serius.
Lan Shu mengatakan : “Ini semua disebabkan sendiri oleh PKT, baik dari kebijakan ekonomi dalam negeri, kebijakan populasi, sistem politiknya, atau caranya berurusan dengan orang lain, cara diplomasi dengan eksternal. Coba saja lihat cara mereka berdiplomasi yang ala serigala perang. Begitu orang lain sekali atau dua kali dirugikan karena berurusan dengan Tiongkok, maka mereka pasti akan memutuskan untuk tidak lagi berhubungan dengan Tiongkok”.
Dalam beberapa tahun terakhir, pemerintahan Biden telah secara selektif melakukan decoupling ekonomi dengan Tiongkok, termasuk memperkuat kontrol ekspor chip, mempromosikan restrukturisasi global rantai industri chip. Pada saat yang sama, AS menerapkan “pengalihdayaan dekat pantai” (Nearshore Outsourcing) terhadap negara-negara di Amerika Latin, dan menerapkan “pengalihdayaan lepas pantai” (Offshore Outsourcing) terhadap negara-negara di Indo-Pasifik, serta meluncurkan “Kerangka Kemakmuran Ekonomi Indo-Pasifik” yang diikuti oleh 14 negara, tetapi tidak menyertakan Tiongkok.
Frank Tian Xie mengatakan : “Sekarang tampaknya impor dan ekspor Tiongkok – Amerika Serikat masih berpotensi menurun, yang merupakan pukulan besar bagi PKT. Dan tampaknya hubungan ekonomi dan politik sulit bisa mereda di masa mendatang. Sedangkan pengalihan rantai industri, gelombang migrasi keluar dari Tiongkok masih berlanjut. Jadi masih menjadi pukulan bagi ekonomi Tiongkok”.
Lan Shu mengatakan bahwa mesin penggerak ekonomi Tiongkok pada dasarnya sudah terhenti semuanya. Tiongkok saat ini sedang menghadapi banyak kesulitan ekonomi, termasuk penyusutan ekspor, arus keluar modal asing, pasar real estat yang tidak bergerak dan sebagainya. (sin)