Korea Utara sedang mengalami kekurangan persediaan pangan lantaran terimbas oleh resesi ekonomi yang dihadapi “saudara tua” Tiongkok. Banyak penduduk “daerah makmur” pun tak terhindar dari mati kelaparan. Para napi dalam tahanan yang kelaparan bersama-sama melarikan diri, merampas makanan penduduk, bahkan sampai terjadi pembunuhan
oleh Li Chengyu
Kantor Berita Yonhap yang mengutip informasi dari sumber terpercaya di Korea Utara pada 22 Februari memberitakan, bahwa sejak akhir tahun lalu hingga awal tahun ini, puluhan orang narapidana penghuni penjara di Provinsi Pyongan dan Provinsi Hwanghae di Korea Utara bersama-sama melarikan diri karena kelaparan. Dalam pelarian mereka terus merampas dan mencuri makanan penduduk. Bahkan melakukan pembunuhan.
Pihak berwenang Korea Utara telah memberlakukan jam malam dan melakukan penggerebekan di dekat penjara terkait selama beberapa bulan, tetapi sejauh ini gagal menangkap kembali para napi yang kabur.
Menurut penuturan sumber tersebut, bahwa kekurangan persediaan pangan di Korea Utara berkaitan erat dengan penurunan hasil panen petani yang diakibatkan oleh pencegahan epidemi, sehingga situasi pasokan makanan di penjara semakin memburuk. Selama dua tahun terakhir, lebih dari 700 orang napi yang dipenjara di Pyong’annam-do dan tempat lain meninggal atau sakit karena kelaparan. Meski dalam situasi demikian, penanggung jawab penjara masih saja menggelapkan jatah makan narapidana demi keuntungan pribadi.
Menurut laporan, krisis pangan di Korea Utara telah menyebabkan insiden kelaparan yang sering terjadi di beberapa daerah, dan bahkan daerah Kaesong yang relatif makmur juga ada puluhan warga yang mati kelaparan setiap hari.
Pada Juli tahun lalu, media online “Daily NK” melaporkan bahwa harga beras di Korea Utara melonjak tinggi, dan banyak orang terpaksa makan kentang yang dicampur sayuran liar untuk memenuhi rasa lapar mereka. Beberapa penduduk Gangwon-do, Kaesong, dan Ryanggang-do meninggal karena kelaparan. Di daerah Pingcheng, ada orang tua yang menjual putrinya kepada keluarga kaya demi mendapat uang membeli makanan.
Tahun lalu, pejabat Korea Utara bahkan berulang kali membuat referensi publik tentang kelaparan massal tahun 1990-an yang dikenal sebagai “Bencana kelaparan Korea Utara”. Ada juga media resmi yang “memberi arahan” kepada masyarakat bagaimana cara memanfaatkan “nilai sayuran dan buah-buahan liar” agar dapat dijadikan bahan pangan.
Media Korea “Dong-A Ilbo” baru-baru ini melaporkan bahwa Korea Utara baru-baru ini mengurangi jatah makan harian tentara mereka dari 620 gram menjadi 580 gram. Di beberapa kota besar, penduduk dipaksa untuk menyumbangkan apa yang disebut “beras patriotik” untuk cadangan makanan militer setiap dua atau tiga hari.
Seorang pejabat senior pemerintah Korea Selatan mengatakan bahwa ini adalah pertama kalinya sejak tahun 2000 Korea Utara menurunkan jatah makan harian tentaranya. Hal mana menunjukkan bahwa situasi krisis pangan di Korea Utara mungkin lebih buruk dari yang diperkirakan banyak orang.
Tetapi pada saat yang sama, Korea Utara masih saja gencar melakukan uji coba rudal ke Samudera Pasifik, mengintimidasi masyarakat internasional. Kim Yo-jong, saudara perempuan Kim Jong-un, yang menjabat sebagai pemimpin Partai Buruh Korea Utara, dan wakil ketua Komite Sentral Partai Buruh baru-baru ini malah berkoar akan menjadikan Samudra Pasifik sebagai “lapangan tembak” bagi Korea Utara. (sin)