oleh Li Yun dan Wang Yanqiao
Epidemi virus COVID-19 telah mengakibatkan sejumlah besar kerusakan bagi Tiongkok, selain kematian jutaan penduduk dalam 3 tahun terakhir, juga menimbulkan kerugian ekonomi yang sangat besar. Namun, Partai Komunis Tiongkok (PKT) justru mencoba untuk menghapus ingatan buruk ini yang tidak mungkin dapat dilupakan orang.
Warga Shanghai mengatakan : “Pada 28 Maret tahun lalu, Shanghai Pudong mulai melakukan pemblokiran yang menciptakan rekor penutupan kota terlama selama 2 bulan yang sangat jarang terjadi dalam sejarah Kota Shanghai. Ketika teringat, pandangan saat itu seakan-akan muncul kembali di depan mata”.
Baru-baru ini, otoritas PKT mencoba dengan segala upaya untuk menghalangi peringatan satu tahun blokade Shanghai. Pada saat yang sama, PKT juga terus memblokir komentar di media sosial tentang bencana sekunder yang disebabkan oleh blokade ekstrim, terus memblokir jumlah kematian akibat epidemi. Ini semua dalam upayanya untuk mengubah ingatan rakyat Tiongkok tentang epidemi yang berlangsung selama 3 tahun.
Seorang warga Tiongkok bermarga Hu mengatakan : “Saya tidak mungkin dapat melupakan penderitaan yang kami hadapi di masa lalu. Bahkan saya akan menceritakan kepada orang yang saya jumpai semua yang saya alami selama 3 tahun epidemi”.
Seniman Tiongkok Tong Yimin mengatakan : “Jenazah warga menumpuk seperti gunung, antrian panjang peti jenazah di depan krematorium. Gambaran bekas luka ini terus terbayang dalam ingatan. Hanya rezim yang sangat jahat seperti PKT yang menyelesaikan masalah dengan menutupi fakta dan mencoba mengalihkan ingatan orang dengan cara yang konyol”.
Epidemi mulai menyebar dari Kota Wuhan pada akhir tahun 2019. Karena PKT Menyembunyikan fakta epidemi, virus korona jenis baru yang juga dijuluki virus komunis Tiongkok menyebar dengan cepat ke seluruh dunia selama lebih dari 3 tahun.
Tong Yimin mengatakan : “Langkah-langkah pencegahan ekstrim PKT yang berlangsung selama 3 tahun telah menyebabkan banyak tragedi kemanusiaan. Seperti warga sipil yang bepergian ke luar kota untuk urusan bisnis tidak bisa pulang ke rumah, mobil disegel agar tidak jalan, orang tidak bisa turun ke jalan raya, tidak bisa pergi ke toilet, satu orang terinfeksi seluruh area disegel, pintu rumah disegel tak peduli ada atau tidak makanan bagi warga yang ada di dalam, banyak orang tidak lagi dapat bertahan hidup, banyak pasien tidak dapat mencari bantuan medis, tidak dapat membeli obat sehingga mengakibatkan banyak kematian”.
Setelah PKT gagal dalam merealisasikan kebijakan Nol Kasus, tiba-tiba upaya pencegahan penyebaran epidemi dibatalkan mendadak pada awal bulan Desember tahun lalu, sehingga sistem medis lumpuh, rumah duka dan krematorium menjadi penuh sesak, jenazah menumpuk seperti gunung, tungku kremasi segera dibangun untuk mengejar target. Tempat pemakaman baru muncul di beberapa daerah pedesaan.
Warga Tiongkok bermarga Zhang mengatakan : “Keluarga yang kehilangan anggota yang mereka cintai pasti sangat sulit untuk melupakan tragedi ini. Setelah terjadi tren Tang Ping setelah 7 Desember tahun lalu, rumah duka besar dan krematorium tidak cukup waktu untuk mengkremasi jenazah kiriman dari rumah sakit. Hal itu masih jelas teringat dalam pikiran. Sekarang gejala sisa itu masih ada. Bagaimana ingatan orang bisa begitu mudah dialihkan mengingat mencari pekerjaan masih sulit ?”
“Selama epidemi, banyak orang yang meninggal dunia. Warga di kota kabupaten kecil kami yang meninggal dunia sampai lama baru bisa dikremasi karena antriannya panjang”, kata warga bermarga Hu.
Pada Februari tahun ini, PKT mengklaim “kemenangan dalam perang melawan epidemi”. Pihak berwenang bahkan menyimpulkan bahwa metode pencegahan dan pengendalian epidemi yang dilaksanakan PKT selama tiga tahun adalah “sepenuhnya benar”.
Warga Mr. Zhang mengatakan : “Seluruh teknologi digunakan untuk mempertahankan tekanan yang tinggi terhadap manusia demi kebijakan Nol Kasus yang diterapkan secara intensif selama 3 tahun. Manusia diperlakukan seperti binatang. PKT selain tidak mengintrospeksi diri, malahan berusaha membungkam mulut orang, Mengharap orang melupakannya. Tapi begitu banyak keluarga yang kehilangan orang yang cintai, bagaimana mereka bisa begitu mudah melupakan tragedi ini ?” (sin)