oleh Chen Ting
Jumlah kredit macet proyek “One Belt One Road” (OBOR) Tiongkok sedang melonjak dengan cepat. Menurut data yang dikumpulkan oleh Rhodium Group, sebuah perusahaan penelitian ekonomi, bahwa total akumulatif kredit macet yang tidak dapat dibayar kembali oleh negara peserta dalam 3 tahun terakhir telah mencapai lebih dari USD. 78 miliar. Hal ini menunjukkan bahwa Inisiatif Sabuk dan Jalan (OBOR) telah menjadi beban keuangan bagi pemerintahan partai komunis Tiongkok.
The “Financial Times” mengutip data dari Grup Rhodium dalam laporannya (tautan : https://www.ft.com/content/da01c562-ad29-4c34-ae5e-a0aafddd377c) menunjukkan, bahwa dari tahun 2020 hingga akhir Maret 2023, terdapat total sejumlah USD. 78,5 miliar pinjaman negara-negara yang berpartisipasi dalam program OBOR seperti pembuatan jalan, kereta api, pelabuhan, bandara, dan infrastruktur lainnya yang gagal tertagih, alias menjadi kredit macet.
Jumlah ini merupakan lebih dari 4 kali lipat kredit macet dari periode yang sama di masa lalu. Menurut statistik Grup Rhodium sebelumnya, kredit macet dari proyek OBOR sebelumnya (tahun 2017 hingga akhir tahun 2019) berjumlah USD. 17 miliar.
Brad Parks, Direktur laboratorium penelitian AidData di College of William and Mary di AS mengatakan, bahwa sejauh ini memang tidak diketahui berapa angka resmi tentang jumlah total pinjaman yang dilepas Tiongkok untuk proyek OBOR, tetapi diyakini jumlahnya mencapai sekitar USD. 1 triliun.
Dalam 10 tahun terakhir, Partai Komunis Tiongkok memanfaatkan melalui proyek OBOR dan memberikan pinjaman besar kepada negara-negara Asia, Afrika, dan Eropa untuk memperluas pengaruh globalnya. Namun, hal ini menyebabkan banyak negara jatuh ke dalam perangkap utang PKT. Karena kesulitan pembayaran terus meningkat, para ahli percaya bahwa PKT telah meningkatkan pemberian pinjaman talangan darurat ke negara-negara ini demi “menyelamatkan perbankan Tiongkok”.
Menurut sebuah laporan yang dibuat oleh para peneliti dari Bank Dunia, Sekolah Harvard Kennedy, AidData dan Institut Keele untuk Ekonomi Dunia (tautan : https://docs.aiddata.org/ad4/pdfs/WPS124_China_as_an_International_Lender_of_Last_Resort.pdf), nilai total pinjaman talangan darurat tersebut antara tahun 2019 hingga akhir tahun 2021 mencapai USD. 104 miliar.
Total dana talangan darurat yang dipinjamkan Tiongkok kepada negara-negara sedang berkembang antara tahun 2000 hingga akhir tahun 2021 setidaknya mencapai USD. 240 miliar.
Carmen Reinhart, mantan kepala ekonom Bank Dunia dan salah satu penulis laporan itu, mengatakan kepada Reuters : “Tujuan Beijing tak lain adalah ingin menyelamatkan perbankannya”. “Itulah mengapa ia masuk ke dalam bisnis pinjaman bailout internasional yang berisiko tinggi.”
Semakin banyak negara peserta proyek OBOR PKT telah didorong ke jurang kebangkrutan karena perlambatan pertumbuhan ekonomi global, kenaikan suku bunga dan rekor tingkat utang yang tinggi di negara-negara berkembang.
“Terus terang, saya pikir ini baru permulaan”, kata Brad Parks, “Perbankan Tiongkok ingin memastikan apakah peminjam luar negeri terbesar mereka memiliki cukup dana untuk terus membayar lewajiban utang proyek infrastruktur mereka”.
“Jadi, setiap kali peminjam terbesarnya mengalami kesulitan keuangan, pemerintah Tiongkok mungkin akan mendorong pelepasan pinjaman darurat”, katanya.
The “Financial Times” menunjukkan bahwa meskipun dibandingkan dengan puncak epidemi pada tahun 2020 dan 2021, rasio kredit macet OBOR tahun 2022 telah berkurang. Tapi para ahli mengatakan bahwa ini tidak berarti adanya peningkatan kualitas yang mendasari pinjaman.
Matthew Mingey, analis senior Rhodium mengatakan : “Meskipun beberapa negara penerima utama pinjaman Tiongkok seperti Pakistan, berhasil bertahan dengan bantuan IMF dan dana talangan bilateral, tetapi celah di OBOR semakin menganga”.
Uang talangan PKT itu mahal bunganya. Studi tersebut menyebutkan, bahwa Bank of China meminta tingkat bunga 5% yng jauh lebih mahal daripada pinjaman penyelamatan dari IMF yang 2%.
Dan, sebagian besar pinjaman diberikan kepada negara-negara berpenghasilan menengah yang dianggap lebih penting bagi industri perbankan Tiongkok, sedangkan negara-negara berpenghasilan rendah hampir tidak menerima dana pinjaman talangan kecuali kesempatan untuk merestrukturisasi utangnya.
Analis berpendapat bahwa Beijing tidak akan menangguhkan inisiatif OBOR karena ada hubungan yang erat antara proyek ini dengan reputasi global PKT dan citra kepemimpinan Xi Jinping.
Namun, Xue Gong, seorang sarjana dari Carnegie China memperkirakan bahwa dana yang disediakan untuk proyek OBOR akan berkurang, karena otoritas Tiongkok sedang berfokus pada pengembangan teknologi lokal dan menyusutnya persediaan dana publik dalam negeri.
Xue Gong mengatakan : “Tidak mungkin Tiongkok menyediakan dana berskala besar kepada perusahaan milik negara untuk proyek OBOR.” (sin)