oleh Zhang Ting
Pada 4 Juli 2023, KTT Organisasi Kerjasama Shanghai (Shanghai Cooperation Organisation. SCO) diadakan dalam bentuk video pada 4 Juli 2023. Dalam kesempatan itu, Xi Jinping kembali menegaskan sikap PKT yang menentang “pemisahan dan pemutusan rantai.”
Dalam pidato videonya, Xi Jinping meminta anggota SCO untuk menolak “proteksionisme, sanksi sepihak, dan generalisasi konsep keamanan nasional”, juga menentang “membangun tembok guna membentengi diri” serta “pemutusan rantai pasokan”. Ini jelas merupakan kritik implisit terhadap Amerika Serikat dan sekutunya karena mengurangi perdagangan dan investasi dengan Tiongkok di bidang yang sensitif.
Pernyataan Xi Jinping tersebut disampaikan menjelang kunjungan Menteri Keuangan AS Janet Yellen ke Beijing dari Kamis 6 Juli hingga Minggu 9 Juli. Bulan lalu, Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken telah mengunjungi Tiongkok dan bertemu dengan Menteri Luar Negeri Qin Gang, Direktur Kantor Urusan Luar Negeri Wang Yi dan Xi Jinping. Meskipun kedua pihak sepakat tentang perlunya menstabilkan hubungan antara kedua negara, tetapi perbedaan inti antara kedua negara belum terselesaikan.
Akibat dalam beberapa tahun terakhir PKT semakin sewenang-wenang di Laut Tiongkok Selatan dan meningkatkan ancaman terhadap Taiwan, istilah “decoupling” semakin menjadi fokus diskusi negara-negara Barat. Meskipun Amerika Serikat dan Uni Eropa menyatakan bahwa mereka tidak berusaha memisahkan diri dari Tiongkok, kecuali menekankan perlunya “mengurangi risiko” (de-risking) Tiongkok, mengupayakan diversifikasi rantai pasokan, untuk mengurangi ketergantungan terhadap Tiongkok. Perusahaan besar seperti Apple telah mengalihkan beberapa produksinya dari Tiongkok ke tempat-tempat dengan risiko geopolitik yang lebih kecil, seperti India.
Strategi ini membuat PKT sangat resah. Pada 27 Juni, Perdana Menteri Li Qiang dalam pidatonya di Forum Davos di Tianjin, mengutuk promosi sensasional Barat tentang “mengurangi ketergantungan dan mengurangi risiko”, dengan mengatakan bahwa ini adalah suatu proposisi yang tidak tepat, dan bahwa Tiongkok “dengan tegas menentang politisasi terhadap masalah ekonomi dan perdagangan”.
Pada Oktober tahun lalu, Amerika Serikat telah memberlakukan pembatasan ekspor chip paling menyeluruh terhadap Tiongkok. Tujuannya tak lain adalah untuk membatasi perkembangan kekuatan militer Tiongkok. Setelah itu, Jepang dan Belanda juga ikut bergabung dengan gerakan AS untuk membatasi penjualan peralatan pembuatan chip ke Tiongkok, yang kemudian memicu protes dari rezim Beijing.
India memutuskan untuk mengadakan KTT SCO secara online, PKT tidak puas
SCO adalah aliansi politik, keamanan, dan perdagangan yang anggotanya mencakup Tiongkok, India, Rusia, Kazakhstan, Kyrgyzstan, Pakistan, Iran, Tajikistan, dan Uzbekistan.
KTT SCO kali ini diselenggarakan secara online oleh Perdana Menteri India Narendra Modi. Presiden Rusia Vladimir Putin juga menyampaikan pidato melalui video. Ini adalah KTT multilateral pertama Putin sejak terjadi pembelotan tentara bayaran Rusia Wagner Group.
PM. Modi mengatakan bahwa dunia saat ini sedang menghadapi momen kritis di tengah ketegangan global. Dia menekankan bahwa memastikan pasokan makanan, bahan bakar, dan pupuk yang memadai merupakan tantangan utama bagi semua negara.
Media “Nikkei News” melaporkan bahwa kehadiran Xi Jinping pada KTT SCO mendapat perhatian tersendiri. Pihak Tiongkok tampaknya tidak senang dengan keputusan India yang mengadakan KTT melalui video alih-alih pertemuan tatap muka. Media resmi Tiongkok telah menyindir India yang tidak hangat dalam memperlakukan SCO, jika dibandingkan dengan KTT SCO tahun lalu yang diadakan di Uzbekistan. Kehadiran Xi Jinping di KTT SCO saat itu merupakan perjalanan luar negeri pertamanya sejak COVID-19 merebak.
KTT tahun ini diselenggarakan oleh India. Pada bulan Mei tahun ini India mengumumkan rencananya untuk menyelenggarakan KTT SCO secara online. Dalam sebuah komentar yang diterbitkan oleh media PKT “Global Times” Juni disebutkan : Bahkan jika India bersikap dingin terhadap KTT SCO atau bertindak sebagai penghalang dalam isu-isu tertentu, Tiongkok dan negara anggota lainnya dapat dengan mudah mengeluarkan India dari kerja sama.
Mengapa PM. Modi memilih untuk mengadakan KTT secara online ?
Media AS “Washington Post” menyebutkan bahwa setidaknya bagi India, rasanya kurang ideal untuk menerima kunjungan Putin dan Xi Jinping dua minggu setelah Modi melakukan kunjungan kenegaraan ke Amerika Serikat dan menerima sambutan hangat dari Presiden Joe Biden.
Michael Kugelman, Direktur Institut Asia Selatan di Wilson Center mengatakan bahwa Modi menerima sambutan hangat dari para pemimpin Amerika selama kunjungannya baru-baru ini, “Jadi (bagi India) masih terlalu dini untuk menyambut para pemimpin Tiongkok dan Rusia”.
“Nikkei News” mengatakan bahwa dengan pertemuan online memungkinkan Modi menghindari potensi rasa malu. Modi baru saja sukses melakukan kunjungan kenegaraan ke Amerika Serikat belum lama ini. Amerika Serikat adalah musuh bebuyutan Rusia, sementara hubungan antara India dengan Tiongkok telah memburuk karena perebutan kepemimpinan regional dan konflik perbatasan Tiongkok – India. Tentara Tiongkok dan India terlibat dalam pertempuran tangan kosong yang mematikan di daerah perbatasan pada tahun 2020, dengan korban di kedua pihak. Dan, pada tahun 2021 dan 2022, konflik perbatasan juga berulang kali terjadi.
Pekan lalu, India juga bergabung dengan Filipina dalam upaya mendesak Tiongkok untuk mematuhi putusan arbitrase internasional 2016. Putusan itu menolak klaim kedaulatan Tiongkok atas sebagian besar Laut Tiongkok Selatan. Tetapi Tiongkok menolak untuk mengakui keputusan tersebut.
“Nikkei News” mengutip ucapan Harsh V. Pant, seorang profesor hubungan internasional di King’s College London dan wakil presiden penelitian dan kebijakan luar negeri di “Observer Research Foundation” di New Delhi, memberitakan bahwa mengingat adanya kontradiksi internal di SCO, India kemudian berpendapat menyelenggarakan KTT SCO secara on-line rasanya OK juga.
Ketegangan yang cukup tinggi juga terjadi antara India dengan Pakistan yang juga anggota SCO, kedua kekuatan nuklir itu telah lama berselisih mengenai wewenang kendali atas Kashmir.
Yogesh Gupta, seorang pejabat di kementerian luar negeri India dan mantan duta besar, mengatakan bahwa SCO “selalu dibatasi oleh perbedaan di antara negara-negara anggotanya”. Ini termasuk berbagai masalah praktis dan sejarah serta pertanyaan mendasar. Yogesh Gupta mengatakan bahwa, PKT ingin mendorong “lebih banyak tatanan global yang didominasi oleh Beijing”, sementara India lebih memilih dunia yang multipolar.
Pejabat India tersebut mengatakan, para pemimpin SCO berhasil mengadopsi “Deklarasi New Delhi” pada pertemuan Selasa (4 Juli) juga 2 pernyataan bersama lainnya. Yang satu tentang kerja sama dalam melawan radikalisasi yang mengarah pada separatisme, ekstremisme, dan terorisme, dan yang lainnya tentang bekerja sama demi mewujudkan transformasi digital. (sin)