oleh Luo Tingting/Wen Hui
Semua bunga dan benda berkabung di luar sekolah menengah No 34 Qiqihar, Provinsi Heilongjiang, Tiongkok, yang roboh pada 23 Juli, akhirnya dibersihkan aparat setempat pada 30 Juli. Tindakan tersebut menimbulkan kemarahan netizen daratan Tiongkok. Ada yang menulis : “Reruntuhan belum dibersihkan, buru-buru membersihkan area berkabung!”
Sebuah video yang dirilis di media sosial daratan Tiongkok menunjukkan setelah tujuh hari pertama, para siswa yang tewas akibat runtuhnya atap gimnasium baru saja berlalu. Pada 30 Juli, pihak berwenang mengirimkan sejumlah besar personel untuk membersihkan bunga dan benda duka cita yang dikirim oleh netizen dari seluruh Tiongkok. Mulai dari gerbang sekolah, mereka menyemprot seluruh sekolah dengan pistol air hingga jalan-jalan dibersihkan. Kini, suasana di lokasi tak menyisakan sedikitpun bekas suasana berkabung.
Ada juga video yang menunjukkan bahwa pada hari yang sama, sekolah mengirimkan petugas khusus di luar gerbang sekolah. Mereka melarang siapapun meletakkan bunga dan benda-benda berkabung.
Pembersihan bunga-bunga duka cita memicu protes di internet, mereka menuliskan pesan yang berbunyi : “Mengapa mereka membersihkannya begitu cepat?
“Reruntuhannya bahkan belum dibersihkan, mereka terburu-buru membersihkan tugu peringatan, tak masuk akal.”
“Ini bukan anak pemimpin. Mereka tidak peduli. Saat ini, hati para pejabat lebih keras daripada yang lain.”
“Satu hujan, satu periode waktu, tidak ada yang tersisa kecuali rasa sakit seumur hidup bagi orang-orang yang dicintai.”
(Tangkapan layar Weibo)
“Hati sudah dingin, hatiku hancur, aku tidak tahu harus berkata apa, tidak ada rasa sakit di surga, selamat jalan anak-anak!”
“Hapus, lupakan. Waktu akan mengingat, sejarah akan menyaksikan.”
“Orang-orang di seluruh negeri sedang menunggu jawaban.” “Tidak ada berita resmi?”
Runtuhnya atap gimnasium sekolah pada 23 Juli mengakibatkan kematian 10 pemain bola voli putri dan seorang pelatih wanita dari Sekolah Menengah Qiqihar No.34. Bencana buatan manusia ini menarik perhatian kebanyakan pengguna internet di daratan Tiongkok.
Setelah insiden , alih-alih menenangkan dan membantu orangtua siswa, pihak berwenang mengirim sejumlah besar petugas polisi untuk menjaga stabilitas, memantau dan mengawasi para orangtua siswa. Aparat menunda pemberitahuan kematian para anak-anak tersebut , mencegah orang tua melihat jenazah anak-anak mereka. Bahkan, memaksa para orang tua untuk menandatangani apa yang disebut “perjanjian kerahasiaan” dan seterusnya. Setelah insiden itu terungkap, memicu kemarahan di internet.
Sejak 24 Juli, netizen dari seluruh negeri Tiongkok memesan bunga, teh susu, dan barang duka cita lainnya untuk dikirim ke Sekolah Menengah Qiqihar No. 34 melalui platform pengiriman makanan untuk berduka atas kematian para siswa. Bunga dan benda-benda yang ditempatkan di luar gerbang sekolah tersebar di seberang jalan, mengungkapkan keluhan secara diam-diam masyarakat terhadap pihak berwenang.
Pada 29 Juli, hari ketujuh kematian siswa yang tewas, Wang Xuming, mantan juru bicara Kementerian Pendidikan Partai Komunis Tiongkok (PKT), mengunggah pesan di microblog-nya, menanyakan mengapa Sekolah Menengah Qiqihar 34 tidak memberikan penghormatan kepada siswa yang meninggal dunia. Mengapa bunga tidak diperbolehkan diletakkan di kampus? Dia menuduh pejabat tersebut “melawan rakyat”. Unggahan tersebut menarik perhatian banyak netizen Tiongkok.
Di bawah tekanan opini publik, pihak sekolah mengeluarkan penghormatan di Weibo pada malam 29 Juli, namun isinya dicurigai sebagai plagiat, sehingga menimbulkan lebih banyak kritik dan menuduh pihak sekolah hanya berpura-pura.
Saat ini, 11 korban dari sekolah menengah Qiqihar 34 telah dikremasi. Sebuah video yang diposting secara online menunjukkan ibu dari pemain bola voli berusia 13 tahun, Wei Yuxin, mengalami gangguan emosional, Ia berteriak “jangan bakar putri saya” dalam kesedihan saat tubuh anak-anaknya dikremasi! Jangan ……”, yang membuat pendengarnya terenyuh.
(Sintesis tangkapan layar Weibo)
Pada 29 Juli malam, di stadion Harbin International Convention and Exhibition Centre yang menggelar Liga Divisi Satu Asosiasi Sepak Bola Tiongkok, poster publisitas pra-pertandingan berubah menjadi cetakan hitam putih. Bola di poster dan lapangan pertandingan adalah setengah sepak bola dan setengah bola voli, yang memiliki makna yang jelas.
Setelah pertandingan dimulai, Bingcheng mencetak gol pertama pada menit ke-35. Para pemain mengangkat tangan dan mengarahkan jari telunjuk mereka ke langit, dan para penonton juga berdiri dan mengarahkan jari telunjuk mereka ke langit untuk mengungkapkan belasungkawa mereka kepada para korban sekolah menengah ke-34 di Qiqihar.
Di akhir pertandingan, para pemain dan penonton menyanyikan lagu lama berbahasa Inggris “Red River Valley” untuk mengekspresikan belasungkawa mereka.
Seorang netizen yang mengetahui kejadian tersebut mengungkapkan bahwa kelompok penggemar Heilongjiang ingin memimpin para penonton untuk mengheningkan cipta, namun terpaksa mengurungkan niatnya setelah “diajak bicara” sebelum pertandingan. (Hui)