oleh Yi Ru
Kepala negara dari Amerika Serikat, Jepang, dan Korea Selatan bertemu di Camp David dan setuju untuk mengadakan latihan militer bersama setiap tahunnya. Tujuan utama KTT tersebut adalah untuk membahas bagaimana menghadapi Tiongkok dan Korea Utara.
Pada Jumat (18 Agustus), Presiden AS Joe Biden bertemu dengan Presiden Korea Selatan Yoon Suk Yeol dan Perdana Menteri Jepang Fumio Kishida di Camp David. Tujuan utama dari KTT trilateral ini adalah untuk membahas bagaimana menghadapi Tiongkok dan Korea Utara.
Ini adalah pertama kalinya Biden bertemu dengan para pemimpin asing di resor kepresidenan Camp David, dan ini juga pertama kalinya bagi ketiga kepala negara mengadakan pertemuan puncak terpisah. Para menteri luar negeri ketiga negara mengadakan konferensi video pada 16 Agustus dan menyepakati bahwa KTT ini akan menjadi tonggak penting dalam kerja sama antara Amerika Serikat, Jepang, dan Korea Selatan.
“Tegasnya, ancaman keamanan dari Korea Utara dan Tiongkok tampaknya semakin besar dan jelas. Terutama Korea Utara yang telah berulang kali menguji rudal selama beberapa tahun belakangan ini. Sedangkan AL Tiongkok juga menimbulkan ancaman keamanan terhadap wilayah sekitarnya, khususnya provokasi militer Tiongkok di Selat Taiwan. Jadi tentu saja mereka merasa perlu untuk membuat tanggapan yang lebih tegas dan serius,” kata Dr. Yao-Yuan Yeh, Profesor Studi Internasional dari The University of St. Thomas (UST) Houston.
Menurut para pejabat, ketiga kepala negara sepakat untuk mengadakan latihan militer gabungan lintas dinas setiap tahunnya, dan berencana mengadakan pertemuan puncak trilateral setiap tahun di masa mendatang.
Situs web berita digital Amerika Serikat “Axios” memberitakan bahwa pada KTT ini, para pemimpin ketiga negara akan mengeluarkan pernyataan bersama dan pedoman pengaturan hubungan ketiga negara – “Camp David Principles”, juga membahas isu mengenai kecerdasan buatan (AI), jaringan, program kerjasama di bidang non-militer seperti keamanan ekonomi.
“Kerja sama ini sebenarnya memiliki multi-segi. Yang pertama adalah industri strategis, AI, dan lain-lain., karena terkait dengan industri pertahanan dan industri militer. Selain itu yang lebih tradisional adalah, misalnya, kerjasama untuk mengumpulkan informasi misil, atau mengetahui gerak gerik musuh dan berbagi intelijen. Selain itu, yang lebih condong ke kepentingan aliansi adalah, jika terjadi konflik atau perang di Jepang atau Semenanjung Korea, bagaimana ketiga pihak ini bekerja sama erat di bawah pimpinan AS. Hal ini menjadi sangat penting,” ujar Shen Ming-Shih, seorang peneliti dan Direktur Institut Riset Keamanan Pertahanan Nasional Taiwan.
Ini juga merupakan tanda terbaru dari membaiknya hubungan antara Jepang dengan Korea Selatan. Kedua pemerintah telah mengesampingkan dendam sejarah dan meningkatkan kerja sama mereka. Yoon Suk Yeol mengunjungi Tokyo pada Maret tahun ini, dan Fumio Kishida melakukan kunjungan kembali ke Seoul pada bulan Mei. Bulan lalu, Jepang kembali menempatkan Korea Selatan sebagai negara prioritas dengan status perdagangan jalur cepat, mengakhiri perselisihan ekonomi yang berlangsung selama empat tahun.
15 Agustus Korea Selatan merayakan Hari Pembebasan ke-78 dari penjajahan Jepang. Saat menghadiri upacara perayaan di Ewha Womans University, Yoon Suk Yeol mengatakan bahwa KTT tripartit merupakan tonggak baru dalam kerja sama trilateral. Korea Selatan dan Jepang kini menjadi mitra yang berbagi nilai-nilai yang sama dan mengejar kepentingan bersama. Aliansi Korea Selatan – AS juga merupakan aliansi perdamaian dan aliansi kemakmuran berdasarkan nilai-nilai universal.
Yoon Suk Yeol juga mengatakan : “Komunisme, kekuatan totaliter selalu menyamar sebagai aktivis propresif, yang pro-demokrasi, hak asasi manusia, tetapi terus-menerus melakukan agitasi, aktivitas yang lebih tercela dan anti-manusia”.
“Kita jangan sampai dibodohi oleh kekuatan totaliter dan hamba-hambanya, atau tunduk kepadanya,” tambah Yoon Suk Yeol.
PKT, di sisi lain, mengecam dan menuduh KTT trilateral tersebut sebagai upaya untuk membentuk NATO kecil di Asia Timur Laut. Korea Utara juga menuduh Amerika Serikat “membentuk NATO versi Asia” dengan memperkuat kerja sama militer dengan Jepang dan Korea Selatan.
“Saya pikir yang lucu adalah, Tiongkok sering menyinggung soal NATO-isasi ini merupakan ancaman bagi orang lain, padahal NATO sebenarnya adalah organisasi keamanan defensif. Artinya, ada serangan dari negara ketiga terhadap negara anggota NATO, maka mekanisme pertahanan baru diaktifkan. Dari sudut pandang sejarah, organisasi keamanan pertahanan selama ini tidak pernah melancarkan perang melawan negara ketiga, jadi itu adalah tuduhan fiktif,” kata Dr. Yao-Yuan Yeh.
Tiongkok, Korea Utara, dan Rusia sedang mengembangkan hubungan militer yang lebih erat. “Ketika AS, Jepang, dan Korea Selatan bersatu, maka lanskap strategis secara mendasar akan berubah,” kata Duta Besar AS untuk Jepang Rahm Emanuel. (sin)