oleh Cheng Jing dan Yi RuÂ
Serangkaian data resmi yang dipublikasikan menunjukkan bahwa ekonomi Tiongkok sedang terpuruk, perusahaan besar satu demi satu dilanda kesulitan membayar hutang, investor asing menarik diri, nilai renminbi anjlok. Tetapi dalam situasi demikian ini pejabat Partai Komunis Tiongkok (PKT) tingkat tinggi malahan “menghilang”. Sampai saat ini belum juga ada langkah-langkah stimulus ekonomi yang berskala besar. Menurut analisis ahli, bahwa Xi Jinping yang terjebak dalam berbagai kesulitan sedang menghadapi kesulitan untuk mengambil keputusan.
Perekonomian Tiongkok sedang menuju keruntuhan, tetapi PKT malahan “acuh”
Menurut data yang dirilis Administrasi Valuta Asing Tiongkok pada Rabu (16 Agustus), kepemilikan obligasi investor asing turun sebesar RMB. 37 miliar pada Juli tahun ini, sehingga menjadi RMB. 3,24 triliun.
Data menunjukkan bahwa investasi langsung perusahaan asing di Tiongkok pada kuartal kedua tahun ini hanya berjumlah USD. 4,9 miliar, atau menurun sebesar 87% YoY.
Financial Times melalui pengkajian terhadap data yang diperoleh dari arus perdagangan Shanghai-Hong Kong Stock Connect dan Shenzhen-Hong Kong Stock Connect menemukan, bahwa setelah pertemuan Politbiro PKT pada bulan Juli berjanji akan memberikan dukungan kebijakan yang besar, yang sempat mendorong modal asing untuk membeli saham Tiongkok sampai lebih dari RMB. 54 miliar, tapi sekarang tampaknya seluruh saham itu sudah hampir habis dijual kembali oleh asing.
Saham Tiongkok telah menghapus semua keuntungan dari fluktuasi harga yang terjadi pasca-pertemuan politbiro. Indeks CSI 300 hampir sepenuhnya membalikkan kenaikan 5,7% setelah pertemuan Politbiro. Ini menunjukkan bahwa harapan investor terhadap usaha penyelamatan besar yang dijanjikan PKT telah memudar.
Beberapa hari kemudian, pemerintah Tiongkok merilis serangkaian data ekonomi pada Juli tahun ini, yang menunjukkan bahwa ekonomi sedang menuju keruntuhan total. Investasi, konsumsi, dan “troika” industri yang merupakan penggerak pertumbuhan ekonomi semuanya menyusut. Raksasa real estate, keuangan bahkan perusahaan milik negara satu demi satu dilanda kesulitan, menyebabkan kekhawatiran orang bahwa ekonomi Tiongkok sedang menuju ke arah kehancuran.Â
Pekan lalu, Presiden AS Joe Biden juga menyebut masalah ekonomi Tiongkok sebagai “bom waktu yang tengah berdetak”. Ia bahkan mengatakan : “Ini berbahaya, karena ketika orang jahat memiliki masalah, ia bisa melakukan hal-hal buruk.”
Dalam situasi yang begitu parah, Beijing justru tidak begitu peduli. Pemimpin Partai Komunis Tiongkok Xi Jinping dan pejabat puncak lainnya telah “menghilang” selama setengah bulan. Sejauh ini, mereka belum meluncurkan langkah-langkah stimulus ekonomi besar-besaran untuk meningkatkan kepercayaan pasar.
Kontradiksi dalam kebijakan Tiongkok menyebabkan banyak kesulitan
Menurut analisis, alasan mengapa otoritas PKT tidak berhasil menelurkan kebijakan untuk menstimulus ekonomi berskala besar adalah karena kebijakannya saling bertentangan, dan Xi Jinping berada dalam dilema. Tetapi pejabat tingkat menengah dan rendah bingung, tak bisa berbuat banyak menyebabkan perusahaan swasta sulit bergerak dan mempercepat pelarian modal dari Tiongkok.
Perdana Menteri Li Qiang mengatakan pada pertemuan Dewan Negara pada Rabu, bahwa Dewan Negara akan terus memperdalam reformasi dan keterbukaan, dan akan terus memperkenalkan kebijakan untuk merangsang konsumsi dan mempromosikan investasi, “mengoptimalkan” lingkungan usaha perusahaan swasta, meningkatkan upaya untuk menarik investasi asing. Tetapi tidak ada detail spesifik yang dibeberkan.
Namun “undang-undang anti-spionase” yang diberlakukan mulai 1 Juli 2023 dan penggerebekan terhadap beberapa perusahaan konsultan asing telah memicu gelombang kecemasan dalam komunitas bisnis asing. Selain itu, fokus Xi Jinping pada keamanan nasional justru membatasi pembangunan ekonomi, berlawanan arah dengan keinginan untuk menghidupkan kembali ekonomi, dan membuat penarikan modal asing.
Otoritas PKT juga menangguhkan penerbitan data tentang tingkat pengangguran kaum muda, yang jumlahnya terus membumbung tinggi. Analis mengatakan, ini sebagian akibat dari tindakan keras yang dilakukan regulator Tiongkok terhadap perusahaan besar di bidang teknologi, pendidikan, real estate, dan keuangan.
“Masalah inti tahun ini adalah bahwa pejabat tingkat atas hanya mengeluarkan instruksi yang tidak jelas secara operasional kepada pejabat tingkat bawahan. Mereka hanya diminta untuk menjaga keseimbangkan pertumbuhan ekonomi dengan menjamin stabilitas keamanan negara,” kata Christopher Beddor, Wakil Direktur Penelitian Longzhou Economic News kepada Reuters.
Sedangkan pejabat bawahan bingung. Christopher Beddor mengatakan : “Jika para pejabat tidak yakin dengan apa yang diinginkan oleh pimpinan, mereka mungkin akan menunda mengambil tindakan apa pun sampai mereka menerima lebih banyak informasi. Akibatnya adalah kebijakan menjadi lumpuh, meskipun hal itu harus dibayar mahal.”
Selain itu, Beijing takut dengan perkembangan ekonomi swasta. Xu Chenggang, seorang sarjana di Pusat Studi Ekonomi dan Kelembagaan Universitas Stanford, mengatakan kepada Reuters : “Yang ditakuti Partai Komunis Tiongkok sejak lama adalah bahwa jika kapitalisme dan ekonomi swasta cukup kuat, maka rezim PKT mungkin akan digulingkan.”
Perekonomian Tiongkok tidak bisa lagi dirangsang
Ada ahli ekonomi yang berpendapat bahwa tidak peduli seberapa besar kemampuan untuk merangsang pertumbuhan ekonomi Tiongkok, itu tidak akan berhasil. Jadi untuk apa lagi dirangsang ?
Frank Tian Xie, ​​​​profesor pemasaran di Aiken School of Business University of South Carolina kepada “Epoch Times” pada 17 Agustus menjelaskan, bahwa ekonomi Tiongkok sudah berada dalam resesi yang dalam. Karena seluruh troika yang menjadi penggerak ekonominya sudah tidak bergerak. Ditambah lagi dengan diplomasi serigala perang PKT, memburuknya lingkungan eksternal, sehingga resesi ekonomi ini dapat berlangsung sampai 5 tahun atau lebih, jadi tidak ada cara untuk menyelamatkannya.
Baru-baru ini, otoritas PKT mengeluarkan 24 butir kebijakan untuk menarik investasi asing dan 31 butir kebijakan untuk mendukung perusahaan swasta. Frank Tian Xie mengatakan bahwa tidak ada hal baru kecuali “lagu lama yang dinyanyikan kembali”, efektivitasnya bakal sangat rendah.
Otoritas PKT mengadopsi langkah-langkah seperti memangkas suku bunga dan meningkatkan peredaran RMB. Pada 17 Agustus, nilai tukar RMB terhadap dolar AS jatuh sampai di bawah angka 7,31, dan harga lepas pantai sempat menyentuh angka mendekati 7,35 pada intraday transaction. Angka terendah yang dilaporkan adalah USD.1,- = RMB. 7,3497. Setelah Bank Sentral Tiongkok melakukan intervensi harga renminbi lepas pantai baru mengalami sedikit penguatan menjadi 7,30.Â
Komentator Wang He baru-baru ini mengatakan kepada “Epoch Times” bahwa ini hanyalah perilaku otoritas PKT seakan ia “menyelamatkan ekonomi” untuk meningkatkan kepercayaan pasar. “Tetapi jika Anda terus memangkas suku bunga dan Amerika Serikat terus menaikkan suku bunga, modal asing tentu saja akan lari dari Tiongkok, dan hal ini pasti akan menyebabkan depresiasi nilai renminbi. Saat ini otoritas PKT sedang terjebak dalam dilema.”
Frank Tian Xie dalam menanggapi apa yang disebut “langkah-langkah stimulus ekonomi berskala besar”, mengatakan bahwa ​​​​PKT telah berkali-kali menggelontorkan triliunan renminbi untuk keperluan mengangkat pertumbuhan ekonomi, tetapi sia-sia saja. Sebaliknya, tindakan itu telah memperbesar gelembung real estate dan gelembung modal. Selain itu, mereka juga terus mencetak uang secara membabi buta, meskipun sadar bahwa hal itu mengancam terjadinya inflasi.
“Sekarang otoritas PKT menggunakan cara lain mengumpulkan uang untuk menutupi kasnya yang tekor. Misalnya, salah satunya adalah melalui antikorupsi di bidang perawatan medis. Diperkirakan triliunan yuan bisa dihasilkan dari membasmi korupsi pada perawatan medis lewat penangkapan terhadap berbagai pejabat korup. Lalu menyita uang mereka guna menutupi kebutuhan mendesak dan mengatasi defisit pemerintah yang sedang terjadi,” katanya.
Frank Tian Xie mengatakan bahwa otoritas PKT tidak berencana membagi dana kepada warga sipil untuk merangsang ekonomi, dan memang kas negara sudah tidak menunjang untuk itu.
“Tetapi walaupun diberi dana oleh otoritas, uang itu bisa jadi tidak digunakan untuk bisnis oleh warga sipil, apalagi untuk konsumsi tetapi akan ditabung karena mereka tidak lagi percaya terhadap pemerintah,” katanya.
Pakar : Xi Jinping “acuh” terhadap isu ekonomi kecuali berfokus untuk melindungi rezim PKT
Frank Tian Xie mengatakan bahwa masih ada satu alasan lain yaitu otoritas PKT sekarang tidak berfokus pada konstruksi ekonomi, juga tidak peduli dengan ekonomi, asal bisa bertahan saja”.
Dua hal terpenting, menurut Frank Tian Xie adalah, ​​​​satu untuk melindungi partai dan rezimnya, Xi Jinping sadar bahwa keberadaan rezim sudah terancam. Kedua, Xi Jinping sedang bersiap untuk berperang, atau menginvasi Taiwan, itu juga salah satu bentuk untuk melindungi rezim PKT.
“Jadi sekarang semua tindakan politik, ekonomi, dan antikorupsi PKT sebenarnya bertujuan untuk memperpanjang umur rezim PKT, agar PKT dapat terus bertahan. Baik itu perilaku melindungi partai maupun mempersiapkan diri untuk menginvasi Taiwan, itu sebenarnya tujuannya adalah sama,” imbuhnya.
Frank Tian Xie percaya bahwa Xi Jinping sedang menempuh jalan menuju “ekonomi kekurangan” (Economics of Shortage) dan “ekonomi perang” dari paham sosialisme untuk memecahkan masalah kelangsungan hidup PKT. (sin)