oleh Li Zhaoxi/ Lin Qing – NTD
Ratusan orang berkumpul di Suriah selatan pada Jumat (1 September) menyerukan Presiden Bashar al-Assad turun dari jabatannya. Aksi protes yang meluas selama hampir dua minggu di negara tersebut meletus saat kondisi kehidupan semakin memburuk. Kini telah meningkat menjadi seruan untuk perubahan politik.
“Assad keluar, Suriah bebas!” teriak massa di selatan kota Sweida.
“Suriah bukan peternakan dan kami bukan domba,” demikian bunyi salah satu poster.
Suriah yang dilanda perang berada di tengah krisis ekonomi yang parah dengan mata uangnya anjlok pada bulan lalu ke rekor terendah 15.500 pound Suriah terhadap dolar. Ketika perang Suriah pecah 12 tahun lalu, 47 pound Suriah bernilai satu dolar.
Aksi protes yang digelar awalnya didorong oleh melonjaknya inflasi dan memburuknya perekonomian. Kini sudah mulai bergeser dengan para pengunjuk rasa yang menyerukan agar pemerintahan Assad mundur.
“Kami tidak akan meninggalkan lapangan ini, baik mati bersama atau hidup bersama, semua warga Suriah bersama,” kata seorang pengunjuk rasa di Sweida.
Aksi demonstrasi menentang penghapusan subsidi bahan bakar meletus di Sweida pada Agustus. Provinsi Sweida adalah jantung komunitas minoritas Druze di negara itu, berada di bawah kendali pemerintah selama perang dan sebagian besar terhindar dari kekerasan yang terjadi di tempat lain.
Aksi protes yang berpusat di provinsi Sweida yang dikuasai pemerintahan Assad merupakan hal yang tidak biasa. Druze adalah kelompok agama minoritas, sebagian besar tetap netral dalam konflik antara Assad dan oposisi Suriah.
Kritik masyarakat terhadap pemerintah jarang terjadi di wilayah-wilayah yang dikuasai pemerintah, namun ketidakpuasan semakin meluas seiring dengan memburuknya situasi perekonomian.
Aksi protes 1 September semakin memperparah perpecahan, meskipun ada perbedaan pendapat di kalangan pimpinan Druze mengenai aksi protes. Beberapa pemimpin Druze mengkritik seruan pengunjuk rasa agar presiden mundur dan menyerukan perbaikan kondisi sosial ekonomi harus dilakukan melalui dialog.
Puluhan pengunjuk rasa juga berkumpul pada hari itu di provinsi tetangga Deira, tempat aksi protes meletus pada 2011 lalu. Mereka membawa bendera bintang tiga yang melambangkan pemberontakan di Suriah dan tanda-tanda yang mengkritik Iran, sekutu utama Assad.
Aksi protes damai pada tahun 2011 ditanggapi dengan kekerasan oleh pemerintah Suriah, yang menyebabkan pecahnya perang di Suriah yang berlanjut hingga hari ini yang menewaskan ratusan ribu orang. Wilayah tersebut sebagian besar tetap tenang dalam beberapa tahun terakhir ketika pemerintah Suriah, yang didukung oleh Rusia dan Iran mendorong pemberontak kembali ke wilayah barat laut.
Warga di wilayah lain Suriah yang dikontrol lebih ketat oleh pemerintah juga menggelar aksi protes dengan lebih hati-hati agar tidak terdeteksi oleh pasukan pemerintah. Foto-foto yang diunggah di halaman media sosial para aktivis menunjukkan beberapa warga di provinsi pesisir Tartus memegang kartu pos kecil bertuliskan: “Suriah milik kami, bukan partai yang berkuasa.” (Hui)