Shi Ping & Lin Yan
Setelah menjadikan investasi dalam negeri AS sebagai ajang perang politik, raksasa manager investasi Wall Street diboikot oleh masyarakat, sehingga mereka mau tidak mau beralih ke pasar Tiongkok, dan berharap dapat menutupi kerugian investasinya.
Di saat yang sama, para sesepuh tidak bersikeras mencari topik yang sama seperti perlindungan lingkungan hidup di Tiongkok. Fenomena ini telah memicu kewaspadaan sejumlah pakar.
Pada seminar berjudul “Jangan Berikan Modal Bagi Musuh” yang diadakan oleh wadah pemikir “Committee on the Present Danger: China”, mantan analis keuangan dari Prudential Financial Inc. dan Lehman Brothers Inc. yakni Stephen Soukup menyatakan kepada The Epoch Times, Wall Street telah terjebak di Tiongkok dan tidak bisa melepaskan diri lagi; mereka mengira, memiliki hubungan baik dengan para petinggi PKT, bisa saja bermain lebih cantik daripada orang lain
Saat ini Soukup adalah komentator senior sekaligus wakil CEO dan penerbit “Political Forum”, dan penulis buku yang berjudul “The Dictatorship of Woke Capital”.
“Mereka percaya dirinya bekerja dengan aturan yang berbeda dengan orang lain.” Soukup mengatakan, seperti yang dikatakan CEO BlackRock yakni Larry Fink, investasi di Tiongkok adalah “peluang terbesar” yang pernah didapatnya, “Ia percaya telah menjalin hubungan di Tiongkok, apapun masalah yang terjadi pada orang lain, ia selalu bisa mengatasi masalahnya dengan baik.”
Ia mengemukakan dana pensiunan terbesar AS yang dikelola oleh BlackRock yakni Dana Pensiunan Pegawai Negeri California (CaIPERS) sebagai contoh, sebesar 14 milyar dolar AS (sekitar 3% dari total asset sebesar 460 milar) yang diinvestasikan ke pasar Tiongkok, ia menyebutnya sebagai “investasi bagi Partai Komunis Tiongkok”.
Soukup menjelaskan, banyak sekali dana pensiunan publik yang sangat besar, karena melakukan investasi ESG telah mengalami kerugian, sehingga mereka sedang berupaya “menambal kerugian tersebut dengan cara melakukan investasi berisiko tinggi di Tiongkok”.
Kerugian Besar Para Sesepuh Wall Street Dalam Investasi Di Sektor ESG
Dalam laporan tahunan perusahaan yang dipublikasikan pada Maret tahun ini, raksasa Wall Street mengatakan, pandangan berbagai pihak terhadap ESG berbeda, dan telah membentuk risiko keuntungan. Anggota DPR dari negara bagian konvensional sedang mempertimbangkan untuk membuat atau meloloskan undang-undang yang menuntut raksasa Wall Street yang mengelola dana pensiunan pemerintah agar menarik dana investasinya dari proyek investasi ESG. Apakah ESG itu?
Investasi ESG (Environmental, Social and Governance Investing) adalah investasi yang mempertimbangkan keseluruhan kinerja meliputi faktor perlindungan lingkungan, tanggung jawab sosial, dan tata kelola perusahaan. Seiring dengan bangkitnya Gerakan ESG, investasi telah menjadi suatu ajang perang politik.
Jika hendak berpijak di sisi gerakan “kesadaran” ini, para manajer investasi seharusnya meninggalkan investasi pada hal yang menyangkut hidrokarbon atau apapun yang dapat memperburuk pemanasan global. Jadi ESG juga dipandang sebagai bagian dari upaya politik yang lebih luas untuk menentang raksasa energi konvensional seperti minyak bumi.
Surat kabar Wall Street Journal memberitakan, pendiri GMO LLC yakni Jeremy Grantham menyatakan, “Cara seperti ini dampak ekonominya sangat terbatas, tetapi memiliki fungsi propaganda.”
Namun, sekarang gelombang menentang ESG di AS kian hari kian sengit, Fink dari BlackRock mengatakan, pejabat keuangan dari berbagai negara bagian yang didominasi oleh Partai Republik (konservatif) telah menarik dana sekitar 4 milyar dolar AS pada 2022 karena kekhawatiran akan ESG.
Kebijakan investasi ESG di BlackRock dan State Street Corporation dikritik habis-habisan pada forum dengar pendapat di Dewan Legislatif Negara Bagian Texas pada Desember lalu. Dalam dokumen deklarasi State Street Corporation disebutkan, ulasan terhadap tindakan ESG, telah menimbulkan risiko politik dan reputasi, dan para investigator negara bagian telah menuntut agar diserahkan data terkait. Saat ini Komite Peradilan DPR yang dikuasai oleh Partai Republik sedang mendalami maksud dan tujuan investasi ESG terhadap CaIPERS (California Public Employees’ Retirement System).
Wall Street Sangat Canggung
Soukup mengatakan, berdasarkan data tahun lalu, imbal hasil (ROI) investasi ESG pada CaIPERS hanya sepertiga dari investasinya di S&P500, “Karena mayoritas (investasi ESG) adalah faktor politik, dan bukan untuk mendapatkan keuntungan, mereka tidak melakukan hal yang seharusnya dilakukan untuk menjaga kewajiban fidusianya.”
Soukup selanjutnya menambahkan, dengan demikian CaIPERS tidak dapat memenuhi komitmennya, berarti para penerima dana pensiun harus menyelesaikan sendiri masalah ini, atau daerah setempat harus menaikkan pungutan pajak untuk bisa memberikan dana pensiun dengan nominal yang sesuai; CaIPERS bisa melakukan hal ketiga yakni diinvestasikan ke tempat lain untuk memperoleh pendapatan tambahan, walaupun harus menempuh investasi yang berisiko tinggi.
CaIPERS telah berinvestasi sebesar 14 milyar dolar AS di Tiongkok, terhadap rencana penarikan modal ini, Soukup berkata, “Mereka sungguh tak berdaya, karena kalau mereka keluar sekarang, mau tidak mau mereka harus menanggung kerugian yang serius, dan ini akan semakin merugikan para pensiunan dan berbagai distrik di negara bagian California.”
Pada 22 Agustus lalu, Direktur Investasi (CIO) CaIPERS yakni Nicole Musicco menyatakan kepada Bloomberg, investasi mereka di Tiongkok adalah “benar”, tetapi mereka “harus berhati-hati”. Tidak hanya Dana Pensiunan Pegawai Negeri California saja, Dana Masa Tua Pensiunan Guru California, Dana Pensiunan Kota New York, juga dilakukan investasi dalam jumlah besar di Tiongkok.
Investasi ESG Secara Langsung Atau Tidak Langsung Membantu PKT
Dalam suatu seminar lain awal bulan ini, Soukup menjelaskan bagaimana perusahaan investasi besar di AS telah secara sengaja atau tanpa sengaja membantu PKT. Ia mengatakan, contoh PetroChina “sangat tipikal” mewakili masalah yang dialami AS dalam hal berurusan dengan PKT, khususnya investasi ESG memberikan keunggulan kompetitif bagi PKT.
BlackRock adalah pemegang saham asing terbesar PetroChina, juga merupakan pemegang saham besar di perusahaan multinasional minyak bumi Texas yakni ExxonMobil atau EM.
Di Amerika, pengelola asset dapat memengaruhi dewan direksi. BlackRock memanfaatkan ESG, memaksa ExxonMobil menetapkan program nol emisi, memaksa mereka membatasi investasi pada produksi bahan bakar fosil; sedangkan di PetroChina, BlackRock justru tidak mengatakan apapun soal emisi karbon, faktanya mereka pun tidak bisa berkata apapun.
“Mereka selamanya tidak akan bisa berurusan langsung dengan kalangan manajemen PetroChina, karena mereka dikendalikan oleh PKT.” Soukup berkata, “Oleh karena itu, PetroChina tidak hanya memperoleh keunggulan kompetitif, juga tidak perlu berurusan dengan kepentingan politik dan bukan kepentingan finansial yang didorong oleh perusahaan manajemen asset berskala besar di AS.” Menurut Soukup cara ini telah membuat perusahaan AS memiliki daya saing yang sangat buruk, juga menimbulkan risiko kepentingan yang sangat besar bagi para investor Amerika.
Wakil Direktur “Committee on the Present Danger: China” Frank Gaffney menyatakan, perusahaan asset di AS menuntut standar ESG pada perusahaan AS, tapi tidak mempedulikan tanggung jawab ESG bagi kompetitornya yakni perusahaan Tiongkok. Namun beberapa waktu lalu Komite Khusus Tiongkok DPR telah mulai melakukan investigasi terhadap BlackRock berikut perusahaan indeks mereka yakni MSCI.
“Saya sangat senang mereka melakukannya,” kata Gaffney.
Seiring dengan melambatnya arus transaksi bank investasi AS di Tiongkok dan imbal hasil investasi yang tidak menggembirakan, banyak pihak mengatakan mimpi Wall Street untuk menjadi kaya di Tiongkok telah berantakan.
Hingga artikel ini diterbitkan, pihak BlackRock tidak merespon permintaan komentar dari surat kabar The Epoch Times. (sud/whs)