oleh Lan Caixuan
Baru-baru ini, seorang sumber yang mantan pejabat tinggi di Partai Komunis Tiongkok (PKT) mengungkapkan, bahwa meskipun belasan tahun silam Xi Jinping secara pribadi pernah menyatakan sikap tidak setuju dengan sistem yang diterapkan Partai Komunis Tiongkok, bahkan mencela PKT, dan berjanji akan melakukan reformasi politik setelah berkuasa. Namun setelah memegang kekuasaan, demi mempertahankannya ia malah mengingkari janji awalnya. Alih-alih melakukan reformasi politik, ia bahkan memimpin PKT semakin berhaluan kiri. Kemunduran politiknya menempatkan Xi Jinping dalam bahaya yang semakin besar.
Wu Zuolai, seorang mantan wakil direktur Departemen Penelitian Ilmiah Akademi Seni Tiongkok yang tinggal di Amerika Serikat, mengungkapkan kepada media The Epoch Times beberapa informasi tentang Xi Jinping sebelum ia mengambil alih kekuasaan. Ia juga mengatakan, sejauh yang dirinya ketahui, bahwa lebih dari belasan tahun yang lalu, banyak orang telah mengatakan kalau Xi Jinping juga mencela soal sistem yang dianut Partai Komunis Tiongkok, secara pribadi mengkritik Partai Komunis Tiongkok karena banyak kasus korupsi yang terjadi. Saat itu, Xi Jinping dan keluarganya memiliki hubungan baik dengan kaum reformis, ia pernah menyatakan akan melakukan reformasi politik jika ia berkuasa. Hal itu yang kemudian membuat senang kaum reformis saat itu.
“Jika dia adalah orang yang bertanggungjawab terhadap ucapannya, dia harus bersyukur atas prestasi dari reformasi dan keterbukaan, juga berterima kasih terhadap kaum reformis yang mendukungnya, tepatilah janjinya!,” ujar Wu Zuolai dengan nada kecewa.
Namun, ada pula analis yang berpendapat bahwa bahkan jika pada saat itu Xi Jinping benar-benar membuat janji seperti itu, mungkin janji tersebut digunakan sebagai taktik demi meraih keuntungan pribadinya, atau dia bermain di kedua sisi, sehingga kita perlu menganggapnya serius. Kolumnis Epoch Times Wang He percaya bahwa pernyataan “positif” Xi Jinping pada saat itu mungkin bertujuan untuk naik ke tampuk kekuasaan.
Wang He menjelaskan bahwa sebelum Xi Jinping berkuasa, tentunya ia telah berhubungan dengan orang-orang dari semua aspek, baik yang positif maupun yang negatif, dan ia telah mengutarakan pandangannya tentang semua aspek. Wang He percaya bahwa Xi Jinping naik ke tampuk kekuasaan adalah hasil kompromi dari berbagai faksi, itulah penampakan dari keterkaitan antara semangat kepartaian dan sifat kemanusiaan pribadi seorang Xi Jinping.
Xi Jinping adalah seorang pragmatis, yang juga tercermin dalam memoar mantan Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe. Shinzo Abe percaya bahwa Xi Jinping adalah seorang “realis yang solid”. Dia ingat bahwa Xi Jinping pernah mengatakan kepadanya : “Jika dia lahir di Amerika Serikat, dia tidak akan bergabung dengan Partai Komunis, tetapi bergabung dengan Partai Demokrat atau Partai Republik”. Abe yakin bahwa Xi Jinping bukan masuk Partai Komunis Tiongkok karena cita-cita komunis, tetapi untuk mendapatkan kekuatan politik.
Krisis yang lebih besar gegara Xi Jinping memimpin PKT semakin berhaluan kiri
Xi Jinping meluncurkan kampanye anti-korupsi dalam 5 tahun pertama masa jabatannya, yang sepenuhnya mengungkap sifat korupsi sistemik di dalam tubuh Partai Komunis Tiongkok. Dunia luar pernah percaya bahwa Xi Jinping akan mendorong reformasi sistem politik Tiongkok. Namun belakangan, arah politik Xi Jinping berbalik sehingga membuat suasana politik dalam negeri semakin tertekan dibandingkan dengan waktu sebelumnya. Dunia luar pun tercengang.
Wang He menjelaskan bahwa Xi Jinping sangat dipengaruhi oleh budaya partai, dan di bawah tekanan untuk melindungi partai. Xi Jinping melakukan kompromi dengan faksi Jiang Zemin jelang dan sesudah Kongres Nasional Partai Komunis Tiongkok ke-19 tahun 2017. Akibatnya, situasi politik Tiongkok mulai menurun setelah Kongres Nasional ke-19, yang menyebabkan PKT semakin berhaluan kiri.
Li Nanyang, putri veteran PKT Li Rui juga percaya bahwa perubahan terbesar Xi Jinping terjadi setelah Kongres Nasional ke-19. Sejak saat itu reputasi Xi menurun. Menurut pengamatan Li Nanyang, bahwa pada Kongres Nasional Partai Komunis Tiongkok ke-19, Xi Jinping menghendaki melalui amandemen konstitusi terlebih dahulu untuk mencapai “pemerintahan seumur hidup”, dan membutuhkan dukungan dari pimpinan partai. Dia kemudian membuat transaksi politik berupa menghentikan penggalian atas kasus korupsi keluarga Jiang dengan faksi Jiang.
Mungkinkah kampanye anti-korupsi Xi Jinping dapat menyentuh Jiang Zemin dan Zeng Qinghong ? Ini dianggap sebagai patokan krusial apakah Xi bisa berhasil meninggalkan sistem PKT ? Tetapi Xi Jinping selain tidak berani melangkah maju, malahan memilih mundur.
Wu Zuolai mengatakan bahwa Xi Jinping lebih memegang teguh kepentingan PKT dan memilih menyingkirkan semua kekuatan reformis, namun entah dia tahu atau tidak bahwa jalan Partai Komunis itu menuju kebuntuan.
“Jika Anda tidak mengambil jalur konstitusionalisme demokratis, betapapun kuatnya Anda, keruntuhannya akan lebih kejam,” tegasnya.
Wu Zuolai berpendapat bahwa sebaiknya Xi Jinping mau secepatnya “menemukan pantai dengan berbalik haluan”, lebih mementingkan kepentingan rakyat untuk mencegah diri sendiri, anggota keluarga Xi, dan bahkan anggota Partai Komunis Tiongkok mengalami kehancuran akibat balas dendam secara tiba-tiba. (sin)