oleh Luo Tingting
Xi Jinping berinisiatif mengunjungi Korea Selatan dalam upayanya untuk menarik kedekatan hubungan dengan Korea Selatan, meskipun ia tahu bahwa AS, Jepang dan Korea Selatan telah membentuk aliansi yang kuat untuk melawan komunisme. Selain itu ia juga tahu bahwa Presiden Korea Selatan Yoon Seok-Yeol memiliki sikap keras terhadap PKT dan telah secara terbuka menyatakan sikapnya yang sangat anti-komunis. “Saya membenci komunisme lebih dari siapa pun”, katanya.
Pada 23 September, Perdana Menteri Korea Selatan Han Duck-Soo menghadiri upacara pembukaan Asian Games Hangzhou. Di hari yang sama, Xi Jinping mengadakan pertemuan dengan Han Duck-Soo di Kota Hangzhou.
Pejabat di kantor kepresidenan Korea Selatan mengatakan kepada Kantor Berita Yonhap pada 24 September, bahwa selama pertemuan tersebut, Xi Jinping mengambil inisiatif untuk mengutarakan keinginannya mengunjungi Korea Selatan. Kantor Kepresidenan Korea Selatan kemudian menyatakan akan mengadakan konsultasi formal dengan pihak Tiongkok terkait rencana tersebut.
Pada Juli tahun 2014, Xi Jinping pernah melakukan kunjungan kenegaraan ke Korea Selatan. Mantan Presiden Korea Selatan Moon Jae-in yang bersikap pro-komunis juga mengunjungi Tiongkok dua kali pada tahun 2017 dan 2019. Namun, Xi Jinping tidak membalas kunjungan tersebut, dengan alasan epidemi dan lainnya.
Pada 15 November tahun lalu, Xi Jinping menghadiri KTT G20 di Indonesia dan mengadakan pertemuan pertamanya dengan Presiden baru terpilih Yoon Seok-Yeol. Pada saat itu Xi Jinping menyampaikan keinginannya untuk mengunjungi Korea Selatan setelah situasi epidemi COVID-19 stabil. Namun keinginan tersebut diutarakan oleh Xi Jinping sebelum dirinya diundang oleh Korea Selatan. Hal ini menunjukkan bahkan keinginan Xi untuk memperdekat hubungannya dengan Korea Selatan jauh lebih menggebu.
Berbeda dengan Moon Jae-in, Yoon Seok-Yeol telah berulang kali menyatakan sikap anti-komunisnya secara terbuka. Pada 29 Agustus, Yoon Seok-Yeol mengatakan dalam Pertemuan Konsultasi Unifikasi Demokratis dan Damai yang diadakan di Gedung Biru, mengatakan : “Dalam realitas yang terpecah, kekuatan totalitarianisme komunis dan kepatuhan buta serta pengikut oportunistiknya sering menggunakan kebohongan, propaganda, dan hasutan untuk mengganggu perang psikologi masyarakat bebas”
“Inilah cara totalitarianisme komunis bertahan”, katanya.
Sebelumnya (15 Agustus), Yoon Seok-Yeol juga menyatakan dalam pesannya pada peringatan 78 tahun Hari Pembebasan bahwa kekuatan totaliter komunis “selalu menyamar sebagai aktivis demokrasi, aktivis hak asasi manusia, dan aktivis progresif untuk melakukan hasutan, konspirasi tercela dan tidak etis”.
Ia menekankan : “Kita tidak boleh tertipu atau menyerah pada kekuatan totalitarianisme komunis, golongan yang ketaatannya membabi buta, dan para pengikutnya”.
Pada awal tahun 2022, ketika Yoon Seok-Yeol mencalonkan diri sebagai presiden, dia dengan jelas menyatakan pendiriannya “pro-AS dan Jepang, anti-komunis Tiongkok dan Korea Utara”. Selama lobi kampanyenya pada bulan Februari 2022, dia secara terbuka menyatakan : “Saya membenci komunisme lebih dari siapa pun”, dan menyatakan keprihatinan bahwa beberapa orang “berniat untuk secara perlahan mengubah Korea Selatan menjadi negara sosialis”.
Setelah menjabat, Yoon Seok-Yeol secara bertahap menerapkan strategi “pro-AS dan Jepang, anti-Tiongkok dan Korea Utara”. Mengenai masalah THAAD, ia mengubah kebijakan pemerintahan sebelumnya yang “berlutut”, mengabaikan ancaman Partai Komunis Tiongkok, dan menuntut perluasan penempatan THAAD. Pemerintahan Yoon Seok-Yeol percaya bahwa penempatan sistem THAAD adalah untuk mengatasi ancaman rudal Korea Utara. Jelas PKT sempat marah tetapi tidak berdaya.
Yoon Seok-Yeol juga secara aktif mempromosikan “de-Chinaisasi” perusahaan-perusahaan Korea Selatan dengan cepat membuka pasar lain seperti Amerika Serikat, dan bergabung dengan “Chip Quad Alliance” yang dipimpin oleh Amerika Serikat untuk membendung PKT. Sejak awal tahun ini, ekspor Korea Selatan ke Tiongkok untuk pertama kalinya turun di bawah angka 20%, sementara ekspor ke Amerika Serikat meningkat secara signifikan sebesar 51%.
Pada Maret tahun ini, Yoon Seok-Yeol mengadakan pertemuan puncak bilateral pertamanya dalam 12 tahun dengan Perdana Menteri Jepang Fumio Kishida. Sejak saat itu hubungan Jepang – Korea Selatan membaik.
Pada April tahun ini, Yoon Seok-Yeol mengunjungi Amerika Serikat, dan menyepakati “Deklarasi Washington” bersama Amerika Serikat. Deklarasi itu berisikan komitmen AS untuk mengerahkan kapal selam nuklir strategis ke perairan dekat Semenanjung Korea. Ini adalah pertama kalinya kapal selam nuklir strategis militer AS kembali ke Korea Selatan sejak berakhirnya Perang Dingin pada tahun 1991.
Pada Agustus tahun ini, Presiden Yoon pun kembali bertemu dalam KTT dengan Presiden AS Joe Biden dan PM. Fumio Kishida di Camp David, Amerika Serikat. Ketiga negara tersebut sepakat membentuk aliansi untuk bersama-sama melawan ancaman PKT. (sin)