oleh Lin Yan
Lingkungan investasi di Tiongkok yang tidak menentu telah membuat para investor bersikap tunggu dan lihat. Saat ini bukan cuma masalah arus masuk modal yang mengering, tapi banyak orang yang berupaya mati-matian untuk mentransfer dana keluar dari Tiongkok.
Afsaneh Beschloss, pendiri dan CEO perusahaan investasi global Rock Creek Group yang berbasis di Washington membenarkan dalam sebuah wawancara dengan Bloomberg pada Sabtu (11 November). Ia mengatakan : “Benar, banyak orang sedang mentransfer dana mereka keluar dari Tiongkok”.
“Sebenarnya, banyak dari mereka yang belum mau berbicara secara terbuka karena ingin membangun pabrik selanjutnya di tempat lain, sebelum menyelesaikan masalah pemindahan tangan pabrik mereka yang ada di daratan Tiongkok”, ujarnya.
Dia mengatakan bahwa apa yang dilihat semua orang saat ini adalah awal dari proses pengurangan aliran dana eksternal yang masuk ke Tiongkok.
The Rock Creek adalah perusahaan investasi global yang digerakkan oleh teknologi dan data besar. Perusahaan ini mengelola dana sekitar USD. 14 miliar dan arah investasi utamanya berfokus pada teknologi keuangan, iklim, kesehatan, dan pendidikan.
Populasi Tiongkok yang menua, pinjaman besar di industri real estate, dan fakta bahwa masyarakat lebih memilih menabung daripada belanja, tampaknya tidak menunjukkan tanda-tanda bisa mereda.
Afsaneh Beschloss mengatakan bahwa seperti apa yang diucapkan oleh Menteri Keuangan AS Janet L. Yellen ketika bertemu dengan Wakil Perdana Menteri Tiongkok He Lifeng kemarin, pemerintah Tiongkok telah memberikan subsidi kepada industri dalam jumlah yang besar.
Jika investor swasta berinvestasi di Tiongkok, mungkin investor mengasumsikan bisa mendapat kembali investasinya, katakan setelah 10 tahun atau sedikit lebih lama, tetapi lingkungan bisnis di bawah kepemimpinan Xi Jinping telah membuat investor bimbang dan ragu. Kata Afsaneh Beschloss.
Dia menyebutkan, bahkan sekalipun investor swasta yang sangat sukses di Tiongkok, seperti investor teknologi atau investor modal ventura, sudah mulai berinvestasi di perusahaan Tiongkok di luar negeri karena mereka khawatir jika mencapai sukses besar di Tiongkok, mereka jangan-jangan akan bernasib seperti Jack Ma, pendiri Alibaba.
Apa yang diamati Afsaneh Beschloss pada tingkat mikro konsisten dengan data makro.
Menurut analisis Reuters terhadap data awal neraca pembayaran Tiongkok diketahui bahwa defisit investasi asing langsung (FDI) Tiongkok pada kuartal ketiga adalah USD. 11,8 miliar, .
Ini adalah kesenjangan triwulanan pertama sejak pemerintah Tiongkok mulai mengumpulkan data FDI pada tahun 1998. Alasan utamanya adalah ketegangan geopolitik yang menyebabkan perusahaan-perusahaan Barat “mengurangi risiko” dan tidak lagi berminat untuk investasi di Tiongkok atau memulangkan keuntungan dari operasinya di Tiongkok.
The Wall Street Journal juga melaporkan bahwa hingga akhir bulan September tahun ini, jumlah total keuntungan yang dikeluarkan investor asing dari Tiongkok selama enam kuartal berturut-turut telah melebihi USD. 160 miliar. Sebuah angka yang mencengangkan.
Para ekonom dan eksekutif bisnis mengatakan bahwa kombinasi beberapa faktor telah menyebabkan keluarnya keuntungan asing, termasuk kesenjangan yang semakin lebar antara suku bunga dolar AS dengan renminbi, sehingga membuat imbal hasil utang pemerintah Barat menjadi lebih menarik dibandingkan dengan Tiongkok. Federal Reserve dan sebagian besar bank sentral terus menaikkan suku bunga untuk menghadapi inflasi yang tinggi, namun kemerosotan jangka panjang di pasar real estat Tiongkok justru telah beberapa kali mendorong Bank Sentral Tiongkok menurunkan suku bunga renminbi.
Melambatnya pertumbuhan ekonomi Tiongkok dan meningkatnya ketegangan geopolitik telah menyebabkan banyak perusahaan asing secara aktif mencari saluran investasi yang lebih baik, sekaligus mendorong perusahaan internasional untuk memikirkan kembali rantai pasokan mereka dan tidak lagi berinvestasi di Tiongkok. (sin)