MAGELANG– Bank Indonesia (BI) memperkuat kebijakan likuiditas makroprudensial untuk mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. Kebijakan ini diwujudkan melalui pemberian insentif likuiditas kepada perbankan yang menyalurkan kredit/pembiayaan kepada sektor-sektor prioritas, seperti UMKM, sektor hilirisasi, dan sektor hijau.
Hal tersebut disampaikan oleh Ina Nurmalia, Asisten Direktur Kebijakan Makroprudensial BI, dalam acara media gathering Kantor Perwakilan BI Jawa Timur di Hotel Pelataran Borobudur Magelang, Jawa Tengah, Selasa (14/11).
“Kebijakan likuiditas makroprudensial merupakan salah satu instrumen BI untuk mendorong intermediasi yang seimbang, berkualitas, dan berkelanjutan,” kata Ina.
Kebijakan insentif likuiditas ini berlaku sejak 1 Agustus 2023 dan berlaku hingga 31 Desember 2023. Kebijakan ini diberlakukan untuk mendorong perbankan menyalurkan kredit/pembiayaan kepada sektor-sektor prioritas yang memiliki peran penting dalam mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. “Sektor-sektor prioritas tersebut antara lain UMKM, sektor hilirisasi, dan sektor hijau,” kata Ina.
Ina menjelaskan, sektor UMKM memiliki peran penting dalam mendorong pertumbuhan ekonomi dan penyerapan tenaga kerja. Sektor hilirisasi memiliki peran penting dalam meningkatkan nilai tambah dan daya saing produk Indonesia. Sektor hijau memiliki peran penting dalam mendukung pembangunan berkelanjutan.
“Dengan kebijakan insentif likuiditas ini, diharapkan perbankan dapat lebih optimal dalam menyalurkan kredit/pembiayaan kepada sektor-sektor prioritas,” kata Ina.
Kebijakan insentif likuiditas ini diberikan dalam bentuk pelonggaran atas kewajiban pemenuhan giro Rupiah bank di BI. Bank yang menyalurkan kredit/pembiayaan kepada sektor-sektor prioritas dapat mengurangi kewajiban giro Rupiah-nya di BI.
“Kebijakan ini diharapkan dapat mendorong perbankan untuk menyalurkan kredit/pembiayaan kepada sektor-sektor prioritas dengan suku bunga yang lebih kompetitif,” kata Ina. (Amel/asr)