EtIndonesia. Dodo telah lama menjadi pelajaran tentang apa yang terjadi ketika penggundulan hutan dan perburuan tak terkendali yang dilakukan manusia melanda dunia hewan.
Burung legendaris yang tidak bisa terbang ini ditemukan oleh tentara kolonial Belanda di sebuah pulau di Samudera Hindia pada tahun 1600. Kurang dari 80 tahun kemudian, burung tersebut punah. Semua akibat ulah manusia.
Namun kini, sekelompok ilmuwan berharap suatu hari nanti kita dapat hidup kembali dengan dodo di tengah-tengah kita, sembari mereka mencoba untuk “mengembalikan kepunahannya”.
Para pegiat konservasi di Mauritius telah bekerja sama dengan Colossal Biosciences, sebuah perusahaan rekayasa genetika yang tidak terdengar menyeramkan, untuk mencoba menghidupkan kembali burung tersebut.
Dodo punah karena menjadi sasaran empuk. Para pemukim kolonial tidak hanya menganggapnya lezat – begitu pula hewan predator yang mereka bawa, termasuk anjing, kucing, dan lainnya.
Oleh karena itu, pertama-tama, para pegiat konservasi di Mauritian Wildlife Foundation akan berupaya memulihkan habitat asli dodo di pulau tersebut, dengan membangun tempat yang aman bagi burung-burung tersebut, jauh dari binatang yang mungkin akan memangsanya.
Kemudian, para insinyur genetika akan mencoba membangun kembali seluruh rangkaian informasi genetik dodo, yang dikenal sebagai genom, menggunakan kerabat terdekatnya yang masih hidup, Merpati Nicobar, sebagai titik referensi.
Kemudian, mereka akan mencoba membiakkan beberapa dodo di kehidupan nyata menggunakan ayam hasil rekayasa genetika sebagai pengganti.
Matt James, kepala petugas hewan Colossal, mengatakan: “Proyek Colossal hanya akan berhasil jika hewan-hewan tersebut dipelihara kembali dan dibawa kembali ke habitat aslinya. Kami berharap dapat bekerja sama dengan Mauritius untuk memastikan hal ini terjadi pada dodo.”
Jika hal ini terdengar seperti manusia sedang bermain-main dengan Tuhan, maka para insinyur genetika juga mencoba menggunakan ilmu pengetahuan untuk menghentikan spesies lain yang masih hidup agar tidak punah.
Termasuk merpati merah muda, burung rentan yang juga berasal dari Mauritius. Hanya tersisa 500 ekor merpati merah muda, dan kurangnya keragaman genetik karena jumlah yang sedikit membuat mereka kini mengalami kesulitan berkembang biak.
Jadi para ilmuwan menggunakan sampel sejarah burung dan teknik penyuntingan gen untuk mengembalikan sebagian keragaman genetik ke populasi yang cepat mati.
Dengan begitu, kita mempertahankan merpati merah muda itu dari kepunahan.(yn)
Sumber: indy100