Caden Pearson
Mantan Menteri Luar Negeri Amerika Serikat Henry Kissinger, seorang tokoh penting dalam membentuk kebijakan luar negeri AS selama akhir abad ke-20, telah meninggal dunia pada usia 100 tahun.
Kissinger meninggal di rumahnya di Connecticut pada Rabu 29 November, menurut Kissinger Associates, Inc.
Seorang diplomat Amerika kelahiran Jerman, ia menjabat sebagai menteri luar negeri untuk dua presiden. Ketika menjabat di bawah Presiden Richard Nixon dari Partai Republik pada tahun 1970-an, Kissinger, Ph.D, memainkan peran penting dalam banyak peristiwa global yang signifikan.
Kissinger, yang bertemu dengan pemimpin Partai Komunis Tiongkok (PKT) Xi Jinping dalam kunjungan mendadak ke Beijing pada 20 Juli, berperan penting dalam merekayasa pembukaan hubungan antara PKT dan Washington di bawah kepemimpinan Presiden Nixon selama Perang Dingin di awal tahun 1970-an.
Upayanya juga mengarah pada pembicaraan pengendalian senjata AS-Soviet, perluasan hubungan antara Israel dan negara-negara tetangganya di Arab, dan Perjanjian Perdamaian Paris 1973, yang mengarah pada berakhirnya Perang Vietnam dan pada akhirnya pengambilalihan kekuasaan oleh komunis dua tahun kemudian.
Presiden Nixon membawa Kissinger ke Gedung Putih sebagai penasihat keamanan nasional setelah memenangkan pemilihan presiden tahun 1968 dengan janji untuk mengakhiri Perang Vietnam. Proses itu berlangsung lama dan berdarah.
Sementara banyak yang memuji Kissinger, yang lain mencapnya sebagai penjahat perang karena dukungan politik riilnya terhadap rezim otoriter, terutama di Amerika Latin. Perdebatan masih terus berlanjut mengenai sejauh mana dukungan langsung AS terhadap kudeta Chili pada tahun 1973 yang menggulingkan Presiden sosialis Salvador Allende dan menyebabkan berdirinya kediktatoran militer Augusto Pinochet. Penyelidikan komite Senat tahun 1975 mengonfirmasi keterlibatan terselubung AS di Chili selama tahun 1960-an dan 1970-an, namun hanya menemukan sedikit bukti yang mengaitkan pemerintah AS mendukung kudeta Pinochet.
Ketenaran Kissinger sebagai arsitek utama kebijakan luar negeri AS berkurang seiring dengan pengunduran diri Presiden Nixon pada 1974. Meskipun demikian, ia tetap menjadi kekuatan diplomatik di bawah Presiden Gerald Ford dan terus mengekspresikan pendapat yang kuat hingga akhir hayatnya.
Kissinger tetap aktif setelah ulang tahunnya yang keseratus pada Mei, berpartisipasi dalam pertemuan-pertemuan di Gedung Putih, menerbitkan sebuah buku tentang gaya kepemimpinan, memberikan kesaksian di hadapan komite Senat tentang ancaman nuklir dari Korea Utara, dan mengunjungi para pemimpin PKT di Beijing pada Juli.
Pada tahun-tahun terakhirnya, mantan diplomat AS ini menghadapi pembatasan dalam perjalanannya karena negara-negara lain berusaha untuk mempertanyakan atau menangkapnya terkait keputusan kebijakan luar negeri AS di masa lalu.
Presiden Gerald Ford, yang menyebut Kissinger sebagai “menteri luar negeri super”, juga mengakui sikapnya yang keras dan percaya diri, yang oleh para kritikus dianggap sebagai paranoid dan egoisme. Presiden Ford pernah mengatakan bahwa Kissinger “memiliki kulit paling tipis dari semua tokoh publik yang pernah saya kenal.”
Mantan Menteri Luar Negeri Mike Pompeo, yang menjabat di bawah mantan Presiden Donald Trump, memberikan penghormatannya kepada Kissinger pada Rabu.
“Sejak ia datang ke Amerika Serikat sebagai seorang remaja yang melarikan diri dari Nazi Jerman, Dr. Kissinger mendedikasikan hidupnya untuk melayani negara yang hebat ini dan menjaga keamanan Amerika,” kata Pompeo.
“Dia meninggalkan jejak yang tak terhapuskan dalam sejarah Amerika dan dunia. Saya akan selalu berterima kasih atas nasihat dan bantuannya yang murah hati selama saya menjabat sebagai Menteri Luar Negeri,” lanjutnya. “Selalu mendukung dan selalu memberi informasi, kebijaksanaannya membuat saya menjadi lebih baik dan lebih siap setelah setiap percakapan kami.”
Terlahir dengan nama Heinz Alfred Kissinger pada 27 Mei 1923, di Furth dekat Nuremberg, Jerman, Kissinger pindah ke Amerika Serikat bersama keluarganya pada tahun 1938 untuk menghindari kampanye Nazi yang menargetkan orang-orang Yahudi Eropa untuk dimusnahkan.
Dia mengubah namanya menjadi Henry dan memperoleh kewarganegaraan AS pada tahun 1943. Dia bertugas di Angkatan Darat AS di Eropa selama Perang Dunia Kedua dan kemudian kuliah di Universitas Harvard dengan beasiswa. Ia meraih gelar master pada tahun 1952 dan gelar doktor pada tahun 1954, kemudian bergabung dengan fakultas Harvard, di mana ia tetap bertahan selama 17 tahun berikutnya.
Reuters berkontribusi dalam laporan ini.