DR. Xie Tian
Dunia kita sedang menghadapi mara bahaya, tapi banyak orang tidak menyadarinya. Jika orang-orang mencermati perang Rusia-Ukraina dan kekuatan pendorong di belakangnya, mengamati dinamika terbaru dan orientasinya di masa mendatang, ditambah lagi krisis yang potensial di Selat Taiwan dan Laut Tiongkok Selatan, maka kita bisa sepenuhnya mengatakan bahwa pedang tajam yang bergantung pada seutas benang tipis dari ekor kuda (Pedang Demokles), mengancam di atas krisis perang dunia dan perang nuklir, tapi orang-orang masih saja kebingungan, dan tidak menyadari bencana besar bakal menimpa.
Di saat yang sama, masyarakat arus utama Barat rame-rame dihina dan ditantang oleh rezim PKT, rezim berandalan dan rezim diktator lainnya, bahkan dituding sebagai penakut serta menghalalkan segala cara. Mengapa bisa demikian? Ini berkaitan dengan dunia kita ini telah melenceng jauh dari keikhlasan, kebajikan, dan kesabaran, serta telah dipenuhi dengan kemunafikan, keangkuhan, dan hawa marah yang begitu mudah disulut.
Di tengah kekacauan dunia, mengamati dunia dengan kepala dingin, tidak sulit didapati, tatanan politik internasional, tatanan ekonomi, agama/kepercayaan, model sosial masyarakat pada saat ini, sudah tidak mampu membawa manusia melewati penghalang dari iblis, masyarakat manusia amat membutuhkan nilai universal Sejati-Baik-Sabar sebagai panduannya, untuk mengatasi krisis umat manusia yang sangat membahayakan.
Presiden Recep Tayyip Erdoğan dari negara anggota kubu Barat yang juga salah satu anggota NATO yakni negara Turki beberapa hari lalu dalam rapat di Ankara, Turki menyampaikan pidato, yang mendapat pujian dari para anggota parlemen. Erdoğan mengatakan, “Hai, Israel, kau memiliki bom atom, memiliki bom hidrogen, kau sedang mengancam kami, kami tahu itu. Tetapi, hari kiamatmu akan segera tiba! Boleh saja berapapun banyaknya senjata nuklir yang kau miliki, boleh saja apapun yang ingin kau miliki, tetapi kau akan segera hancur!” AS menempatkan pasukan NATO di Turki, dan juga menghimpun senjata nuklir di pangkalan militer Turki. Di tengah teriakan senjata nuklir yang terang-terangan seperti ini, bukankah dunia kita sedang menghadapi bahaya yang teramat besar?
Melihat kedua belah pihak yang bertikai dalam perang Arab-Israel, kita bisa menyaksikan, banyak orang yang berpikiran jernih, terlepas dari apapun suku bangsa dan agama mereka, bisa dengan jelas melihat permasalahan dari sudut pandang sejarah dan kemanusiaan, bukannya malah terjebak dalam lingkaran setan: Membunuh, balas dendam, lalu dibalas bunuh lagi, disusul balas dendam lagi, kemudian dibalas lagi, demikian seterusnya.
Seorang penyintas Yahudi yang selamat dari pembantaian Nazi berkata, “Saya tidak akan mendukung genosida, benar? Menurut saya kejadian bukan dimulai dari tanggal 7 Oktober lalu, melainkan sudah dimulai sejak 1948.” Banyak orang Yahudi konvensional (Yahudi Haredi), walaupun mereka adalah warga negara Israel, tapi tidak mendukung strategi pemerintah Israel terhadap Gaza, dan berharap agar hidup berdampingan secara damai dengan orang Palestina dan Arab, seperti halnya yang telah mereka jalani selama seribu lima ratus tahun terakhir ini, juga sama seperti masyarakat dari empat suku bangsa dan agama di kota tua Yerusalem yang hidup secara damai.
Argumen pembelaan terhadap tindakan kekerasan yang kerap digunakan oleh kedua belah pihak dalam perang Arab-Israel, adalah, tanah ini merupakan tanah yang dijanjikan “Tuhan” kepada kami, adalah “Tuhan” yang telah mengizinkan kami; atau “Tuhan” kami menghendaki kami membunuh orang yang berbeda keyakinan dengan kami, membunuh umat agama lain. Namun, masalahnya mungkin justru ada disini! Kepercayaan agama ortodoks (ortodoks bermakna: murni, orisinil. Yang dimaksud di sini bukan agama Kristen Orthodoks Timur. Red.), kepercayaan agama yang penuh kebajikan, semuanya menuntut umatnya untuk berkultivasi hati, membatasi diri, dan bukannya meminta Anda membunuh orang lain, atau memperoleh keuntungan materi dari dalam agama!,Entah keuntungan tersebut adalah berupa tanah, populasi, atau uang!
Ada sebuah film dokumenter berjudul “How Israel Stole Palestine”, jawaban orang Israel, patut direnungkan. Saat mewawancara di jalan-jalan, wartawan bertanya pada orang-orang Yahudi di Israel: “Mengapa mencuri tanah orang Palestina?” Sekitar 80% orang Yahudi menjawab dengan spontan, “Ini bukan mencuri, di dalam Alkitab, Tuhan telah memberikan kepada kami tanah yang dijanjikan ini. Sebelumnya telah terbuang, tapi sekarang telah kami ambil kembali. Orang Palestina seharusnya berterima kasih pada kami karena kami telah membiarkan mereka tinggal begitu lama disana. Alhasil mereka tidak berterima kasih bahkan ingin membunuh kami.” Inilah yang dimaksud menggunakan ajaran Tuhan untuk mendapatkan keuntungan bagi dirinya sendiri.
Responden lain menjawab, “Ini bukan mencuri, ini adalah menaklukkan, seperti negara lain saling menaklukkan. Jika Palestina bisa membalas menyerang, saya pun tidak bisa berkata apa-apa… tidak ada orang yang mau mengembalikan rumahnya bukan? Walaupun saya tidak suka berperang, tapi saya tidak ingin mengembalikan rumah saya kepada orang Palestina, maka itu saya pikir perang ini terpaksa harus dilanjutkan.” Inilah orang yang menganut Sosial Darwinisme.
Seorang lagi responden menjawab, “Kami mencuri… tapi tidak bisa dikatakan seperti itu juga, tidak cocok, bukankah Tuhan yang ingin mencuri? … Orang Palestina hanya bisa menerima kenyataan walau tidak nyaman di hati, yakni sama seperti Amerika dengan etnis Indiannya, hanya bisa menerima kondisi ini.” Dikatakan Tuhan hendak mencuri, sungguh memfitnah Tuhan, dan menghujat Tuhan.
Agama yang baik, dan kepercayaan yang penuh belas kasih, adalah membuat manusia mengekang diri, berkultivasi diri, meningkatkan diri, dan melenyapkan karma (dosa)-nya di tengah kehidupan di dunia fana ini. Hanya setelah karma dilenyapkan, setelah manusia menjadi lebih bersih dan murni, maka manusia baru dapat memperoleh hal-hal yang dijanjikan Tuhan kepada dirinya dari rumah surgawi, dan bukan berupa keuntungan duniawi. Jika manusia di dunia, setiap orang hanya mencari pernyataan di dalam agamanya yang menguntungkan dirinya secara materi, menggunakan sabda Tuhan, kehendak Tuhan, ajaran Tuhan, untuk memperoleh tanah, uang, dan kekayaan materi dari bangsa lain, maka ajaran agama itu pun akan menjadi jahat, akan menjadi alat untuk saling membunuh satu sama lain, maka tidak akan dapat menimbulkan efek menyelamatkan dunia.
Dr. Deepak Chopra adalah pendiri Yayasan bernama “Chopra Foundation”, juga pendiri Perusahaan “Chopra International”, pernah menjadi ilmuwan senior di perusahaan survey Gallup, juga dosen ilmu kedokteran dan kesehatan di University of California San Diego.
Dalam sebuah artikelnya di media sosial komunitas profesional LinkedIn berjudul “Why Don’t People (and Nations) Do the Right Thing?” menjelaskan, dalam dua perang yang menggemparkan masyarakat manusia ini, yakni perang Rusia-Ukraina dan perang Arab-Israel, kedua belah pihak yang berperang memiliki contoh yang tragis, memiliki rakyat tak berdosa yang terbunuh, terdapat konflik antara agama dan kepercayaan. Dalam konflik ini, Dr. Chopra menjelaskan, sangat sulit menentukan siapa benar siapa salah, orang harus mengekang pemikiran dan penilaian diri yang dilakukan dengan cepat. Ini karena manusia sering kali ingin membuktikan orang lain adalah salah, ingin memenangkan perdebatan dengan segala cara, ingin melindungi harga dirinya, ingin menuduh orang lain dan mencari keluar, ingin terkadang menyenangkan orang lain, ingin menganggap keras kepala adalah suatu kelebihan, atau ingin menyerah pada tekanan masyarakat tertentu. Di mata Dr. Chopra, karena semua kekurangan ini, individu dan suku, bangsa, perkampungan, dan negara, acap kali melakukan kesalahan. Hanya jika manusia menyadari adanya kekurangan seperti ini, manusia baru dengan lebih mudah akan memupuk “kebajikan” dan “kesabaran” di dalam dirinya, barulah dapat melakukan hal yang benar.
Dalam beberapa agama besar di dunia saat ini, yang menyebar paling luas adalah agama Kristen, agama Islam, agama Kristen Ortodoks Timur, dan agama Yahudi, jumlah umat dan pengikutnya yang mencapai milyaran orang berikut negara dan masyarakat yang menjadikannya sebagai agama utama, telah ikut terseret ke dalam perang Rusia-Ukraina dan perang Arab-Israel saat ini, dan kemungkinan akan terjadi perang Palestina-Israel. Bahkan di dalam internal agama-agama ini sendiri pun terdapat pandangan dan sikap yang saling bertentangan dalam menanggapi soal kedua ajang perang Rusia-Ukraina dan Arab-Israel, para rohaniwan dan umat biasa, masing-masing mengambil sikap yang berbeda.
Ditambah lagi sejumlah kaum ekstremis dan sejumlah politisi yang memiliki maksud lain juga ikut memprovokasi, membuat pembantaian berlangsung semakin menjadi-jadi, membuat dunia terjebak dalam keputusasaan. Inilah mengapa penulis beranggapan, keyakinan Sejati-Baik-Sabar dalam Falun Dafa, adalah pelita yang dapat menyelamatkan dunia, merupakan satu-satunya jalan keluar di tengah dunia penuh kekacauan yang sangat berbahaya ini. Karena hanya ketika manusia benar-benar memegang teguh keyakinan Sejati-Baik-Sabar, dan berkata, berbuat, serta mempertimbangkan segala sesuatu berdasarkan prinsip Sejati-Baik-Sabar, maka manusia baru akan meletakkan perselisihan, dimulai dari kebajikan dan tidak membunuh, dari kejujuran dan ketulusan mencampakkan kebohongan, sampai akhirnya mencapai perdamaian dunia yang sesungguhnya.
Adam Roberts adalah seorang editor di majalah digital “The Economist”, dalam artikel teranyar ia menjelaskan, dukungan negara Barat terhadap Israel mulai goyah (wavering). Roberts menunjukkan, dalam beberapa pekan terakhir, dalam aksi protes dan unjuk rasa berskala super besar di ibukota berbagai negara telah menunjukkan sikap tidak tenang masyarakat Barat terhadap tindakan pengeboman Israel yang berkepanjangan terhadap warga sipil di Jalur Gaza, Presiden Prancis Macron meminta Israel menghentikan serangan yang membunuh rakyat sipil Palestina, pemimpin AS dan negara lain juga menghimbau Israel agar menyetujui melakukan “gencatan senjata kemanusiaan”. Di saat yang sama, masyarakat menyatakan kemarahannya terhadap antisemitisme yang tengah meningkat. Data dari Kemendag Prancis menunjukkan, hanya dalam sebulan setelah meletusnya perang Israel-Hamas, di Prancis telah terjadi lebih dari seribu kasus antisemitisme, dan angka ini adalah tiga kali lipat dibandingkan sepanjang tahun lalu. Setelah itu, di berbagai tempat di Prancis ratusan ribu massa melakukan pawai damai, memprotes terjadinya aksi antisemitisme yang melonjak drastis di Prancis akhir-akhir ini.
Dalam KTT pemimpin dunia Arab dan muslim yang dilangsungkan di Riyadh, ibukota Arab Saudi, Presiden Turki Erdogan menuntut agar dipastikan apakah Israel memiliki senjata nuklir. Erdogan berkata, “Sikap dunia Barat adalah penakut dan tidak mengindahkan moral (cowardly and unscrupulous). Barat menganggap Israel sebagai anak yang nakal”. Dalam Bahasa Inggris kata unscrupulous memiliki makna nakal, sekehendak sendiri, semena-mena, dan menghalalkan segala cara, juga memiliki arti bobrok (corrupt), tidak adil (crooked), licik (dodgy), berat sebelah (devious), menipu (deceitful), dan lain-lain. Apakah AS dan Barat telah berubah sebegitu tidak berdayanya? Apakah ini Amerika yang selama ini dikenal masyarakat sebagai mercusuar di puncak gunung? Pemerintah negara demokrasi, masyarakat yang dibangun di atas pondasi kepercayaan Kristen, memiliki ajaran Tuhan dalam membimbing perkataan dan perilaku masyarakat, memiliki mekanisme pemisahan tiga kekuasaan untuk menjamin saling memeriksa dan menyeimbangkan, memiliki keyakinan terhadap Tuhan untuk memastikan segala sesuatu yang dilakukan ada batasannya, mengapa begitu “semena-mena, sekehendak hati, licik, menipu, dan menghalalkan segala cara”?
Menghadapi kritikan terhadap Barat ini, dimulai dari sikap setiap negara Barat terhadap perang Rusia-Ukraina, serta terhadap perang Hamas-Israel, kecurangan pemilu, kemerosotan moral, dan mendorong agenda progresivisme yang bertentangan dengan prinsip agama, mulai pemerintah sampai ke kalangan elite dan masyarakat umum, nyata-nyata sulit membantahnya, dan pada dasarnya mereka diam membisu.
Satu-satunya penjelasan terhadap kritik itu adalah, seluruh masyarakat Barat telah melenceng dari dasar pendirian negara AS (Amerika Serikat), telah melenceng dari kepercayaan yang tulus dan ajaran agama yang murni, masyarakat yang membiarkan merajalelanya komunisme, sosialisme, paham konspirasi dari Deep State (negara di dalam negara, red.), globalisme yang diam-diam berencana menguasai dunia, serta orang-orang yang bervariasi secara seksual dan penyimpangan seksual, yang tengah berniat mengendalikan dan menguasai dunia kita ini secara menyeluruh. Nubuat yang memperingatkan kita bahwa iblis akan menguasai dunia kita ini, sedang terbukti dan terpampang setahap demi setahap!
Douglas Macgregor adalah seorang purnawirawan kolonel AD sekaligus mantan pejabat pemerintahan Amerika Serikat, juga seorang penulis, penasihat dan komentator televisi. Pada masa awal Perang Teluk, ia sendiri pernah memimpin perang tank di sana, juga pernah menjadi perencana tertinggi dalam aksi pengeboman Yugoslavia oleh NATO pada 1999. Analisanya yang tajam terhadap perang Rusia-Ukraina dan perang Hamas-Israel sangat menggemparkan. Ia menghimbau perang Rusia-Ukraina segera dihentikan, dan Ukraina mau menerima perundingan; ia menegaskan sebagai sebuah negara, yang paling tidak diharapkan oleh AS adalah terjadinya perang di Timur Tengah. Jika perang berlanjut, Macgregor memprediksi, Iran dan Turki akan menutup Selat Hormuz, serta Mesir akan menutup Terusan Suez, masyarakat AS mau tidak mau harus siap membayar minyak bumi senilai 200 dolar AS per barel.
Agama Barat juga kian memperlihatkan ketidak-berdayaan menghadapi hari kiamat dunia. Uskup Agung Joseph Edward Strickland dari Keuskupan Tyler di timur Texas AS adalah seorang uskup agung gereja Katolik AS, yang telah menjadi Uskup Tyler sejak 2012, hingga 2023 dirinya diberhentikan oleh Paus Fransiskus. Apa alasan Strickland diberhentikan oleh Vatikan? Karena dirinya berbeda pendapat dengan Paus dalam hal homoseksualitas, Paus Fransiskus bersikap menerima usulan dari para tokoh homoseksual. Mantan Paus Benediktus XVI pernah mengatakan, tirai asap setan telah berada di dalam gereja. Sekte hari kiamat dunia, secara terbuka melanggar ajaran Tuhan, bagaimana mungkin bisa menyelamatkan manusia?
Pada awal November lalu, PM Israel Netanyahu mengutip kalimat dalam Alkitab: “Jadi pergilah sekarang, kalahkanlah orang Amalek, tumpaslah segala yang ada padanya, jangan ada belas kasihan padanya. Bunuhlah semuanya, laki-laki maupun perempuan, kanak-kanak maupun anak-anak yang menyusu, beserta lembu maupun domba, unta maupun keledai.” Pernyataan semacam ini betul-betul sangat menakutkan, jika tokoh politik sudah mengutip ayat-ayat suci sebagai landasan teori dalam konflik politik dan perang, maka ini benar-benar merupakan pembatasan pada kebijaksanaan manusia, yang dapat membawa seluruh masyarakat internasional ke dalam kondisi tak terampuni.
Nicholas Joseph Fuentes yang dipandang sebagai komentator politik AS yang ekstrem kanan dan penganut supremasi kulit putih, videonya diblokir selamanya oleh YouTube, ia juga dianggap sebagai tokoh kondang yang menentang Yahudi dan menolak mengakui pembantaian Yahudi pada Perang Dunia II. Sebagai ekstremis sayap kanan di spektrum politik AS, ia telah menganalisa perseteruan antara aktivis konservatif berkulit hitam yakni Candace Owens dan majikannya Ben Shapiro, dan menjelaskan konflik inti antara keduanya adalah, “Ini adalah sebuah negara yang memuja Yesus, tetapi justru dipimpin oleh kaum elite yang menolak Yesus.”
Dalam hal ini penulis tidak berniat untuk mendukung ataupun menentang sikap dan pandangan Nicholas Fuentes, melainkan hanya menunjukkan realita politik yang saat ini dialami oleh AS yakni: Warga AS keturunan Yahudi yang memiliki keunggulan absolut di bidang politik, hukum, dan finansial di AS, sesungguhnya memang berada pada posisi kepemimpinan di AS, sikap mereka dan hubungan mereka dengan Israel, juga telah menentukan orientasi kebijakan penting di AS, padahal mereka juga sangat tidak sepaham dengan kepercayaan terhadap Yesus Kristus yang dianut oleh mayoritas masyarakat AS.
Dalam perang Rusia-Ukraina, dan dalam perang Hamas-Israel, konfrontasi yang penuh dengan kebencian telah mencapai tahapan sedemikian parah, masyarakat melihat sebagian kaum muslim Palestina beserta sebagian muslim dari dunia Arab berseru agar membunuh semua orang Israel/Yahudi, dan menganjurkan perang jihad, serta menghapus Israel dari muka bumi; masyarakat juga melihat para pengacara zionisme di New York berkoar hendak membasmi seluruh orang Palestina, dan berkata “Kami hendak membunuh kalian semua”, “Pergilah ke Gaza, maka mereka akan meruda-paksa kau.” Padahal kedua belah pihak sama-sama menyatakan bahwa mereka adalah orang yang memiliki agama, dan percaya pada Tuhan yang mereka yakini, tetapi justru sedang saling membenci, saling mengutuk, saling membunuh, dan berniat untuk saling memusnahkan satu sama lain.
Bandingkanlah dengan komentar mantan Presiden Trump dalam suatu wawancara oleh Televisa Univision, Meksiko, yang berbahasa Spanyol, dirinya telah mengecam perilaku penuh kebencian dari kedua belah pihak tersebut. Trump berkata, “Tidak ada yang lebih membenci orang Yahudi dan Israel dibandingkan orang-orang Palestina, begitu pula sebaliknya, mungkin tidak begitu mencolok, tapi begitulah kenyataannya. Peristiwa yang terjadi di Gaza sungguh tidak masuk akal, terlalu mengerikan, kedua belah pihak begitu mengerikan. Mestinya bisa sepenuhnya tidak terjadi.”
Tujuan kitab suci adalah mencerahkan moralitas, dan mendidik manusia dunia, dengan konteks budaya saat ini, serta di tengah konflik Israel dan Palestina ini, tidak bisa membiarkan para umat meninggalkan pencerahan semacam ini, dan mencari pembenaran atas pembunuhan yang merupakan pilihannya sendiri. Apabila manusia benar-benar percaya bahwa Tuhan-lah yang menciptakan manusia, tetapi mereka malahan terobsesi pada agama, men-sekularisasi agama, mencari keuntungan, dan menguntungkan diri sendiri, itu bukan maksud awal dari Tuhan menginspirasi manusia untuk mendirikan institusi keagamaan. Manusia harus berpegang teguh pada keyakinan yang benar terhadap Tuhan, tapi harus melangkah keluar dari dorongan memanfaatkan agama demi mencapai tujuan sekularisasi, kembali kepada kepercayaan terhadap Tuhan yang sesungguhnya, dan membatasi diri sesuai dengan tuntutan dalam agama, bukannya malah mengekang dan membatasi orang lain, inilah prinsip sejati di tengah umat manusia.
Penulis mendukung orang-orang Yahudi dan juga Palestina yang tulus, ramah, dan bertoleransi, yang cinta damai dan ulet serta berbelas kasih dan tidak rela membunuh; penulis menentang orang-orang Yahudi dan Palestina yang suka berbohong, suka bertarung, tidak toleran, licik dan berbahaya, jahat serta haus darah. Dengan kata lain, penulis mendukung dan sepakat dengan orang baik yang berhati mulia, tak peduli apakah ia orang Yahudi atau Palestina; penulis menentang dan tidak bisa menerima orang yang jahat, terlepas apakah ia orang Yahudi atau Palestina. Apabila orang-orang memandang suatu ras dan negara dari perilaku: Bajik-jahat, lurus-sesat, benar-salah, asli-palsu dan baik-buruk, serta bukan hanya melihat SARA, budaya, dan warna kulit dalam menilai benar-salah, maka dunia kita akan jauh lebih baik. Jika orang-orang dapat berperilaku dan bertindak berdasarkan prinsip alam semesta Sejati-Baik-Sabar, untuk menuju masa depan yang indah, maka umat manusia akan jauh dari perang yang saling mencelakakan.
Sebenarnya, kedua belah pihak dari kedua medan perang yang sedang berkecamuk ini, semuanya adalah dari satu keluarga. Orang Rusia dan Ukraina, sama-sama merupakan orang dari bangsa Slavia Timur, mayoritas warganya meyakini agama Kristen Ortodoks Timur, sementara Bahasa Rusia dan Bahasa Ukraina juga tidak terlalu banyak berbeda. Berdasarkan riset genetik pada tahun 2000 lalu, orang Yahudi, orang Palestina, orang Suriah, dan orang Libanon yang kala itu sedang saling bantai, sebenarnya juga berasal dari sumber yang sama. Penelitian menunjukkan, orang Yahudi adalah saudara genetik dari orang-orang Palestina, Suriah, dan Libanon, mereka memiliki silsilah keturunan yang sama, yang dapat ditelusuri hingga ribuan tahun silam. Selama lebih dari 4000 tahun, mereka semua telah mempertahankan akar genetik Timur Tengah mereka.
Banyak orang-orang yang baik mendapati, setelah memahami sejarah “negeri yang berlimpah-ruah susu dan madunya”, menghadapi perang Hamas-Israel saat ini, sangat sulit untuk memilih berpihak pada pihak yang mana. Begitulah, maka orang Yahudi tentu berharap dapat kembali ke tanah yang dijanjikan, tapi manusia tidak mempunyai hak untuk menyalahgunakan janji Tuhan, dan Tuhan pun tidak akan mengizinkan mengusir dan membunuh semua orang yang sekarang tengah hidup di tanah yang dijanjikan itu. Orang-orang Palestina dan orang Arab, mungkin juga telah terbutakan oleh pikiran yang sempit dan paranoid, sehingga tidak bisa melangkah mulus menuju peradaban modern. Kedua pihak sedang menanggung penderitaan yang berasal dari lawan, juga menciptakan penderitaan yang baru bagi lawan; kedua pihak sedang menanggung karma dari lawan, juga terus menciptakan karma yang baru bagi lawan.
Menanggung penderitaan juga akan terus menciptakan penderitaan bagi orang lain, menanggung karma juga akan terus menciptakan karma, sehingga sulit melepaskan diri dari hukum karma, sulit terlepas dari kutukan darah dan perang. Hamas tiba-tiba menyerang Israel, pasti di baliknya ada bandar yang bertaruh padanya, tapi baik kelompok Fatah yang moderat maupun kelompok Hamas yang berhaluan keras, telah keliru menilai situasi, sehingga membawa bencana bagi diri sendiri. Israel tanpa mempedulikan perasaan masyarakat internasional, secara habis-habisan menggempur kekuatan Hamas (yang bersembunyi di balik tameng warga sipil Gaza), yang bisa diprediksi adalah, kekuatan yang mendukung penumpasan Israel akan kembali terhimpun, dan Hamas Baru akan bangkit kembali.
Setelah meletusnya serangan Hamas terhadap Israel, Elon Musk berturut-turut menulis tiga artikel Twitter, ia menyayangkan melihat kejadian yang menimpa Israel, dan berharap suatu hari perdamaian dapat terwujud. Namun ia juga mempertanyakan, “Bagaimana caranya memusnahkan dendam?”
Dikabarkan, setelah berpikir selama lima jam, Musk sendiri menjawab, “Hanya dengan cara menjadi lebih kuat dan lebih besar daripada orang yang membencimu, hingga mereka tidak mampu menghancurkanmu, lalu kau ampuni mereka.”
Kesimpulan Musk sangat beralasan, sebagai orang yang tidak berada dalam jalur Taoisme, sungguh langka bagi Musk dapat melihat kondisi ini. Tapi jawaban Musk tidak cukup tuntas, bagaimana orang dapat menjadi “lebih kuat dan lebih besar sehingga musuh tidak dapat menghancurkannya”? Apakah dalam hal militer? Apakah secara materi mampu menghancurkan bumi dan manusia? Tentu saja bukan. Sebenarnya, yang lebih kuat dan lebih besar daripada dendam, adalah kekuatan kebajikan. Benar, hanya belas kasih dan kebaikan murni merupakan kekuatan yang sesungguhnya yang dapat membasmi semua dendam dan kejahatan.
Mengapa Barat dikecam penakut, munafik, dan menghalalkan segala cara oleh musuhnya, bahkan oleh sekutu sendiri? Tidak ada alasan lain, karena segenap masyarakatnya telah menyimpang dari keyakinan lurus terhadap Tuhan, telah menjadi lahan subur bagi komunisme dan sosialisme, berawal dari membiarkan ateisme dan teori evolusi dengan mengabaikan pembentukan moral, demi melindungi institusi agama dan bukan penghormatan terhadap Tuhan dari hati sanubari, demi pembenaran politik untuk memperbolehkan penyimpangan seksual, variasi seksual, seks bebas, dan homoseksual, tidak bisa memandang setiap kehidupan adalah ciptaan serta rahmat Tuhan sehingga semua seharusnya dianggap sama, tetapi karena perbedaan budaya dan agama lalu berpihak dan memperlakukan secara berbeda.
Perwujudan keadilan, simbol peradaban maju, mercusuar di puncak gunung, teladan demokrasi, pun karenanya dicemooh seenak hati oleh masyarakat, jika ditelusuri, jika dijelaskan dengan satu kalimat, adalah telah menyimpang dari Tuhan, menyimpang dari karakter alam semesta Sejati-Baik-Sabar, membiarkan ateisme dan komunisme merajalela adalah faktor yang membuat masyarakat Barat terus merosot drastis, nyaris tak terbendung; membuat partai sesat PKT dan semua musuh dunia bebas menertawakan Barat, mereka terus berharap dan mencari peluang, untuk memadamkan AS sebagai mercusuar di puncak gunung itu!
Seperti dijelaskan sebelumnya, dunia arus utama Barat dan sistem demokrasi bebas, saat ini sedang dihina dan ditantang oleh rezim PKT, oleh rezim preman, serta berbagai rezim diktator lainnya, bahkan tidak bisa membela diri saat dituding sebagai pengecut yang menghalalkan segala cara. Alasannya tidak lain, adalah karena dunia kita telah melenceng jauh dari kejujuran, kebajikan, dan toleransi, serta dipenuhi dengan kemunafikan, arogansi, dan kemarahan yang begitu mudahnya disulut.
Jika mengamati dunia dengan kepala dingin, maka orang tidak akan sulit mendapati, di tengah kekacauan ini, tatanan politik, tatanan ekonomi, agama/kepercayaan, dan model masyarakat internasional saat ini, sedang di tengah keruntuhan, mereka semuanya tidak mampu membawa manusia keluar dari pusaran dan halangan sesat ini. Apa yang harus dilakukan? Jawabannya mungkin hanya ada satu, yaitu masyarakat dunia membutuhkan pedoman nilai universal Sejati-Baik-Sabar, barulah mampu mengatasi krisis umat manusia dari keterpurukan! (sud/whs)