oleh Xia Yu
Sejak awal tahun 2020, perekonomian dunia telah mengalami guncangan demi guncangan seperti : akibat merebaknya virus partai komunis Tiongkok (COVID-19), kembalinya epidemi membawa inflasi tinggi yang tidak terduga, suku bunga pinjaman yang tinggi karena perang Rusia – Ukraina sehingga bank sentral setiap negara terpaksa mengambil tindakan agresif untuk memerangi pandemi ini. Namun pada saat prospek pembangunan ekonomi global sedang suram, justru perekonomian AS berada pada titik terang, mengungguli negara-negara kaya lainnya.
“Kinerja AS selama setahun terakhir benar-benar menunjukkan keunggulannya dibandingkan dengan negara-negara lain”, kata Innes McFee, Kepala Ekonom Global Oxford Economics kepada CNN.
Tahun ini, Amerika Serikat berada di depan Uni Eropa, Inggris, Jepang, Kanada, dan negara maju lainnya. Produk domestik bruto AS tumbuh 5,2% pada kuartal ketiga, mengungguli Tiongkok.
Perekonomian AS jauh lebih baik dibandingkan Eropa
Bulan lalu, Organisasi Kerjasama Ekonomi dan Pembangunan (Organisation for Economic Co-operation and Development. OECD) yang berbasis di Paris menjadi badan antar pemerintah terbaru yang meningkatkan perkiraan pertumbuhan AS untuk tahun ini dan tahun depan, sekaligus menurunkan perkiraan pertumbuhan dari 20 negara yang menggunakan mata uang euro.
Dalam laporan “World Economic Outlook” yang diterbitkan IMF pada bulan Oktober tahun ini telah disebutkan bahwa ekonomi AS akan tumbuh sebesar 2,1% tahun ini, yaitu 0,3 poin persentase lebih tinggi dari perkiraan IMF pada musim panas tahun ini. IMF juga memperkirakan pertumbuhan ekonomi AS tahun depan sebesar 1,5%, lebih tinggi 0,5 poin persentase dari perkiraan musim panas. Selain itu puncak pengangguran AS tertinggi pada akhir tahun 2024 diperkirakan hanya mencapai 4,0%, turun dari perkiraan sebelumnya yang 5,2%.
Hal ini sangat kontras dengan prospek ekonomi yang suram di Eropa dan Tiongkok. IMF memperkirakan pertumbuhan ekonomi kawasan euro tahun ini dan tahun depan masing-masing sebesar 0,7% dan 1,2%, turun masing-masing sebesar 0,2 poin persentase dan 0,3 poin persentase. IMF juga menurunkan perkiraan pertumbuhan ekonomi Tiongkok untuk tahun ini dan tahun depan masing-masing menjadi 5% dan 4,2%.
Hasil perkiraan pertumbuhan ekonomi AS yang dibuat IMF juga 2 kali lipat lebih tinggi dibanding dengan perkiraan Inggris.
Jerman mengalami resesi ekonomi yang dipicu oleh perang Rusia – Ukraina. (Thomas Kienzle/AFP/Getty Images)
Harga energi dan kebijakan stimulus
Penjelasan langsung atas perbedaan nasib negara-negara dengan perekonomian paling maju di dunia adalah perbedaan pada harga energi, langkah-langkah stimulus selama pandemi COVID-19 dan faktor-faktor lainnya. Namun ada juga faktor struktural jangka panjang yang mendorong terjadinya kesenjangan ini, dan memberikan keunggulan bagi Amerika Serikat.
Pekan lalu Clare Lombardelli, Kepala Ekonom OECD mengatakan bahwa prospek pertumbuhan ekonomi AS menguat sementara Eropa menurun lemah. Dampak lonjakan harga energi pada tahun lalu telah menjadi penyebab utama kesenjangan yang timbul antara perekonomian AS dengan negara-negara di zona euro.
Inflasi Eropa lebih tinggi daripada Amerika Serikat karena zona euro termasuk Inggris, merupakan pengimpor energi. Lombardelli menunjuk pada dampak melonjaknya harga energi di Eropa tahun lalu setelah Rusia menghentikan sebagian besar pengiriman gas alam ke benua Eropa. Hal mana menyebabkan biaya rumah tangga dan bisnis melonjak, memicu krisis biaya hidup dan merusak biaya produksi pabrik-pabrik di kawasan tersebut termasuk Jerman. Output di negara dengan perekonomian terbesar di Eropa ini sedikit menyusut pada kuartal ketiga, sehingga banyak ekonom memperkirakan bahwa kemungkinan bisa terjadi resesi teknis, karena output telah menurun selama dua kuartal berturut-turut.
Di sisi lain, meskipun Eropa dan Amerika Serikat sama-sama telah meluncurkan langkah-langkah stimulus fiskal untuk melindungi perekonomian negara masing-masing dari dampak Covid-19, tetapi Amerika Serikat telah melakukannya dalam skala yang jauh lebih besar.
Carsten Brzeski, Kepala Penelitian Makroekonomi Global di Internationale Nederlanden Groep (ING), mengatakan kepada CNN bahwa tabungan yang terakumulasi selama epidemi telah memungkinkan konsumen AS untuk terus berbelanja meskipun ada peningkatan harga barang, hal ini yang akhirnya dapat mengimbangi dampak negatif inflasi terhadap tingkat konsumsi yang memang menjadi pendorong utama perekonomian AS.
Namun konsumsi ini mungkin mempunyai beberapa konsekuensi negatif. Orang-orang Amerika telah menghabiskan banyak uang dalam celengan mereka selama beberapa tahun terakhir, sementara rekening tabungan di negara-negara lain relatif tidak tersentuh, sehingga berpotensi menciptakan kerentanan tertentu terhadap prospek pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat.
Dampak lonjakan harga energi pada tahun lalu telah menjadi penyebab utama kesenjangan antara perekonomian AS dan zona euro. (Ina Fassbender/AFP)
Perkembangan kecerdasan buatan mendorong perekonomian AS
Menurut data OECD, di bidang kecerdasan buatan saja, investasi modal ventura kumulatif di Amerika Serikat telah mencapai hampir USD. 450 miliar dalam dekade terakhir. Jumlah ini mencapai 2 kali lipat lebih tinggi dari investasi Tiongkok di bidang AI, juga hampir 10 kali lipat investasi Uni Eropa atau Inggris.
Andrew Kenningham, Kepala Ekonom Eropa di Capital Economics mengatakan kepada CNN bahwa konsentrasi perusahaan teknologi inovatif dan pesatnya adopsi teknologi baru telah membantu Amerika Serikat mencapai pertumbuhan produktivitas yang kuat, terutama dibandingkan dengan Eropa dan Inggris.
Andrew Kenningham mengatakan bahwa besar kemungkinan kesenjangan tersebut akan melebar seiring dengan rencana AS yang bersiap untuk terus memanfaatkan sepenuhnya kemajuan teknologi AI.
Perekonomian Tiongkok dikritik masyarakat dunia karena pemulihannya yang lamban. Gambar menunjukkan lini produksi SMC Corporation yang memprodusi komponen pneumatik pada 10 Januari 2023. (Jade Gao/AFP/Getty Images)
Tiongkok dan India
Pemulihan ekonomi Tiongkok gagal pada kuartal kedua (April – Juni 2023) akibat lemahnya belanja konsumen, kemerosotan pasar real estat, dan lesunya permintaan global terhadap barang-barang manufaktur Tiongkok.
Tanda lain dari suramnya prospek ekonomi Tiongkok adalah lembaga pemeringkat “Moody’s” pada Selasa pekan lalu menurunkan peringkat utang Tiongkok hingga tingkat perlu mendapat observasi, sehingga menurunkan prospek utang pemerintah Tiongkok dari level “stabil” menjadi level “negatif”.
Moody’s memperkirakan bahwa rata-rata pertumbuhan ekonomi tahunan Tiongkok akan melambat menjadi 4% pada tahun 2024 dan 2025, bahkan akan menjadi rata-rata sebesar 3,8% dari tahun 2026 hingga 2030.
Di sisi lain, menurut perkiraan Dana Moneter Internasional (IMF), India akan tumbuh sebesar 6,3% pada tahun ini dan tahun depan. Dengan demikian maka India akan menjadi negara dengan pertumbuhan ekonomi tercepat di dunia.
Pada 5 Desember, nilai pasar pasar saham India untuk pertama kalinya mencapai tonggak penting dengan menggapai nilai melebihi USD. 4 triliun, dan berhasil dengan cepat mempersempit kesenjangan dengan pasar saham Hongkong. Tercatat pada tahun ini saja investor asing telah membeli saham di bursa India dengan nilai bersih lebih dari USD. 15 miliar, sementara dana domestik juga mencatat arus masuk ke bursa sebesar lebih dari USD. 20 miliar.
Ashish Gupta, Kepala Investasi di Axis Mutual Fund mengatakan bahwa India telah beralih dari perekonomian yang didorong oleh konsumsi menjadi perekonomian yang didorong oleh konsumsi dan investasi. Pasar telah merespon secara positif dan tepat terhadap potensi India. (sin)