Dorothy Li
Kementerian pertahanan Taiwan menyebutkan dua balon dari Tiongkok terbang melintasi Selat Taiwan yang sensitif pada 17 Desember, ketika rezim di Beijing meningkatkan tekanan terhadap pulau yang mempunyai pemerintahan sendiri itu menjelang pemilu bulan depan.
Balon terdeteksi pada pukul 09.03 dan 14.43. waktu setempat, masing-masing, setelah melintasi garis tengah selat, kata kementerian pertahanan dalam sebuah pernyataan di media sosial. Balon-balon ini melanjutkan perjalanan ke arah timur, sebelum masing-masing menghilang pada pukul 09:36 dan 16:35. waktu setempat.
Potensi Partai Komunis Tiongkok (PKT) menggunakan balon cuaca di ketinggian untuk mengawasi negara-negara lain mulai menjadi sorotan pada Februari, ketika Amerika Serikat menembak jatuh balon mata-mata Tiongkok yang diduga terbang di ketinggian yang melintasi benua Amerika.
Juru bicara Kementerian Pertahanan Taiwan, Sun Li-fang, mengatakan pada 18 Desember bahwa analisis awal menemukan bahwa balon-balon tersebut digunakan untuk keperluan meteorologi.
Ini adalah kedua kalinya Taiwan melaporkan balon Tiongkok terbang di dekat pulau itu pada bulan ini. Insiden sebelumnya terjadi pada 7 Desember, di barat daya Keelung, sebuah kota pelabuhan di pantai utara Taiwan. Menteri Pertahanan Taiwan Chiu Kuo-cheng kepada legislator saat itu mengatakan awalnya diperkirakan benda tersebut kemungkinan adalah balon cuaca.
Pemilu Taiwan
Taiwan berada dalam kewaspadaan tinggi saat mempersiapkan pemilihan presiden dan parlemen pada 13 Januari. Taipei telah berulang kali mengatakan bahwa rezim Tiongkok berusaha ikut campur dalam pemilihan tersebut, baik dengan cara militer atau dengan mengkooptasi politisi Taiwan, untuk memastikan hasil yang menguntungkan bagi Beijing.
PKT mengklaim Taiwan sebagai wilayahnya sendiri yang dapat direbut dengan paksa jika perlu, dan pemimpin PKT Xi Jinping telah berjanji untuk mencapai “penyatuan kembali” Taiwan, meskipun PKT tidak pernah memerintah pulau tersebut.
Kementerian Pertahanan Taiwan mengatakan pihaknya juga mendeteksi enam pesawat Tiongkok dan dua kapal yang beroperasi di sekitar pulau itu pada 18 Desember.
Militer PKT mengirim pesawat tempur dan kapal perang ke dekat pulau itu hampir setiap hari, berupaya melemahkan pertahanan Taipei. Pada tahun 2022, Beijing menerbangkan total 1.737 pesawat militer ke wilayah udara internasional dekat Taiwan, meningkat 79 persen dari 972 serangan pada tahun sebelumnya, menurut laporan tahunan Pentagon tentang militer Tiongkok, yang mengutip data dari kementerian pertahanan Taiwan.
Sementara itu, para peneliti mengidentifikasi kampanye online untuk memanipulasi pandangan tentang politik Taiwan sebelum pemilu di pulau yang diperintah secara demokratis tersebut. Menurut laporan baru-baru ini oleh perusahaan riset media sosial Graphika, membanjirnya akun palsu di Facebook, TikTok, dan YouTube telah menyebarkan video dan meme berbahasa Mandarin tentang politik Taiwan sejak Mei 2022. Graphika tidak mengaitkan kampanye tersebut dengan hal spesifik apa pun.
Namun, operasi pengaruh tersebut tampaknya mempromosikan Partai Kuomintang, oposisi utama Taiwan—yang mendukung hubungan dekat dengan Beijing—dan mengkritik kandidat Partai Progresif Demokratik (DPP) yang berkuasa, yang telah membangun hubungan dekat dengan Washington.
Wakil Presiden Lai Ching-te dan pasangannya Hsiao Bi-khim dari DPP memimpin dalam jajak pendapat. Namun, PKT memandang mereka sebagai separatis.
Pekan lalu, Duta Besar AS untuk Tiongkok Nicholas Burns memperingatkan Beijing agar tidak ikut campur dalam pemilu di Taipei.
Burns kepada hadirin dalam acara Brookings Institution di Washington mengatakan, Saat kami menantikan pemilu Taiwan tanggal 13 Januari, ekspektasi dan harapan kami yang kuat adalah pemilu tersebut bebas dari intimidasi, atau paksaan, atau campur tangan dari semua pihak.
Ia juga menegaskan : “Amerika Serikat tidak terlibat dan tidak akan terlibat dalam pemilu ini.”
Taiwan telah lama menjadi titik konflik antara Beijing dan Washington. Meskipun Amerika Serikat, seperti kebanyakan negara lainnya, tidak memiliki hubungan formal dengan Taiwan, namun Amerika Serikat tetap menjaga hubungan yang kuat dengan Taipei.
Amerika Serikat terikat oleh Undang-Undang untuk memberikan Taiwan sarana untuk mempertahankan diri. Penjualan senjata sering menjadi sumber ketegangan antara Washington dan Beijing.
Presiden Joe Biden telah beberapa kali mengatakan bahwa pasukan AS akan membela Taiwan jika terjadi invasi Tiongkok. Namun, setiap kali staf Gedung Putih berusaha untuk menarik kembali komentar presiden tersebut, mereka menyatakan bahwa tidak ada perubahan dalam kebijakan AS—yang dikenal sebagai “ambiguitas strategis”—terkait dengan pulau tersebut. Pemerintahan AS sengaja tidak menjelaskan apakah mereka akan membela Taiwan jika rezim Tiongkok menyerangnya.
Burns menambahkan, “Tiongkok ingin menjadi kekuatan terkuat di Indo-Pasifik.”
Reuters berkontribusi pada laporan ini.