NTD
Badan Tenaga Atom Internasional (International Atomic Energy Agency. IAEA) baru-baru ini menyebutkan bahwa setelah selama beberapa bulan Iran mengurangi produksi uranium yang diperkaya, kini Iran kembali meningkat produksinya, Pada 28 Desember, negara-negara termasuk AS, Inggris, Perancis, dan Jerman dengan suara bulat mengecam Iran dengan menyebutkan : “tidak ada alasan yang dapat dipercaya bahwa Iran meningkatkan produksi uranium yang diperkaya adalah untuk penggunaan sipil.”
Media “Central News Agency” melaporkan bahwa dua hari lalu, Badan Tenaga Atom Internasional mengeluarkan laporan yang menyatakan bahwa Iran telah meningkatkan produksi uranium yang diperkaya, membalikkan pengurangan produksi sebelumnya yang dimulai pada pertengahan tahun 2023″. Laporan juga menyebutkan bahwa sejak November tahun ini, Iran telah meningkatkan jumlah produksi uranium yang diperkaya jenis kemurnian 60% menjadi sekitar 9 kilogram per bulan.
Ini merupakan peningkatan signifikan dari produksi sekitar 3 kilogram per bulan sejak Juni tahun ini, dan kembali ke level 9 kilogram per bulan pada paruh pertama tahun 2023.
Melalui pernyataan bersama pada 28 Desember, Inggris, Perancis, Jerman, dan Amerika Serikat mengecam langkah-langkah Iran yang semakin mengintensifkan peningkatan program nuklir.
“Tidak ada alasan yang dapat dipercaya bahwa Iran meningkatkan produksi uranium yang diperkaya adalah untuk penggunaan sipil”, tambahnya.
“Perkembangan ini menunjukkan Iran sedang melangkah ke arah yang buruk” kata pernyataan itu, seraya memperingatkan adanya risiko yang signifikan dalam upaya perluasan senjata nuklir.
“Keputusan ini menunjukkan, bahwa Iran kurang bersedia untuk secara tulus terlibat dalam deeskalasi (senjata nuklir), yang mengarah pada perilaku tidak bertanggung jawab di tengah ketegangan regional”, bunyi pernyataan itu.
Sebagaimana diketahui bahwa tingkat kemurnian dari uranium yang diperkaya untuk level senjata harus mencapai sekitar 90%. Iran selalu membantah mempunyai ambisi untuk mengembangkan kemampuan senjata nuklir, dan bersikeras bahwa kegiatan terkait sepenuhnya bertujuan untuk kedamaian.
Iran sebelumnya tampak memperlambat produksi uranium yang diperkaya ketika negara itu membuka kembali perundingan informal dengan Amerika Serikat mengenai menghidupkan kembali perjanjian nuklir. Namun permusuhan antara kedua negara semakin meningkat dalam beberapa bulan terakhir, dan masing-masing pihak saling menuduh satu sama lain sebagai pihak yang memperburuk situasi perang Israel – Hamas.
Pada 2018, Presiden AS saat itu Donald Trump secara sepihak menarik diri dari perjanjian nuklir tahun 2015 yang ditandatangani antara Iran dengan negara-negara besar, sekaligus menerapkan kembali sanksi komprehensif terhadap Iran. Setahun kemudian, Iran juga menangguhkan kepatuhannya terhadap batasan aktivitas nuklirnya sesuai perjanjian nuklir yang sudah dibuat.
Menurut laporan rahasia IAEA yang dilihat AFP bulan lalu, bahwa stok uranium yang diperkaya milik Iran telah mencapai 22 kali lipat dari tingkat yang diizinkan berdasarkan perjanjian nuklir. (sin)