Fu Yao
Waktu berlalu begitu cepat, dalam sekejap kita akan segera meninggalkan tahun kelinci (sampai dengan 9 Februari 2024. Tanggal 10 Tahun Baru Imlek 2575. Red.), serta menyambut datangnya sang naga yang penuh keberuntungan, dalam kesempatan ini kepada pembaca kami ucapkan semoga di tahun naga ini keberuntungan datang berlimpah.
Dalam budaya tradisional Tiongkok naga memiliki status yang sangat unik, tidak hanya merupakan pemimpin dari empat makhluk surgawi dalam kepercayaan Tiongkok kuno, namun juga dianggap sebagai simbol keberuntungan, misalnya kaisar menyebut dirinya keturunan naga, selain itu, jubah naga, dan singgasana naga hanya boleh digunakan oleh kaisar.
Lalu mengapa naga begitu dihormati, apakah asal usulnya berkaitan dengan bangsa Tionghoa? Untuk menyibak misteri ini, mari kita lihat bagaimana kitab kuno menjelaskan mengenai sang naga.
Dalam alam pikir masyarakat Tiongkok kuno, kaum naga adalah sangat besar, jenisnya juga sangat banyak dengan sosok yang berlainan. Misalnya, yang di tubuhnya terdapat dua sayap disebut “Ying Long (應龍)”, yang di kepalanya ada tanduk kembar disebut “Qi Long (蚑龍)”, naga kecil yang tidak bertanduk disebut “Qiu Long (虯龍)”, dan yang merayap di tanah berbentuk melingkar dan tidak terbang ke langit disebut “Pan Long (蟠龍)”. Bisa juga diklasifikasikan berdasarkan tugas dan tanggung jawabnya, misalnya dalam buku ensiklopedia kuno di masa Dinasti Qing yakni “Yuanjian Leihan” telah mengutip penjelasan dalam kitab suci Buddha yang menyebutkan terdapat 4 jenis naga, yaitu “naga langit (天龍)” yang menjaga Istana Langit, ada “naga dewa (神龍)” yang mendatangkan angin dan menurunkan hujan bagi manusia, ada “naga bumi (地龍)” yang bisa membuka sungai dan merusak tanggul, ada pula “Fuzanglong (伏藏龍)” yang disimpan oleh Chakravartin dan orang yang bertuah (Chakravartin berasal dari kata Sansekerta chakra , “roda,” dan vartin , “sang pemutar”. Red.). Metode munculnya naga juga sangat unik, dibedakan berdasarkan jenis dan tingkatannya, ada yang dilahirkan, ditetaskan, lahir di air, atau jelmaan pun ada. Sementara itu, sejak zaman dulu kala naga telah berjodoh dan tidak terpisahkan dengan bangsa Tionghoa.
Dalam esai “Huainanzi” sebagai naskah dari Dinasti Han Barat (206 SM – 9 M), saat Nüwa menambal langit dengan meluruskan kembali alam semesta yang kacau, Nüwa mengendarai kereta petir yang ditarik oleh “Ying Long” naik ke langit dan memberikan laporan bagi Kaisar Langit. Hingga periode Huangdi (Kaisar Kuning, red.) Ying Long kembali menampakkan diri di tengah manusia, dan berjasa besar dalam peperangan antara Huangdi dengan Chiyou.
Kitab kuno mencatat, Chiyou tidak tunduk pada perintah Huangdi, lalu memberontak. Pada masa dimana manusia dan dewa hidup berdampingan itu, kedua belah pihak dibantu oleh tokoh saktinya masing-masing, itu sebabnya perang ini berlangsung sangat lama, berkali-kali Huangdi tidak bisa meraih kemenangan. Kemudian, Ying Long turun ke dunia membantu perang, dengan kekuatan sendiri berduel dengan empat mahluk peliharaan Chiyou yakni harimau, macan tutul, beruang, dan grizzly, pada akhirnya berhasil menghabisi Chiyou berikut pengikutnya Kuafu. Mungkin dikarenakan telah terkontaminasi atmosfir keruh dunia manusia, pada kitab “San Hai Jing: Dahuang Dongjing” disebutkan: Setelah perang itu Ying Long tidak mampu lagi kembali ke Langit, sehingga ia pergi ke selatan dan berdiam di sana, maka sejak saat itulah wilayah selatan sering diguyur hujan.
Waktu berlalu dengan pesat, manusia tiba pada periode Da Yu (Yu yang Agung) mengendalikan banjir besar. Saat mengatur aliran air, Yu yang Agung bertemu dengan siluman air Wuzhiqi yang menghalanginya, tiga kali tidak juga berhasil, lalu Yu yang Agung mengundang para Dewa untuk memberinya bantuan, para Dewa pun tidak berdaya menghadapi Wuzhiqi. Saat itulah Ying Long kembali muncul, dengan kekuatan sendiri mengalahkan Wuzhiqi, lalu dengan ekornya membuat alur di tanah, membantu Yu yang Agung mengarahkan aliran banjir, dibentuklah wujud dasar gunung dan aliran sungai yang eksis sekarang.
Ini berarti, bangsa Tionghoa banyak mendapatkan bantuan Ying Long sehingga dapat berdiri dan berkembang di Tiong Gwan (Dataran Tengah Tiongkok), serta beranak pinak. Jadi, Ying Long yang bersisik emas dan bersayap ganda yang beraneka warna itu mendapat julukan sebagai naga yang paling mulia, dan naga yang paling dihormati, juga disebut sebagai leluhur naga sejati.
Bagi masyarakat kuno, hanya Ying Long yang bersayap ganda di punggungnya yang disebut naga sejati, yang merupakan simbol Putra Langit. Dari penggalian peninggalan budaya asal Dinasti Zhou Barat, dapat dilihat banyak sekali peralatan dapur dengan motif dan corak naga bersayap, motif corak naga pada masa Dinasti Qin awal (sebelum tahun 221 SM) juga bersayap. Tapi seiring perkembangan zaman, kedua sayap naga itu telah berubah menjadi motif kobaran api dan motif awan, wujud Naga Putra Langit akhirnya berubah menjadi “naga emas dengan lima cakar” tanpa sayap yang kita kenal saat ini.
Di zaman dulu, terdapat banyak naga di Tiong Gwan, bahkan ada profesi khusus memelihara naga. Dalam kitab “Zuo Zhuan” (zaman Musim Semi dan Gugur, 770-476 SM, red.) tertulis, ada seorang yang bernama Dong Fu yang sangat menyukai naga, juga sangat memahami cara memelihara naga. Setelah ia mengabdi pada Kaisar Shun, ia ditempatkan di Zongchuan untuk memelihara naga.
Kaisar Shun pun memberinya marga Dong, dan klan Huanlong. Sedikit keterangan, selama ini masyarakat kerap mengatakan marga klan, padahal sebenarnya marga dengan klan adalah dua konsep yang berbeda. Marga digunakan untuk membedakan darah atau garis keturunan, sedangkan klan untuk membedakan status, dan hanya keluarga bangsawan yang memiliki klan, oleh sebab itu dalam Bahasa Tionghoa, orang yang tidak dikenal disebut juga “tanpa nama dan klan”. Sedangkan Dong Fu, dianggap sebagai leluhur dari tiga marga, yakni marga “Dong (董)”, marga “Liao (廖)”, dan marga “Guanlong (關龍)”, jadi bagi teman pembaca yang bermarga seperti tersebut di atas, harap diperhatikan, mungkin Anda memiliki asal usul yang sangat mendalam dengan naga.
Kita bahas kembali soal naga, Dinasti Xia adalah dinasti patrimonial turun temurun pertama, dan pasca Dinasti Xia didirikan, sebagai akibat tumbuhnya keegoisan manusia serta moral yang merosot, komunikasi Langit dengan manusia tidak lagi lancar seperti di masa Tiga Maharaja dan Lima Kaisar (2852 SM – 2070 SM, red.), itulah sebabnya sang naga yang bersifat keilahian juga tidak lagi pernah menampakkan diri, dan akhirnya hanya menjadi mahluk surgawi dalam kisah legenda saja.
Akan tetapi, bukan berarti sejak saat itu naga tidak pernah lagi terlihat jejaknya, kitab sejarah memuat tentang catatan bahwa Kaisar Kangxi pernah melihat sendiri seekor naga raksasa. Pada bulan ketiga tahun ke-44 kekuasaan Kangxi (1705), untuk kelima kalinya Kaisar Kangxi melakukan inspeksi ke wilayah selatan, dan sempat dua kali sang kaisar bermalam di Kuil Jinshan (Kuil Jiangtianchan, red.). Pada tanggal 30 bulan keempat, di hari itu tidak ada angin dan petir, hanya turun hujan gerimis. Kaisar Kangxi menatap sungai besar di kejauhan, tiba-tiba terlihat di arah barat daya muncul seekor naga raksasa, panjangnya mencapai puluhan meter, meliuk-liuk dengan berputar di langit, lalu dengan cepat menerobos ke dalam awan. Kaisar Kangxi pun menulis puisi berjudul “Jian Long Xing” (jurnal bertemu sang naga, red.).
Dalam “Jian Long Xing” disebutkan, gerakan naga itu begitu kuat, memancarkan aura unsur Yang murni, dan ia mampu mengubah dirinya dalam berbagai wujud. Saat naga berada di darat, tidak merusak sawah-ladang dan pemukiman warga; saat melayang di udara, juga tidak merusak pepohonan kebun dan hutan; saat membubung bisa memancarkan sinar lambang keberuntungan. Kaisar Kangxi menghela nafas, betapa tinggi derajat naga, yang menjadi pemimpin segala mahluk, memiliki moralitas yang murni. berkat berbagai karakteristik yang indah dari sang naga, itulah sebabnya orang yang ber-shio naga biasanya dikatakan memiliki sifat yang teguh, percaya diri, berani, dan juga tegas, serta memiliki jiwa kepemimpinan dan berkreativitas.
Bicara soal 12 shio, apakah pembaca juga memiliki pertanyaan yang sama dengan penulis, mengapa 11 shio yang lain adalah satwa yang familier dengan kita, terkecuali naga? Apakah ini mengingatkan kita, bahwa naga memang pernah eksis? Dalam acara sebelumnya tentang “Peristiwa Naga Jatuh di Yingkou Liaoning (遼寧營口墜龍事件)”, banyak orang telah menyaksikan keberadaan naga, ada foto ada pula saksi mata, bagi pembaca yang tertarik bisa mencarinya di internet.
Sungguh berharap pada suatu hari nanti akan bisa menyaksikan sepak terjang seekor naga. Mungkin suatu hari nanti, ketika langit dan bumi telah kembali diluruskan, pada saat manusia berkultivasi hati dan mengutamakan moralitas, naga akan kembali menampakkan diri di tengah umat manusia. (sud/whs)