EtIndonesia. Ditemukan pada awal tahun 2020, Parioscorpio Venator pernah hidup di bumi selama periode awal Silur, lebih dari 400 juta tahun yang lalu. Dan ketika kami mengatakan bahwa ia hidup di bumi, yang kami maksudkan adalah hal tersebut secara harfiah, dan hal ini merupakan masalah besar pada saat itu, dan Anda akan mengetahui alasannya.
Semua hewan darat seperti yang kita kenal sekarang telah berevolusi dari kehidupan akuatik. Itu adalah tahap awal evolusi, ketika setiap spesies mulai beradaptasi dengan berbagai bentuk kehidupan. Ada banyak pertanyaan tentang proses evolusi ini sehubungan dengan arakhnida. Kalajengking yang baru ditemukan ini adalah kalajengking tertua yang pernah ditemukan dan dapat menjelaskan bagaimana jenisnya berevolusi hingga hidup di darat.
Parioscorpio Venator berarti “nenek moyang pemburu kalajengking.” Fosil ini berumur antara 437,5 dan 436,5 juta tahun yang lalu. Sebelum ditemukan, fosil kalajengking tertua yang diketahui umat manusia adalah Dolichophonus Loudonensis, yang berusia sekitar 434 juta tahun dan ditemukan di Skotlandia.
Dua fosil Parioscorpio Venator ditemukan di lokasi penggalian di tepi laut tropis dangkal. Makhluk kecil ini dulunya berbagi habitat dengan hewan air seperti cephalopoda, trilobita, dan cacing, tetapi ia sendiri tidak 100% akuatik.
Setelah mempelajari anatomi kalajengking purba, para ilmuwan dapat menyimpulkan bahwa kalajengking tersebut menghabiskan beberapa waktu di lahan kering, menjadikannya salah satu penghirup udara paling awal yang diketahui manusia.
Ternyata kalajengking adalah spesies pertama yang sepenuhnya bertransisi ke kehidupan di darat. Melalui Parioscorpio Venator, para ilmuwan akhirnya dapat melihat jenis adaptasi biologis yang memungkinkan kalajengking menjauh dari air dan menjelajahi habitat lain.
Sejujurnya, fosil Parioscorpio Venator ditemukan di Wisconsin pada tahun 1985, namun hingga saat ini fosil tersebut belum benar-benar dipelajari sehingga semua penemuan terkait fosil tersebut merupakan hal yang baru. Ilmuwan yang melihat potensi fosil tersebut masing-masing adalah Loren Babcock dan Andrew Wendruff dari Ohio State University dan Otterbein University.(yn)
Sumber: science-a2z