oleh Chen Ting
Amerika Serikat pada Jumat (2 Februari) merilis laporan tentang penyerapan tenaga kerja bulan lalu yang lebih baik dari prediksi ekonom. Imbal hasil obligasi Treasury AS dan nilai dolar AS naik secara signifikan, dan Indeks Dow Jones dan S&P 500 kembali mencapai rekor tertinggi saat penutupan bursa. Namun, hal ini jadi mengurangi kemungkinan The Fed memangkas suku bunganya dalam waktu dekat.
Sebuah laporan yang dirilis oleh Kementerian Tenaga Kerja AS pada Jumat (2 Februari) menunjukkan bahwa penyerapan tenaga kerja Januari 2024 telah mencapai 353.000 lapangan pekerjaan baru di luar sektor pertanian, yang hampir dua kali lipat dari prediksi para ekonom.
Selanjutnya, imbal hasil (yield) Treasury AS 10-tahun melonjak di atas 4%, dan nilai dolar AS menguat terhadap semua mata uang utama dunia.
Didorong oleh data ketenagakerjaan yang kuat, Indeks Ekuitas Global MSCI ditutup naik 0,64%, sedangkan Nasdaq dan S&P 500 masing-masing naik 1,74% dan 1,07%.
Kenaikan Dow Jones Industrial Average sedikit melemah, cuma naik 0,35%, namun tingkat pengangguran yang rendah dan penguatan dalam perekonomian mengindikasikan adanya posibilitas kenaikan pendapatan perusahaan.
Harga saham-saham bank regional AS juga sedikit membaik. Sebelumnya, karena New York Community Bank (NYCB) merilis laporan keuangan yang mengecewakan, membuat pasar menjadi khawatir kalau-kalau hal ini mengindikasikan masalah yang lebih luas yang sedang dihadapi industri perbankan regional.
Saham New York Community Bank rebound hingga 5,0% setelah anjlok hampir 45% selama dua sesi terakhir.
Setelah laporan tentang ketenagakerjaan bulan Januari dirilis, pasar uang memperkirakan The Fed akan menurunkan target suku bunga sebesar 123,8 basis poin sebelum akhir tahun ini, turun dari sebelumnya yang 140,3 basis poin.
Menurut alat menganalisis kemungkinan pergerakan suku bunga FOMC “FedWatch” milik CME Group, posibilitas The Fed menurunkan suku bunga di bulan Maret turun dari 36,5% menjadi 20,5%, dan posibilitas penurunan suku bunga sebesar 25 atau 50 basis poin pada bulan Mei mendatang juga turun dari 91,6% menjadi 61,8%.
Imbal hasil obligasi Treasury dua tahun, yang mencerminkan ekspektasi suku bunga, melonjak 17,6 basis poin menjadi 4,370%, dan imbal hasil obligasi Treasury 10 tahun naik 16,5 basis poin menjadi 4,028%.
Indeks dolar AS, yang mengukur dolar AS terhadap enam mata uang internasional utama, melonjak ke level tertinggi dalam tujuh minggu terakhir, yaitu naik 0,83%.
Harga minyak juga turun sekitar 2% setelah data ketenagakerjaan mengurangi kemungkinan the Fed dalam waktu dekat akan menurunkan suku bunga.
Harga emas juga turun. Alasan utamanya adalah lonjakan dolar AS telah menaikkan harga emas batangan bagi pembeli luar negeri, dan kenaikan imbal hasil obligasi Treasury juga mengurangi daya tarik untuk membeli emas. Emas berjangka AS turun 0,8% menjadi USD.2,053.70 per ounce.
Sebelum data dirilis, Ketua Federal Reserve Jerome Powell memperingatkan bahwa inflasi “masih terlalu tinggi”.
“Ini adalah contoh lain bagaimana pasar telah salah dalam menentukan arah kebijakan jangka pendek The Fed”, kata Kevin Gordon, ahli strategi di Charles Schwab.
Dia mengatakan bahwa pasar sudah benar dalam menilai latar belakang inflasi, yang akan membantu menyiapkan landasan bagi The Fed untuk menurunkan suku bunga. Namun kecepatan dan skala penurunan suku bunga akhirnya mungkin saja dapat ditentukan oleh pasar tenaga kerja.
Joseph LaVorgna, Kepala Ekonom SMBC Nikko Securities, mengatakan bahwa laporan ketenagakerjaan AS menunjukkan laju penciptaan lapangan kerja (mengacu pada penyediaan lapangan kerja baru bagi para pengangguran) semakin cepat.
“Jika Anda melihat secara lebih rinci, meskipun masih dapat menemukan kelemahannya, namun sungguh sangat sedikit. Ini adalah laporan yang sangat kuat yang membuktikan bahwa resesi tidak akan terjadi dalam waktu dekat”, kata Joseph LaVorgna. (sin)