EtIndonesia. Mengakhiri perkawinan bisa jadi sulit dan sering kali menimbulkan perselisihan yang sengit, namun reaksi seorang pria terhadap pengajuan cerai istrinya sangatlah ekstrem.
Dalam banyak perceraian, pertikaian mengenai aset seperti rumah atau siapa yang mendapat hak asuh anak adalah masalah yang umum terjadi.
Namun, bagi pria ini, taruhannya jauh lebih tinggi. Dulu ketika hubungan mereka tampak lebih positif, dia mendonorkan ginjalnya kepada istrinya.
Tindakan ini dapat dilihat sebagai simbol utama cinta dan dedikasi.
Namun, dr. Richard Batista mengubah narasinya ketika dia menuntut istrinya, Dawnell, mengembalikan ginjalnya atau memberikan kompensasi kepadanya sebesar 1,5 juta dolar (sekitar Rp 23 miliar) setelah mereka memulai perceraian.
Pasangan ini menikah pada tahun 1990 dan memiliki tiga anak.
Dr. Batista menduga pernikahan mereka sudah tegang karena masalah kesehatan Dawnell.
Setelah dua kali transplantasi ginjalnya gagal, dia menawarkan salah satu ginjalnya pada tahun 2001, dengan harapan dapat menyelamatkan nyawanya dan memperbaiki pernikahan mereka.
Ia menyampaikan kepada media: “Prioritas pertama saya adalah menyelamatkan nyawanya. Bonus kedua adalah membalikkan keadaan pernikahan.”
Meskipun operasi tersebut menyelamatkan nyawa Dawnell, namun tidak menyelamatkan pernikahan mereka, dan istrinya mengajukan gugatan cerai pada tahun 2005.
Dr. Batista kemudian menuduhnya melakukan perselingkuhan dan membuat klaim yang belum pernah terjadi sebelumnya dalam penyelesaian perceraian, menuntut pengembalian ginjalnya atau kompensasi 1,5 juta dolar.
Pengacaranya, Dominic Barbara, menyatakan: “Klien saya menanyakan nilai ginjal yang dia berikan kepada Dawnell.”
Pakar hukum dan etika medis dengan suara bulat memandang klaim tersebut tidak berdasar.
Ahli etika medis Robert Veatch berkomentar: “Itu adalah ginjalnya sekarang dan… mengeluarkan ginjalnya berarti dia harus menjalani dialisis atau hal itu akan membunuhnya.”
Pada akhirnya, upaya dr. Batista untuk mendapatkan kembali ginjal tersebut atau mendapatkan kompensasi finansial tidak berhasil.
Mahkamah Agung Kabupaten Nassau, dalam keputusan rinci setebal 10 halaman, menolak klaimnya, menyatakan ginjal tersebut sebagai hadiah dan menyoroti potensi implikasi hukum dari permintaannya.
Di AS, donasi organ secara hukum diakui sebagai hadiah untuk mencegah penjualan organ.
Meskipun permintaannya tidak biasa, Batista tetap melaksanakannya.
Pengacara Dawnell, Douglas Rothkopf, menyatakan kepuasannya atas keputusan tersebut, dengan menyatakan: “Kami senang dengan keputusan tersebut. Organ manusia bukanlah komoditas yang dapat dibeli atau dijual.” (yn)
Sumber: thoughtnova