oleh Li Ming
Sebuah laporan yang dirilis oleh badan investigasi Inggris baru-baru mengungkapkan bahwa dalam investigasinya terhadap puing-puing rudal Korea Utara yang diluncurkan oleh militer Rusia di medan perang Ukraina pada awal tahun tahun ini, menemukan bahwa 75% suku cadangnya adalah buatan Amerika Serikat, dan 16% adalah buatan Eropa. Temuan tersebut menunjukkan, jaringan pengadaan Korea Utara dapat memperoleh suku cadang rudal dari Barat dan secara diam-diam menghindari sanksi yang diberlakukan terhadapnya. Temuan tersebut telah menimbulkan kekhawatiran bagi komunitas internasional.
Berdasarkan laporan beberapa media seperti Bloomberg dan CNN, laporan investigasi yang diterbitkan oleh Conflict Arms Research Institute (CAR), sebuah organisasi investigasi yang berbasis di Inggris, mengungkapkan bahwa melalui penelitian terhadap 290 bagian suku cadang dari sebuah rudal balistik jarak pendek KN-23 atau KN-24 buatan Korea Utara yang berhasil dicegat di Kharkiv, Udong pada 2 Januari tahun ini, pihaknya menemukan bahwa suku cadangnya terutama sistem navigasi rudal, berasal dari 26 perusahaan yang berdomisili di 8 negara. Diantaranya, proporsi suku cadang yang dirancang dan dijual oleh perusahaan yang terdaftar di Amerika Serikat mencapai 75%, sedangkan 16% lainnya adalah suku cadang Eropa, dan 9% sisanya berasal dari Asia, bahkan sangat sedikit suku cadang yang dibuat di Korea Utara.
Negara-negara yang terlibat dalam pembuatan suku cadang rudal tersebut antara lain Amerika Serikat, Jerman, Belanda, Swiss, Tiongkok, Jepang, dan Singapura, bahkan ada yang dipastikan berasal dari Taiwan.
Dengan mempelajari lebih lanjut melalui nomor batch produksi dan tanggal suku cadang tersebut, CAR menemukan bahwa lebih dari 75% suku cadang tersebut diproduksi antara tahun 2021 hingga 2023. Setelah suku cadang ini keluar dari jalur produksi, suku cadang tersebut didapatkan oleh Korea Utara kemudian dirakit dalam pabrik di Korea Utara, lalu dikirim ke Rusia untuk perang di Ukraina.
Laporan tersebut secara khusus menunjukkan bahwa rudal-rudal ini dirakit setelah Maret 2023, sehingga dapat dipastikan bahwa rudal-rudal tersebut diproduksi oleh Korea Utara untuk dipasok ke Rusia.
Laporan CAR tidak secara langsung menyebutkan nama perusahaan yang memproduksi suku cadang tersebut karena tidak ada bukti bahwa perusahaan tersebut menjual komponen tersebut ke Korea Utara. Hasil investigasi meyakini bahwa pasar barang bekas mungkin menjadi sumber utama bagi Korea Utara untuk mendapatkan suku cadang yang terkena sanksi dan embargo tersebut. Barang elektronik komersial, terutama suku cadang semikonduktor, sulit dilacak begitu memasuki rantai pasokan global, sehingga sangat sulit bagi Amerika Serikat dan sekutunya untuk mengontrol aliran dari suku cadang tersebut.
Namun laporan juga memperingatkan bahwa Korea Utara dapat memperoleh dan menggunakan suku cadang dari Barat untuk membuat rudal, ini menunjukkan bahwa negara tersebut telah membangun jaringan pengadaan yang luas yang memungkinkan negara tersebut untuk menghindari sanksi Dewan Keamanan PBB yang diberlakukan sejak tahun 2006 tanpa terdeteksi. Selain itu, Korea Utara juga memiliki kemampuan untuk merakit dan memproduksi senjata yang lebih canggih dengan menggunakan bagian-bagian ini. Hal yang perlu menjadi perhatian khusus adalah pada kenyataannya banyak dari suku cadang ini diproduksi setelah tahun 2023.
Pekan lalu, sebuah laporan yang dirilis oleh Inspektur Jenderal Kementerian Pertahanan AS menyatakan bahwa Korea Utara mungkin telah memasok jutaan peluru artileri ke Rusia pada 2023.
Pada awal tahun ini, juru bicara Dewan Keamanan Nasional Gedung Putih John Kirby juga menyebutkan bahwa Korea Utara baru-baru ini memasok rudal balistik dan sarana peluncurnya kepada Rusia, dan sebelumnya juga telah memasok Rusia dengan sejumlah besar artileri dan amunisi. Sebagai imbalannya, Rusia dapat memberi Korea Utara jet tempur, rudal darat ke udara, kendaraan lapis baja, peralatan militer lainnya, serta transfer teknologinya. (sin)