JAKARTA – Para praktisi Falun Dafa atau Falun Gong menggelar aksi damai di seberang jalan Kedutaan Besar Tiongkok di Kawasan Mega Kuningan, Jakarta Selatan, Sabtu (20/04/2024). Aksi tersebut dalam rangka peringatan 25 tahun permohonan damai 25 April 1999 di Beijing. Aksi kali kembali menyerukan agar penganiayaan terhadap praktisi Falun Gong di daratan Tiongkok dihentikan.
“Hari ini kami kembali menyerukan ; Falun Dafa tidaklah bersalah. Bantu hentikan penganiayaan irasional partai Komunis Tiongkok terhadap rekan-rekan kami di Tiongkok Daratan,” ujar Prima saat membacakan Press Release Himpunan Falun Dafa Indonesia.
Mengenakan kaos kuning bertuliskan “Sejati, Baik, Sabar” – prinsip-prinsip utama dari latihan spiritual – para peserta duduk berbaris, dengan tenang memegang foto-foto rekan mereka yang kehilangan nyawa dalam penganiayaan tersebut. Mereka juga para praktisi Falun Dafa juga mempraktekkan perangkat latihan Falun Dafa. Pada kesempatan tesebut dibentangkan spanduk besar bertuliskan”Partai Komunis China Merampas Organ Praktisi Falun Dafa Hidup-Hidup dan Menjualnya Secara Ilegal.” Spanduk lainnya bertuliskan “Hentikan Penindasan Terhadap Praktisi Falun Gong di China.
Pada 25 April 1999, sekitar 10.000 praktisi latihan spiritual Falun Dafa memohon kepada pemerintah pusat di Beijing untuk berhenti memfitnah di televisi dan publikasi yang dikontrol oleh pemerintah, dan membebaskan sekitar 45 anggota kelompok mereka yang sebelumnya ditangkap di Tianjin dekat Beijing. Namun aksi damai tersebut, diselewengkan oleh PKT menjadi pengepungan.
Para praktisi mencoba menjelaskan masalah ini kepada pihak berwenang, dan polisi mengarahkan mereka ke kantor yang berbeda hingga akhirnya mereka berakhir di kantor pemerintah Zhongnanhai Beijing.
Para praktisi memohon tiga hal: lingkungan yang bebas untuk mempraktekkan keyakinan mereka, pembebasan 45 praktisi yang ditahan di kota Tianjin pada saat itu, dan agar semua buku Falun Gong menjadi legal di Tiongkok.
Pada saat itu, diperkirakan 70 hingga 100 juta orang di Tiongkok berlatih Falun Gong. Sekitar 10.000 praktisi Falun Gong dari seluruh daratan Tiongkok berkumpul di luar Zhongnanhai untuk mengajukan banding. Media di seluruh dunia memuji mereka atas perilaku berani dan kedamaian mereka. Peristiwa tersebut telah diperingati setiap tahun sejak saat itu oleh para praktisi Falun Gong di luar negeri.
Rongji Zhu, yang saat itu menjabat sebagai perdana menteri, berbicara dengan beberapa perwakilan yang dipilih dari para pengunjuk rasa dan mencapai kesepakatan damai, dan 10.000 praktisi membubarkan diri. Namun, pemimpin PKT saat itu, Jiang Zemin, kemudian memulai penganiayaan ilegal untuk mencoba membasmi Falun Gong.
Penganiayaan telah berlangsung sejak saat itu. Para praktisi di seluruh Tiongkok dipenjarakan, dianiaya, dan dibunuh karena keyakinan mereka.
Kini, para praktisi Falun Gong di berbagai belahan dunia termasuk di Indonesia, telah menyerahkan daftar nama para pejabat Partai Komunis Tiongkok yang terlibat dalam kejahatan kemanusiaan terhadap Falun Gong kepada pemerintah masing-masing. Sebagai tanggapan, berbagai negara telah menerapkan sanksi seperti penolakan visa, pembekuan aset pribadi bagi para pelaku kejahatan kemanusiaan ini termasuk anggota keluarga mereka.
Sementara itu, Koordinator Global Human Right Efforts (GHURE), Fadjar Pratikto menilai peringatan 25 April 1999 menandai suatu momen penting dalam sejarah Republik Rakyat Tiongkok, di mana Falun Gong (Falun Dafa), sebuah latihan kultivasi jiwa dan raga yang diperkenalkan ke publik pada tahun 1992, secara terbuka mulai dikecam dan dianiaya oleh pemerintah Partai Komunis Tiongkok (PKT). Sejak awal munculnya latihan kultivasi ini, Falun Gong telah menarik perhatian jutaan orang di Tiongkok dan di seluruh dunia. Namun, tanggapan rejim komunis terhadap gerakan ini telah menciptakan ketegangan yang serius dalam hubungan antara pemerintah dan rakyat, serta memunculkan keprihatinan global tentang hak asasi manusia dan kebebasan beragama di Tiongkok.
Ia mengatakan, peringatan ini adalah panggilan bagi semuanya, masyarakat internasional untuk bersatu dalam menentang kebrutalan yang ditujukan pada pengikut Falun Gong di Tiongkok. Hak asasi manusia adalah hak universal yang harus dihormati oleh semua negara, tanpa pandang bulu terhadap keyakinan agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Sang Pencipta. Pemerintah Tiongkok harus bertanggung jawab atas tindakan represifnya terhadap Falun Gong, dan komunitas internasional harus memperjuangkan keadilan bagi para korban penganiayaan ini.
“Melalui peringatan ini, kami menyatakan dukungan kami kepada semua praktisi Falun Gong yang terus berjuang untuk keadilan dan kebebasan di Tiongkok. Kami menyerukan kepada pemerintah Tiongkok untuk menghentikan penganiayaan terhadap Falun Gong, membebaskan semua tahanan politik, dan menghormati hak asasi manusia dasar. Hanya dengan menghormati pluralitas keyakinan dan mendukung kebebasan beragama, Tiongkok dapat menjadi masyarakat yang lebih adil dan inklusif bagi semua warganya,” ujarnya.