Pinnacle View
Beberapa waktu lalu kunjungan Menkeu AS Janet Yellen ke Tiongkok berakhir, Menlu Rusia Sergey Lavrov sudah tiba di Beijing, kemudian menyusul Menlu AS juga berkunjung ke Beijing. Ibukota Beijing yang terlihat begitu hiruk pikuk itu telah terbukti merupakan pusat dari berbagai konflik besar internasional saat ini.
Yellen meminta Tiongkok agar tidak mengekspor kelebihan kapasitas produksinya yang berlebih, apakah ini karena alasan ekonomi? Atau karena alasan keamanan nasional? Konflik AS-Tiongkok sepertinya tidak terelakkan lagi, lalu apa rencana jangka pendek dan jangka panjang AS terhadap strategi PKT?
Perang Dingin Baru Dimulai? Kunjungan Yellen ke Tiongkok Hendak Blokir Dumping
Produser televisi independen bernama Li Jun mengatakan kepada “Pinnacle View”, kali ini Yellen berkunjung ke Tiongkok, fokus pada masalah kelebihan produksi dan praktek dumping dengan harga murah. Topik ini sangat layak dicermati semua pihak pada saat ini, karena setelah bergabung dengan WTO, seluruh ekspor PKT ke luar negeri dilakukan dengan kebijakan dumping, mulai dari produk sehari-hari sampai besi baja dan semua produk fotovoltaik di-dumping dengan harga murah di seluruh dunia, sehingga menimbulkan dampak yang sangat besar bagi industri di seluruh dunia. Termasuk produk internet Huawei, semua orang merasa produk Huawei adalah produk teknologi tinggi, tapi sebenarnya harganya lebih murah 30% sampai 40% dibandingkan kompetitornya. Jadi kebijakan ini sudah bukan baru terjadi satu dua hari saja.
Mengapa harus membahas masalah ini? Ini mungkin menyangkut pertimbangan strategis AS, bahwa sekarang PKT masih menggunakan kebijakan dumping semacam ini untuk menghabiskan kelebihan produksinya, AS harus mencegahnya, tidak bisa membiarkannya terus begini, karena berdampak sangat besar terhadap rantai industri seluruh dunia.
Di samping itu Yellen juga memperingatkan PKT karena telah membantu Rusia, tadinya AS hanya mengatakan PKT tidak boleh memberikan bantuan senjata kepada Rusia. Kali ini Yellen mengubahnya, dengan mengatakan tidak boleh memberikan dukungan materi dalam bentuk apapun, jika tidak maka akibatnya akan sangat serius.
Sebenarnya belakangan ini mulai dari Biden, Blinken dan militer AS telah membicarakan soal PKT yang telah membantu Rusia membangun basis produksi militernya. Perkataan ini sudah sangat serius, karena jika PKT membantu Rusia membangun industri militernya, maka situasi seluruh perang Rusia-Ukraina akan mengalami perubahan yang sangat besar.
Zelensky belum lama ini mengatakan, jika sekarang Rusia terus menyerang, maka tahun ini ia mungkin akan mundur bertahan secara perlahan, karena amunisi artilerinya tidak banyak lagi. Maka besar kemungkinan Rusia akan melakukan serangan musim panas, tahun lalu Ukraina yang melakukan serangan musim panas, tahun ini kemungkinan Rusia yang akan melakukannya, karena dengan kapasitas produksi Rusia seperti itu, amunisi artilerinya sangat banyak. Jadi dengan kondisi ini, situasi Rusia-Ukraina akan mengalami perubahan besar, dan akan berdampak besar pula bagi Eropa.
Jadi sekarang Li Jun mulai memahami, mengapa waktu itu Macron mengatakan NATO harus ikut berperang. Karena sekarang PKT, Iran, Korut, dan Rusia telah membentuk aliansi militer yang kuat, Rusia berperang, yang mendukungnya adalah semua negara itu. Sekarang Ukraina bukan berperang melawan Rusia, melainkan berperang melawan beberapa negara, tentu saja Rusia juga bukan berperang dengan Ukraina, tapi berperang melawan NATO, jadi disini telah terbentuk semacam perang antara dua kubu. Bagaimana kondisi ini akan berkembang di kemudian hari, pidato Biden sangat tepat mendeskripsikannya, mengatakan perang ini akan berdampak jangka panjang bagi keamanan Eropa, jika Ukraina tidak mampu bertahan, maka dampaknya akan sangat besar bagi Eropa. Jadi walaupun Yellen adalah seorang pemeluk panda, tapi perkataannya terhadap PKT atas masalah Rusia kali ini cukup keras.
PKT Kembangkan Ekonomi Bukan Untuk Rakyat, Dumping Berdampak Keamanan Global
Pemimpin redaksi Epoch Times yakni Guo Jun mengatakan, mengapa Tiongkok cenderung melakukan dumping menjual barang dengan harga super murah untuk menguasai pasar, masalah ini harus dibahas dari sisi politik. Kita tahu, inti beroperasinya masyarakat kapitalisme adalah kapital, dan tujuan dari kapital adalah laba, jadi pada umumnya perusahaan di Barat sasarannya adalah memperoleh laba. Tapi berbeda halnya dengan paham sosialisme, sasaran partai komunis bukan laba, melainkan kekuasaan pengendalian. Tujuan terpenting di dalam BUMN di Tiongkok bukan berapa banyak keuntungan yang dapat diraihnya, melainkan seberapa besar skala perusahaannya itu. Semakin besar skalanya, maka semakin tinggi pula standar perusahaan, dan level para manajer perusahaan itu pun akan semakin tinggi, jadi para eksekutif di BUMN semuanya memiliki jabatan setara pejabat pemerintah, misalnya setingkat wakil Menteri dan lain sebagainya. Jadi karakteristik dasar perusahaan negara sosialisme inilah yang menentukan perilaku semua perusahaan di Tiongkok, sasaran terbesar suatu perusahaan adalah terus memperbesar skalanya, dan sasaran ini jauh melampaui tujuan mengejar keuntungan. Kecenderungan semacam ini juga berlaku pada perusahaan swasta, di Tiongkok, semakin besar perusahaan swasta maka akan semakin aman perusahaan tersebut, oleh karena itu kita kerap mendengar adanya istilah di kalangan warga Tiongkok “sangking besarnya sampai tidak mungkin bangkrut”, ini juga merupakan ungkapan dari Xu Jiayin (Hui Ka Yan) yang sangat terkenal itu, sebesar itulah skala Evergrande Group miliknya sampai tak mungkin bangkrut, begitulah prinsipnya.
Jadi pada masyarakat kapitalisme jika suatu perusahaan berjalan dengan baik, maka sang pemilik usaha akan mendapatkan keuntungan, setelah banyak keuntungan maka akan menambah gaji karyawan, walhasil ini akan memperbesar konsumsi masyarakat, dan semua orang hidup sejahtera. Sedangkan kondisi di Tiongkok adalah, jika suatu perusahaan berjalan baik, investasi akan ditambahkan untuk memperbesar skala perusahaan, pemilik bisnis setelah memperoleh keuntungan tidak akan memberikan kenaikan gaji, sehingga konsumsi masyarakat dengan sendirinya tidak akan meningkat, yang meningkat hanyalah kebutuhan akan sumber daya dan modal. Jadi konsumsi domestic di Tiongkok hanya mencakup 37% saja dari PDB, sedangkan pada mayoritas negara di Barat mencapai sekitar 70% dari PDB. Kunjungan Yellen ke Tiongkok kali ini, dia memberikan resep bagi warga Tiongkok, mengatakan bahwa Tiongkok harus meningkatkan pasar konsumsi domestiknya, yang dikatakan oleh Yellen ini adalah kesungguhan dari hati nuraninya, hanya saja ini merupakan logika Amerika, bukan logika PKT.
Cara PKT adalah dengan memberikan subsidi pemerintah, sehingga ekspor Tiongkok melonjak drastis, karena mengandalkan subsidi pemerintah. Misalnya potongan pajak ekspor, jika produk diekspor maka pemerintah akan mengembalikan pajak pertambahan nilainya atau PPN, bagian ini mencakup setidaknya 17% dari nilai penjualan. Mayoritas keuntungan perusahaan Tiongkok dari ekspor adalah kurang dari 5%, maka pengembalian pajak sebesar 17% itu adalah godaan yang teramat besar.
Jadi, dumping dengan harga murah sudah menjadi strategi bisnis perusahaan Tiongkok, walaupun menjual rugi, mereka masih akan memperoleh 17% subsidi itu. Bicara soal produk energi baru, kondisi ini bahkan lebih parah lagi, PKT memberikan subsidi mulai dari sumber awalnya, misalnya di bidang panel energi surya PKT memberikan subsidi sejak mulai berinvestasi, lalu kredit usaha diberikan lagi kemudahan, dan ekspor juga diberikan pengembalian pajak, tuntutan lingkungan hidup pun dilonggarkan, bahkan pemerintah mendukung perusahaan untuk memeras tenaga kerja, akibatnya perusahaan pada industri ini pun bermunculan, membentuk kapasitas produksi yang sangat besar dan kompetisi dalam hal harga jual, dan pemenang terakhir yang unggul dalam persaingan harga tersebut akan memberikan harga yang sedemikian murahnya sampai menakutkan semua orang, benar-benar lebih murah daripada harga sayur.
Guo Jun mengatakan, setelah tahun 2000 Tiongkok bergabung dengan WTO, banyak perusahaan AS dan Eropa telah gulung tikar, misalnya pada industri baja besi, tekstil, pelayanan, dan lain-lain telah banyak yang ditutup. Hanya dari industri besi baja saja AS telah kehilangan 2 juta lapangan kerja, semuanya sudah pindah ke Tiongkok. Selama satu dekade terakhir industri panel energi surya Eropa dan AS pada dasarnya sudah runtuh, di Eropa semua bangkrut tak bersisa, di AS sendiri 90% sudah bangkrut. Dan sekarang tiba giliran mobil listrik, ini akan berdampak teramat besar bagi industri otomotif di Eropa dan AS. Begitu juga industri farmasi, industri farmasi di AS sangat maju, tapi obat-obatan dasar dan bahan baku obat semua diproduksi di Tiongkok. Masalah ini sudah pernah dibahas di AS beberapa tahun lalu, khususnya selama masa pandemi lalu, karena industri ini menyangkut masalah keamanan nasional, jika PKT melarang ekspor bahan baku antibiotik, maka habislah AS.
Konflik AS-PKT Tak Terhindarkan, Kapan AS Akan Berperang?
Guo Jun mengatakan, konflik dalam hubungan AS dengan PKT adalah pasti, salah satu sifat asli paham sosialis adalah nasionalisme, atau dengan ungkapan lain adalah merkantilisme, yaitu konfrontasi dalam bidang ekonomi dengan negara asing dengan kekuatan negara dan kekuasaan pemerintah, tujuannya adalah saling bertikai, saling konfrontasi. Tidak seperti masyarakat demokrasi, dimana tujuan negara adalah meningkatkan kualitas hidup warganya.
Seorang Wakil Ketua Partai Komunis Yugoslavia yakni Milovan Djilas, yang kemudian gagal dalam perebutan kekuasaan lalu dipenjara, dia menulis sebuah buku yang sangat terkenal berjudul “The New Class”. Dalam buku itu disebutkan sejumlah karakteristik rezim komunis, salah satunya adalah semua rezim komunis Leninisme, tujuan ekonominya pada dasarnya adalah industrialisasi, tujuan akhirnya adalah kompetisi negara, memperoleh kemenangan melalui persaingan antar negara, lalu mendorong lagi gerakan paham komunis.
Kita bisa melihat yang dilakukan oleh PKT persis seperti yang dikatakan Djilas, lewat dukungan negara skala perusahaan diperbesar untuk bersaing di bidang ekonomi, lalu menghancurkan industri negara lain untuk meruntuhkan negara tersebut, kemudian memanfaatkan pengaruh ekonomi ini untuk memperluas ekspansi ideologi paham komunisnya. Sebenarnya PKT telah menjalankan jalur pengembangan seperti ini, selama ini kita bisa melihat memang inilah yang dilakukan PKT.
Buku “The New Class” karya Djilas sebenarnya sangat terkenal di negara Barat, kaum elit AS sekarang juga semakin mengerti, jadi semua kebijakan dan tindakan yang mereka keluarkan sekarang, adalah mempersiapkan perlawanan negaranya, saya melihat ini adalah kebijakan nasional jangka panjang AS, dan jalur ini akan sangat sulit diubah.
Wang Juntao mengatakan, kalangan akademis strategis AS sebenarnya terbagi menjadi kaum Hawkish serta kaum Dovish. Kaum Dovish selalu beranggapan, dalam politik internasional, jika sejumlah hal dapat diatasi dengan baik dan tidak seperti Chamberlain yang menyerah begitu saja, sebenarnya PDII bisa dihindari. Strategi mereka adalah: menetapkan suatu plafon, misalnya teknologi tinggi tidak boleh dikembangkan di Tiongkok; lalu menetapkan suatu dasar, sekarang tidak boleh mengobarkan perang, baik di Taiwan maupun di Laut Selatan, tidak boleh ada perang, tidak boleh provokasi; lalu ruang di tengah ini diolah sedemikian rupa, sebisa mungkin berdamai, ada kalanya perlu tarik ulur. Kaum Hawkish juga berpikiran sama, walaupun pada akhirnya AS harus bertikai dengan PKT, tapi sekarang belum saatnya, karena sekarang Israel masih berperang, Ukraina masih berperang, AS tidak memiliki banyak anggaran, tidak mempersiapkan cukup banyak senjata, setiap hari Biden dipusingkan dengan urusan mencari dana untuk membiayai perang.
Wang Juntao mengatakan, ia merasa Biden memikirkan sangat jelas akan masa depan, di atas ada plafon, perbedaan teknologi antara AS dengan PKT akan semakin besar; di bawah ada garis batas, konflik AS-PKT tidak akan segera meletus. Dengan demikian seiring dengan adanya senjata generasi baru AS, dengan adanya senjata drone, keunggulan militer terhadap PKT akan semakin besar, jadi Biden merasa waktu dan kondisi akan berpihak padanya.
Ada satu kunci utama, AS pernah berperang di PDI dan PDII, setiap kali selalu diserang lebih dulu oleh lawan, sehingga AS mempunyai alasan kuat untuk terjun ke medan perang, jadi dirasa kali ini mungkin AS juga akan membiarkan PKT menentukan waktu konfrontasi. Jika PKT mulai bertikai, maka AS mempunyai alasan kuat untuk berperang, berperang secara menyeluruh, setelah perang usai maka Tiongkok akan diubah, berubah menjadi seperti Jerman dan Jepang. Ada satu kemungkinan lain, yakni terjadi revolusi demokrasi di Tiongkok, yang pada akhirnya akan membuat seluruh dunia menjadi damai di masa mendatang, karena tidak akan ada perang antara negara demokrasi, ini adalah hukum pasti dari pengalaman politik internasional saat ini. (lin)