Amerika Serikat Memiliki Keunggulan Demografis yang Jauh Lebih Besar daripada Tiongkok dan Rusia

oleh Chen Ting

Para analis kebijakan luar negeri Amerika serikat mengungkapkan bahwa meskipun tingkat kelahiran di Amerika Serikat juga mengalami penurun dalam beberapa tahun terakhir, namun masih memiliki keunggulan demografis yang sangat besar jika dibandingkan dengan Tiongkok mau pun Rusia. Ini adalah elemen kunci dalam era persaingan antar kekuatan negara besar.

Artikel tulisan Brent Peabody, seorang pakar kebijakan luar negeri AS yang dipublikasikan oleh majalah “Foreign Policy” pada 13 Mei menyebutkan, bahwa Amerika Serikat sedang berada dalam masa transisi demografi, sementara itu Tiongkok dan Rusia justru terjebak dalam gejolak demografi.

“Yang paling jelas terlihat adalah Tiongkok”, tulis Brent Peabody. “Di mana data resmi menunjukkan bahwa dalam waktu kurang dari 10 tahun, angka kelahiran per perempuan di Tiongkok telah anjlok dari 1.81 kelahiran menjadi 1.08, ini menjadikan Tiongkok sebagai salah satu negara dengan angka kelahiran terendah di dunia”.

Dia menulis: “Meskipun pihak berwenang Tiongkok memperkirakan bahwa tingkat kelahiran akan sedikit membaik dan memperkirakan pada tahun 2035 tingkat kelahiran dapat melebihi 1.3 , namun angka ini masih akan membawa bencana demografis kepada negara terpadat kedua di dunia ini”.

Tiongkok sedang menghadapi “bencana demografis”

Para ahli kependudukan umumnya percaya bahwa tingkat kelahiran 2.1 diperlukan untuk menjaga stabilitas populasi tanpa imigrasi. Penurunan tingkat kelahiran dapat menyebabkan penyempitan basis pajak, berkurangnya angkatan kerja, peningkatan beban pensiun, dan penurunan pengeluaran untuk pendidikan dan infrastruktur.

Dalam beberapa tahun terakhir, angka kelahiran total di Amerika Serikat juga mengalami penurunan, dari rata-rata 2.12 kelahiran per wanita pada 2007 menjadi kurang dari 1.7 kelahiran saat ini.

Namun, tren demografi dan sosial menunjukkan bahwa masalah kelahiran di Tiongkok jauh lebih serius dibandingkan dengan Amerika Serikat, dan mungkin saja tingkat kelahiran di Tiongkok akan semakin menurun di tahun-tahun mendatang.

Peabody mengatakan bahwa setelah puluhan tahun diberlakukannya “kebijakan satu anak”, jumlah warga Tiongkok yang dapat memiliki anak telah menurun secara signifikan.

“Tiongkok memiliki 216 juta orang berusia 50-an tahun, sementara hanya 181 juta orang berusia 20-an tahun. Ini berarti bahwa jumlah orang yang akan menjadi orang tua telah menurun secara signifikan, sehingga jumlah populasi Tiongkok hampir ditakdirkan untuk menurun”, tulis Peabody.

Hal yang lebih buruk lagi, adalah suasana sosial yang lebih mengutamakan anak laki-laki dibandingkan anak perempuan, ditambah dengan banyaknya aborsi buatan, yang  menyebabkan ketidakseimbangan serius dalam rasio laki-laki dan perempuan.

“Di Tiongkok, terdapat 11,7 juta orang lebih banyak jumlah pria berusia 20-an tahun dibandingkan dengan wanita pada kelompok usia yang sama”, kata Peabody. “Singkatnya, kebijakan satu anak selama beberapa dekade terakhir telah menyebabkan berkurangnya generasi muda, dan semakin besarnya kekurangan perempuan muda”.

“Kebijakan satu anak” yang diusung PKT telah mendistorsi konsep keluarga di Tiongkok 

Peabody menunjukkan bahwa “kebijakan satu anak” selama beberapa dekade juga telah mengubah konsep keluarga di Tiongkok.

“Masyarakat Tiongkok, terutama generasi yang tumbuh tanpa saudara laki-laki atau perempuan, mereka cenderung memilih keluarga kecil”, tulisnya. “Perempuan Tiongkok yang disurvei mengatakan, bahwa jumlah keluarga ideal mereka jika dirata-ratakan hanya 1,7 orang anak, angka ini jauh lebih rendah daripada negara lain”.

Pada saat yang sama, tingginya biaya perumahan di kota metropolitan Tiongkok dan sikap generasi muda saat ini yang memilih menganut “Tang ping-isme” (tren populer yang dianut sebagian warga sipil Tiongkok yang menentang penekanan untuk bekerja keras akibat kebijakan pemerintah yang merugikan kepentingan masyarakat) telah membuat rumah tangga di perkotaan jauh lebih kecil dibandingkan rumah tangga di pedesaan.

Peabody mengatakan bahwa Tiongkok masih memiliki banyak ruang untuk urbanisasi. Hanya kurang dari dua pertiga warga Tiongkok yang tinggal di perkotaan. Namun jika semakin banyak warga Tiongkok dari daerah pedesaan yang pindah ke perkotaan, maka usaha meningkatkan angka kelahiran akan bertambah sulit.

Isu demografi Rusia sudah muncul dan perang memperburuk situasi 

Meskipun populasi Tiongkok menyusut dengan cepat, populasi Rusia juga menghadapi penurunan tajam.

Seperti Tiongkok, generasi muda di Rusia kini memasuki masa dewasa akibat gejolak politik pada tahun 1990-an setelah runtuhnya Uni Soviet. Hal ini berarti semakin sedikit anak muda yang menjadi orang tua sehingga akan menurunkan angka kelahiran.

Selain itu, invasi Rusia ke Ukraina telah memperburuk masalah kependudukan.

Peabody menjelaskan bahwa invasi ke Ukraina menjerumuskan Rusia ke dalam lingkaran setan penurunan populasi setidaknya dalam tiga aspek.

Aspek pertama adalah jumlah korban tewas yang timbul dalam perang itu, yang diperkirakan setidaknya telah menelan 50.000 orang tentara warga Rusia.

Kedua, adanya gelombang emigrasi yang disebabkan oleh invasi dan mobilisasi, yang diperkirakan telah menyebabkan tak kurang dari satu juta orang warga Rusia meninggalkan negaranya. Lebih buruk lagi, lantaran banyak di antara mereka itu berada dalam usia subur.

“Namun, yang paling penting adalah belanja militer”, tulis Peabody. Belanja militer saat ini mencapai rekor 6% dari produk domestik bruto (PDB) Rusia. Hal ini menekan anggaran pengeluaran yang diperuntukkan pendidikan, layanan kesehatan, dan kebijakan lain yang membantu membangun keluarga.

Brent Peabody percaya bahwa dengan menggabungkan ketiga aspek di atas, hal ini akan menjadi awal dari penurunan populasi Rusia dalam jangka panjang.

Faith (keyakinan) mendukung tingkat kesuburan AS, lingkungan politik dan ekonomi yang bebas menjadi daya tarik para elit untuk berimigrasi

Peabody menjelaskan bahwa meskipun Amerika Serikat kini telah memasuki era dengan angka kelahiran yang rendah, tetapi karena banyak warga negara AS yang sangat religius dan memiliki tradisi evangelis yang kuat, jadi penurunan tingkat kelahiran relatif tidak terlalu besar.

Selain itu, Amerika Serikat merupakan tujuan utama imigran global, sehingga mendorong pertumbuhan populasi AS.

Dalam artikel Peabody juga disebutkan bahwa kebebasan politik dan ekonomi menjadikan Amerika Serikat tempat yang menarik bagi orang-orang untuk berimigrasi dan membesarkan anak-anak mereka. Universitas-universitas dan perusahaan-perusahaan teknologi terkemuka di Amerika Serikat terus menarik talenta-talenta terbaik dan tercemerlang di dunia, sementara upah yang tinggi dan kekurangan tenaga kerja juga mendorong semakin banyak imigran datang ke Amerika Serikat. (sin)