oleh Yi Ru
Ketika Amerika Serikat mengintensifkan upayanya untuk menaikkan tarif terhadap produk-produk Tiongkok guna membentuk kembali rantai pasokan global, Amerika Serikat juga secara signifikan meningkatkan impornya dari Vietnam, dan sebagian besar ekspor Vietnam bergantung pada pada Input barang impor Tiongkok. Beberapa komentator percaya bahwa di balik lonjakan ekspor Vietnam ke Amerika Serikat adalah pencucian area produksi oleh perusahaan Tiongkok.
Sebuah laporan Reuters yang mengutip data resmi dan analisis para ahli pada 16 Mei menunjukkan bahwa ketika Amerika Serikat mengintensifkan upayanya untuk mengurangi perdagangan dengan Tiongkok dengan menaikkan tarif, Amerika Serikat juga telah meningkatkan impor dari Vietnam secara signifikan, dan Vietnam bergantung pada Tiongkok untuk sebagian besar perdagangannya. ekspornya. Meningkatnya perdagangan antara Tiongkok, Vietnam, dan Amerika Serikat telah memperlebar ketidakseimbangan perdagangan.
Pada 2023, surplus perdagangan Vietnam dengan Amerika Serikat akan mendekati 105 miliar dolar AS, yaitu 2,5 kali lipat dibandingkan 2018 ketika pemerintahan Trump pertama kali memberlakukan tarif tinggi terhadap barang-barang Tiongkok.
Surplus perdagangan Vietnam dengan Amerika Serikat saat ini berada di peringkat keempat, di belakang Tiongkok, Meksiko, dan Uni Eropa.
“Ini adalah model perdagangan segitiga. Pada dasarnya dalam perdagangan, setelah AS menjatuhkan sanksi berupa pengenaan tarif tinggi terhadap komoditas yang diekspor Tiongkok ke AS, maka perusahaan Tiongkok akan berupaya mengadopsi model ini dengan maksud untuk menghindari tarif termaksud,” ujar Wang Shiow-Wen Ph.D, asisten peneliti di Institut Penelitian Pertahanan dan Keamanan Nasional Taiwan.
Melalui peninjauan terhadap data-data perdagangan, bea cukai dan investasi yang dimiliki PBB, Amerika Serikat, Vietnam, Tiongkok, gambaran perkiraan awal dari Bank Dunia, 6 orang ekonom, dan para pakar rantai pasokan, Reuters kemudian mengkonfirmasikan bahwa memang benar simbiosis perdagangan trilateral ini sedang tumbuh saat ini.
Data-data dan analisis tersebut menunjukkan bahwa lonjakan jumlah komoditas yang diekspor Vietnam ke AS berkaitan erat dengan jumlah barang yang diimpor Vietnam dari negara tetangganya Tiongkok. Dalam beberapa tahun terakhir, jumlah produk-produk Tiongkok yang diimpor oleh Vietnam cocok dengan fluktuasi dan volume ekspor dari Vietnam ke Amerika Serikat.
“Itulah alasan mengapa produsen Tiongkok beralih ke Vietnam untuk mengekspor produk mereka ke Amerika Serikat, yang semata-mata bertujuan untuk menghindari pengenaan tarif tinggi. Jadi sebenarnya Vietnam adalah eksportir palsu. Misalnya, seseorang asal Tiongkok pergi ke Vietnam untuk membuka perusahaan, lalu mengirim barang-barangnya dari Tiongkok ke Vietnam, dan mengekspornya ke AS. Dengan demikian gambaran yang tercipta adalah komoditas diekspor dari Vietnam, sehingga tidak berlaku pengenaan tarif tinggi,” kata Frank Tian Xie, seorang profesor di Aiken School of Business di University of South Carolina, AS.
Bank Dunia memperkirakan bahwa korelasi antara kedua aliran keuangan tersebut mencapai 96% saat ini, lebih tinggi dari 84% yang terjadi di era pemerintahan Trump.
“Ini sama saja dengan mengubah lokasi asal produk. Sesungguhnya komoditas itu bukan dibuat di Vietnam, tetapi dibuat di Tiongkok. Ini sama saja dengan menipu Amerika Serikat”, ujar Frank Tian Xie.
Para ahli mengatakan bahwa perusahaan Tiongkok menggunakan Vietnam sebagai tempat untuk mengekspor produknya ke AS demi menghindari tarif, mungkin dapat memicu pemerintah AS untuk mengenakan tarif terhadap Vietnam.
“Sekarang mengenakan pajak kepada Vietnam sebenarnya adalah cara Amerika Serikat, mendingan juga memberlakukan tarif terhadap komoditas Vietnam, agar percuma saja memindahkan hasil produk untuk ekpor ke AS lewat Vietnam,” kata Frank Tian Xie.
Data perdagangan Amerika Serikat menunjukkan bahwa Amerika Serikat mengimpor lebih dari USD.114 miliar barang dari Vietnam pada tahun 2023, lebih dari dua kali lipat jumlah impor barang pada awal perang dagang Tiongkok – AS pada tahun 2018. Selain itu, jumlah komoditas Tiongkok yang diimpor AS juga telah turun menjadi sebesar USD.110 miliar sejak tahun 2018.
Wang Shiow-Wen Ph.D mengatakan : “Tidak hanya Vietnam. Beijing juga menggunakan Meksiko atau negara-negara Amerika Selatan, seperti Brasil, bahkan negara-negara Afrika, untuk menghindari pengenaan tarif. Hanya saja untuk mengalihkan produksi ke Meksiko atau Amerika Selatan, perusahaan Tiongkok butuh biaya dan waktu lebih lama dan mahal ketimbang pindah ke Vietnam”.
Nguyen Hung, pakar rantai pasokan di Royal Polytechnic University di Vietnam, Melbourne, mengatakan bahwa di industri-industri utama seperti tekstil dan peralatan listrik, Vietnam telah menanggung lebih dari 60% kerugian yang dialami Tiongkok.
Namun data menunjukkan bahwa sebagian besar produk Vietnam yang diekspor ke Amerika Serikat bersuku cadang atau komponen buatan Tiongkok.
“Ini memang adalah usaha mencuci tempat asal produksi, dan sebagian memang sedang melakukan pencucian terhadap tempat asal produksi. Karena setelah diberi label buatan Vietnam, lebih mudah bagi Amerika Serikat untuk mengimpor produk-produk ini, terutama produk tekstil. Vietnam mengekspor produk tekstil, produk elektronik, dan komponen-komponen ke Amerika Serikat. Jadi bagian yang paling riskan sekarang mungkin adalah produk dan komponen elektronik, karena jika Tiongkok mengekspor komponen ke Vietnam untuk dirakit menjadi produk parsial lalu diekspor ke AS, khawatir suatu ketika nanti hal itu dijadikan masalah keamanan nasional oleh AS,” ujar Wang Shiow-Wen.
Menurut data Bank Pembangunan Asia, pada 2022, sekitar 80% produk utama Vietnam yang diekspor ke Amerika Serikat, yaitu produk elektronik, telah dirakit dari suku cadang yang diimpor dari Tiongkok.
Data yang dikeluarkan oleh otoritas Vietnam menunjukkan bahwa sepertiga produk impor negara tersebut berasal dari Tiongkok, terutama produk elektronik dan suku cadangnya. (sin)