Badan keamanan negara Partai Komunis Tiongkok diberi wewenang lebih besar dibandingkan sebelumnya pada rezim yang sedang goyah
Pinnacle View Team
Sebulan lalu, berbagai juru bicara Partai Komunis Tiongkok menyuarakan sebuah seruan Chen Yixin, Menteri Keamanan Negara, untuk meluncurkan sebuah “kampanye lima-anti” yang menargetkan “subversi, hegemoni, terorisme, pemisahan diri, dan konspirasi.”
Para analis Viewpoints di Pinnacle View, sebuah program di NTD menafsirkan langkah ini sebagai indikasi aparat keamanan negara Partai Komunis Tiongkok diberikan wewenang yang diperluas untuk mendukung pemerintahan yang sedang berjuang.
Selama hampir satu abad, generasi-generasi Partai Komunis Tiongkok sebelumnya melancarkan dua kampanye lima-anti untuk kelangsungan hidupnya, baik yang ditandai dengan kekerasan maupun pertikaian politik.
Krisis apa yang ingin diatasi oleh rezim komunis melalui putaran baru kampanye lima-anti ini? Mungkinkah ini menandakan pergolakan bermakna lainnya di Tiongkok?
Bangkitnya Kementerian Keamanan Negara
Du Wen, seorang pakar hukum Tiongkok yang tinggal di Belgia, berkomentar di Pinnacle View bahwa argumen-argumen Menteri Keamanan Negara mengenai kampanye lima-anti bukanlah sekadar retorika tetapi “dibangun di atas kerangka Undang-Undang Keamanan Nasional Partai Komunis Tiongkok, yang menekankan tanggung jawab pihak-pihak berwenang keamanan nasional dan selanjutnya menegaskan kembali undang-undang partai yang ada.”
“Ini (memulai kampanye lima-anti) lebih merupakan sebuah pencegahan dan peringatan.”
Dilihat dari sudut pandang politik yang lebih luas, Du Wen menyarankan kampanye lima-anti memiliki implikasi yang lebih besar bagi Partai Komunis Tiongkok. “Ini mungkin bersifat perlindungan politis untuk Sidang Pleno Ketiga mendatang dan pertemuan Politbiro, terutama karena hal ini dapat menentukan hukuman bagi beberapa pejabat militer berpangkat tinggi, seperti Li Shangfu, yang mungkin dituduh terlibat subversi, spionase, dan tuduhan berat lainnya.
Menteri Pertahanan, Li Shangfu, dicopot dari jabatannya pada Oktober 2023 setelah ia menghilang dari sorotan publik selama berbulan-bulan.
Du Wen menekankan bahwa setelah Xi Jin Ping berkuasa, Dewan Keamanan Negara didirikan, di mana kantor Dewan Keamanan Negara terletak di dalam Kementerian Keamanan Negara. Dewan Keamanan Negara ini mempelopori upaya-upaya kolaboratif dengan departemen lain, khususnya Kementerian Keamanan Publik. Kementerian Keamanan Negara telah diberi kekuasaan yang cukup luas, muncul sebagai titik fokus dan kekuatan pendorong di dalam Partai Komunis Tiongkok.
Sementara itu, Departemen Keamanan Publik telah lama menjadi senjata negara yang penting untuk Partai Komunis Tiongkok. “Tanpa keamanan publik, saya takut pada rezim Partai Komunis tidak akan mampu bertahan bahkan sebulan pun,” komentar Du Wen.
Namun demikian, Du Wen bilang, sistem keamanan publik selalu menjadi sumber utama dan seringnya masalah korupsi. Beberapa polisi penegak hukum yang kejam sering bentrok dengan masyarakat, memicu kemarahan masyarakat dan memperdalam krisis sistemik kepercayaan pada Partai Komunis Tiongkok.
“Departemen Keamanan Publik adalah kekuatan penting untuk stabilisasi rezim, tetapi Xi Jin Ping tidak dapat memercayainya dan tidak berani memercayainya; di sisi lain, Xi Jin Ping harus memercayainya, tetapi ia tidak dapat memercayai semuanya.”
Oleh karena itu, dalam pandangan Du Wen, tumbuhlah kekuatan yang dapat mengesampingkan Departemen Keamanan Publik yang mungkin menjadi solusi bagi rezim Xi Jinping. Ia mengatakan, munculnya Departemen Keamanan Negara dan peningkatan statusnya, sampai batas tertentu, merupakan upaya untuk menyeimbangkan dan mengawasi kekuasaan keamanan publik. Dengan cara ini, Xi Jin Ping berupaya memperkuat keamanan nasional sekaligus memperketat kendali dan pengawasan terhadap sistem keamanan publik.”
Du Wen menambahkan, fungsi Departemen Keamanan Negara Partai Komunis Tiongkok telah ditingkatkan ke tingkat yang belum pernah terjadi sebelumnya, mengubahnya menjadi sebuah organisasi yang komprehensif. Hal ini mewakili sebuah perubahan bermakna dalam garis politik Partai Komunis Tiongkok tahun-tahun belakangan ini. Kekuasaan ini sebenarnya hanya milik Xi Jinping saja dan sepenuhnya bebas dari kendala-kendala setempat.
Xi Jinping Mengubah Sistem Kekuasaan Partai Komunis Tiongkok
Sejak menjabat, Xi Jin Ping telah menerapkan serangkaian reformasi sistem politik, catat Du Wen di Pinnacle View. Di antaranya, yang paling menonjol adalah pembentukan beberapa dewan-dewan tingkat-pusat, termasuk Dewan Keamanan Negara, yang beroperasi di luar kerangka konstitusi Tiongkok.
Du Wen mencatat hal itu, sesuai dengan kerangka partai sebelumnya yang ditetapkan oleh mantan pemimpin Deng Xiaoping, Partai Komunis Tiongkok berfungsi sebagai partai yang berkuasa, dengan anggota-anggotanya terdiri dari pemerintah pusat, yang dikenal sebagai Dewan Negara. Kepala pemerintahan ini, Perdana Menteri Dewan Negara, beroperasi berdasarkan sistem tanggung jawab bersama dengan kabinet. Selain itu, Konstitusi Partai Komunis Tiongkok menetapkan bahwa kepemimpinan Dewan Negara adalah sebuah organisasi, bukan perseorangan.
“Namun, dengan membentuk berbagai komite, Xi Jin Ping telah mengambil kembali kekuasaan Dewan Negara menjadi ketua partai dan negara, sehingga mengubah sistem politik menjadi sistem presidensial,” kata Du Wen.
Ia menambahkan bahwa Xi Jinping adalah seorang perebut kekuasaan dan kemungkinan besar tidak akan melepaskan kekuasaannya kecuali ia tidak sanggup lagi karena alasan kesehatan atau menganggap orang lain mampu mewujudkan keinginannya sepenuhnya.
Tiga ‘Kampanye Lima-Anti’
Merefleksikan dua kampanye “lima anti” dalam sejarah Partai Komunis Tiongkok, Guo Jun, pemimpin redaksi The Epoch Times edisi Hong Kong, mencatat di Pinnacle View bahwa kampanye awal pada tahun 1952 menargetkan “anti suap, anti penghindaran pajak, anti jalan pintas, anti penipuan properti negara, dan anti-pencurian intelijen ekonomi nasional.”
Menurut Guo Jun, otoritas Partai Komunis Tiongkok menggunakan gerakan ini untuk melakukan tindakan keras terhadap perusahaan swasta dan kapitalis.
“Selama tahun 1950-an, biaya Perang Korea menghabiskan biaya sekitar 40 persen hingga 50 persen Pendapatan Domestik Bruto Tiongkok, dan kampanye lima-anti memaksa perusahaan-perusahaan tersebut, terutama kapitalis, untuk berkontribusi dalam Perang Korea,” kata Guo Jun. “Sebagai akibatnya, banyak perusahaan swasta yang tutup dan bangkrut atau digabungkan oleh Partai Komunis Tiongkok.”
Kampanye Lima-Anti Partai Komunis Tiongkok yang kedua diluncurkan pada tahun 1963, bersamaan dengan Gerakan Pendidikan Sosialis, dengan slogan “anti korupsi dan pencurian, anti spekulasi, anti pemborosan, anti desentralisasi, dan anti birokrasi.” Tujuannya adalah untuk menargetkan pejabat-pejabat dalam sistem tersebut dan memperkuat kendali pemerintah pusat, kata Guo Jun.
“1963 adalah tahun di mana kelaparan selama tiga tahun baru saja berakhir, dan 40 tahun juta orang kelaparan sampai mati. Saat itu, kemarahan masyarakat sedang terjadi dan tersebar luas,” kata Guo Jun. ”Untuk mengalihkan tanggung jawab, Partai Komunis Tiongkok melakukan kampanye lima-anti yang menargetkan pejabat-pejabat di pemerintahan akar rumput, menyalahkan mereka atas kematian akibat kelaparan.”
“Dengan bantuan kampanye ini, masyarakat Tiongkok dapat melampiaskan kemarahannya pada pejabat-pejabat tersebut sebagai kambing hitam, dan pemerintah pusat partai tetap benar secara politik,” kata Guo Jun, yang menambahkan bahwa setelah kampanye lima-anti yang kedua, terjadi konflik di dalam partai yang semakin intensif, yang memicu Revolusi Kebudayaan yang pada akhirnya melumpuhkan seluruh pemerintahan.
Mengenai kampanye lima-anti yang baru yang diusulkan oleh Chen Yixin, Guo Jun mengatakan Partai Komunis Tiongkok ingin mengkonsolidasikan posisi kekuasaannya di negara tersebut karena merasa tidak aman mengenai berbagai tekanan dari dunia internasional.
Menurut Guo Jun, keamanan politik adalah isu inti bagi Partai Komunis Tiongkok.
“Apa itu keamanan politik? Ketika Komisi Pusat untuk Inspeksi Disiplin mengumumkan penangkapan pejabat-pejabat senior, biasanya ada dua tuduhan utama bagi mereka: pelanggaran aturan-aturan politik dan kegagalan untuk menegakkan kepemimpinan inti partai dan pemimpin. Hal ini dipandang sebagai indikator ketidakpuasan dan ketidaksetiaan terhadap Xi Jin Ping.”
Guo Jun percaya bahwa taktik Partai Komunis Tiongkok dalam meluncurkan kampanye lima-anti adalah untuk menciptakan musuh dan menciptakan kebencian. “Tetapi skema ini tidak cukup efisien saat ini karena situasi di Tiongkok sangat berbeda dari era Mao Zedong,” kata Guo Jun. (Viv)