Sebuah penerbangan dari London ke Singapura harus mendarat di Bangkok setelah mengalami ‘turbulensi yang parah’ yang menyebabkan kematian seorang pria berusia 73 tahun
Chris Summers
Seorang penumpang Inggris berusia 73 tahun meninggal karena dugaan serangan jantung dan tujuh orang lainnya luka berat saat naik pesawat dari London menuju Singapura mengalami “turbulensi hebat” di Teluk Benggala.
Singapore Airlines Boeing 777-300ER terpaksa dialihkan ke Bandara Suvarnabhumi di ibukota Thailand, Bangkok.
Juru bicara Bandara Suvarnabhumi mengatakan penumpang yang meninggal diyakini menderita serangan jantung.
Ia mengatakan, tujuh orang lainnya luka berat dan puluhan lainnya luka ringan.
Seorang penumpang di dalam Penerbangan SQ321, yang terbang dari Bandara Heathrow London, mengatakan pihaknya mengalami “penurunan drastis” di udara dan karena kebanyakan orang di dalam pesawat tidak mengenakan sabuk pengaman, pada saat itu banyak orang “segera terbentur langit-langit.”
Seorang penumpang, Dzafran Azmir, 28 tahun, mengatakan kepada Reuters: “Tiba-tiba pesawat miring ke atas dan ada guncangan sehingga saya mulai bersiap untuk apa yang terjadi, dan tiba-tiba terjadi penurunan yang sangat drastis, sehingga semua orang duduk dan tidak memakai sabuk pengaman sehingga langsung terbentur langit-langit.”
“Beberapa orang kepalanya terbentur kabin bagasi di atas kepalanya sampai kabin bagasi menjadi penyok, membentur tempat-tempat di mana terdapat lampu dan masker,” ia menambahkan.
Dalam sebuah pernyataan, Singapore Airlines mengatakan: “Penerbangan Singapore Airlines SQ321, beroperasi dari Heathrow London ke Singapura pada tanggal 20 Mei 2024, ditemui mengalami turbulensi parah dalam perjalanan. Kami dapat memastikan bahwa ada penumpang yang cedera dan satu penumpang meninggal di dalam pesawat.”
Maskapai Penerbangan Menyampaikan ‘Belasungkawa Sedalam-dalamnya’
“Singapore Airlines menyampaikan belasungkawa sedalam-dalamnya kepada keluarga korban almarhum. Prioritas kami adalah memberikan semua bantuan yang mungkin kepada semua penumpang dan awak di dalam pesawat,” tambah perusahaan itu.
Maskapai tersebut mengatakan, “Kami bekerja sama dengan otoritas setempat di Thailand untuk memberikan bantuan medis yang diperlukan dan mengirim tim ke Bangkok untuk memberikan bantuan tambahan apa pun yang diperlukan.”
Gambar yang diposting di media sosial menunjukkan makanan, peralatan makan, dan puing-puing lainnya berserakan di lantai kabin pesawat setelah kejadian tersebut dan satu awak pesawat menderita hidung berdarah.
Pesawat yang membawa 211 penumpang dan 18 awak pesawat itu lepas landas dari Heathrow pada pukul 22:17 pada hari Senin dan mendarat di Bangkok pada pukul 15:45 waktu setempat.
Data pelacakan yang dipublikasikan FlightRadar24 menunjukkan pesawat tersebut jatuh secara tiba-tiba sejauh 6.000 kaki, dari ketinggian jelajah 31.000 kaki.
Menteri Transportasi Singapura Chee Hong Tat memposting sebuah pernyataan di Facebook di mana ia berkata, “Saya sangat sedih mengetahui kejadian yang dialami penerbangan Singapore Airlines SQ321 dari Heathrow London ke Singapura.”
Ia mengatakan beberapa organisasi “memberikan dukungan kepada penumpang-penumpang yang terkena dampak keluarganya.”
Pada Juni 2023 dua awak kabin British Airways mengalami patah kaki dalam sebuah penerbangan dari Singapura ke Heathrow dikarenakan terkena turbulensi di Teluk Benggala.
Sebuah laporan dari Cabang Investigasi Kecelakaan Udara mengatakan “awak pesawat yang dirinya tidak terlindung terlempar di dalam kabin.
‘Jarang Ada Korban Jiwa’
Konsultan penerbangan John Strickland mengatakan turbulensi adalah fakta kehidupan untuk pesawat terbang, namun menurutnya “jarang ada korban jiwa.”
Ia berkata: “Paparan lebih besar di berbagai belahan dunia. Atlantik Selatan, Afrika, dan Teluk Benggala adalah tempat-tempat yang terlintas dalam pikiran di mana terdapat insiden yang lebih besar.”
Pada Desember 1997, penerbangan United Airlines dari Tokyo ke Hawaii mencapai turbulensi udara-bersih dan jatuh ribuan kaki, menewaskan satu penumpang dan 18 orang lainnya mengalami luka parah.
Joji Waites, kepala keselamatan penerbangan di British Airline Pilots Association, mengatakan,
“Pesawat dirancang dan disertifikasi untuk tahan terhadap penerbangan dalam kondisi turbulensi yang parah, dan pilot dilatih bagaimana mengantisipasi bila bertemu potensi turbulensi berdasarkan prakiraan cuaca dan kondisi teknologi pesawat.”
“Prakiraan cuaca rute memberikan prediksi umum kapan turbulensi cenderung mungkin terjadi, namun seringkali tidak cukup mencerminkan kondisi sebenarnya dalam rincian yang memadai untuk memungkinkan pilot menghindari kejadian turbulensi tertentu,” tambahnya.
“Oleh karena itu, penting bagi penumpang pesawat untuk mengenakan sabuk pengaman saat duduk jika terjadi turbulensi yang tidak terduga dan patuhi segera bila muncull tanda ‘kencangkan sabuk pengaman’ ketika diminta,” kata Joji Waites. (asr)