Menteri Luar Negeri Tiongkok Bertemu Menteri Luar Negeri Rusia Setelah Kematian Presiden Iran

‘Partai Komunis Tiongkok tidak ingin kesepakatan-kesepakatannya dengan negara-negara Barat dirusak oleh Iran,’ menurut seorang peneliti

Eva Fu

Menyusul kecelakaan helikopter  fatal yang menimpa Presiden Iran Ebrahim Raisi, Menteri Luar Negeri Partai Komunis Tiongkok, Wang Yi, bertemu dengan Menteri Luar Negeri Rusia di Kazakhstan untuk membahas situasi di Tengah Timur.

Helikopter Ebrahim Raisi jatuh pada 19 Mei 2024, dan ia dipastikan meninggal pada 20 Mei 2024.

Kemudian pada 20 Mei 2024, Wang Yi bertemu dengan mitranya dari Rusia, Sergey Lavrov, pada pertemuan Organisasi Kerjasama Shanghai di Astana, Kazakhstan.

Organisasi Kerjasama Shanghai adalah organisasi politik, ekonomi, keamanan dan pertahanan yang dipimpin oleh Tiongkok dan Rusia.

Menurut laporan resmi Partai Komunis Tiongkok, kedua menteri luar negeri tersebut saling bertukar pandangan mengenai situasi di Timur Tengah selama pertemuan tersebut.

Wang Yi mengatakan kepada Sergey Lavrov bahwa kedua negara tersebut harus bersiap menghadapi lebih banyak pertukaran bilateral dalam tahun ini, terus saling meningkatkan dukungan, dan memantapkan landasan dasar kerjasama.

Setelah kematian Ebrahim Raisi, pemimpin Partai Komunis Tiongkok Xi Jinping dan Presiden Rusia Vladimir Putin mengaku telah kehilangan seorang “teman baik” dan memuji peran Ebrahim Raisi dalam mengembangkan kemitraan strategis antara kedua negara tersebut.

Pada pertengahan Maret, Tiongkok, Rusia, dan Iran melakukan berbagai latihan militer gabungan di Laut Arab. Tiongkok juga merupakan pembeli minyak Iran terbesar.

Chung Chih-tung, asisten peneliti di Institut Penelitian Pertahanan dan Keamanan Nasional di Taiwan, mengatakan kepada The Epoch Times pada  21 Mei 2024 bahwa Menteri Luar Negeri Tiongkok dan Menteri Luar Negeri Rusia biasanya bertukar informasi intelijen melalui pertemuan semacam itu dan bahwa mereka pasti mempunyai pandangan yang sama mengenai kecelakaan helikopter yang menimpa Ebrahim Raisi pada pertemuan ini.

Su Tze-yun, Direktur Divisi Strategi dan Sumber Daya Pertahanan di Institut Penelitian Pertahanan dan Keamanan Nasional Taiwan, mengatakan kepada The Epoch Times mengatakan kematian Ebrahim Raisi akan menyebabkan beberapa perubahan di Iran.

“Bagaimanapun, ada kekuatan yang berbeda di Iran, jadi setelah Presiden Ebrahim Raisi yang lebih pro-Tiongkok dan Rusia meninggal, seorang presiden baru harus dipilih,” kata Su Tze-yun.

“Dalam situasi ini, jika arah diplomasi Iran berubah, tentu saja hal itu menjadi kabar tidak baik bagi Beijing dan Moskow, terutama karena Beijing membutuhkan banyak minyak dari Iran.”

Chung Chih-tung mengatakan bahwa Iran, seperti Rusia, menghadapi sanksi berat dari Barat dan bahwa Partai Komunis Tiongkok telah mengadopsi pendekatan dua sisi yang sama dalam menangani hubungan dengan Iran seperti halnya hubungan dengan Rusia.

“Partai Komunis Tiongkok telah menggunakan Iran untuk memediasi masalah dengan negara-negara Arab dan untuk menunjukkan pengaruhnya di Timur Tengah. Negara-negara Barat juga mengharapkan hal yang sama melalui pengaruhnya terhadap Iran, Tiongkok dapat mempunyai apa yang disebut sebagai pengaruh terhadap konflik Timur Tengah dan masalah senjata nuklir,” kata Chung Chih-tung.

“Sangat penting untuk dicatat bahwa meskipun Partai Komunis Tiongkok dan Iran bergabung, Partai Komunis Tiongkok tidak ingin terkena dampak negatif dari Iran, karena Partai Komunis Tiongkok ingin membuat kesepakatan-kesepakatan dengan negara-negara Barat. Partai Komunis Tiongkok tidak ingin kesepakatan-kesepakatannya dengan negara-negara Barat dirusak oleh Iran.”

Su Tze-yun mengatakan mengingat dampak dari surat perintah penangkapan oleh Pengadilan Kriminal Internasional untuk Perdana Menteri Israel dan para pemimpin Hamas pada 20 Mei 2024, Presiden Iran yang baru kemungkinan besar akan berpikiran secara berbeda dan mungkin bersikap sedikit lebih melunak terhadap Barat.

“Tetapi Presiden Iran yang baru tidak akan berpaling dari kerjasama dengan Partai Komunis Tiongkok dan Rusia,” ujar Su Tze-yun. “Mungkin hanya sedikit meredakan situasi di Timur Tengah, itu saja.”

Chung Chih-tung mengatakan ia percaya bahwa kemitraan dan aliansi yang strategis di antara Partai Komunis Tiongkok, Iran, dan Rusia tidak akan berubah.

“Ketiga negara ini pada dasarnya diisolasi oleh komunitas internasional,” kata Chung Chih-tung. ”Ketiga negara ini bekerjasama untuk ‘kehangatan’. Tidak peduli siapa pun Presiden Iran, kerjasama ini tidak akan berubah.” (Vv)