Proyek Andalan PKT “One Belt One Road” — Pelabuhan Gwadar Tetap Kosong Setelah 8 Tahun Beroperasi

NTD

Pelabuhan Gwadar, Pakistan yang diklaim PKT sebagai pusat dan proyek unggulan dari “Inisiatif Sabuk dan Jalan” (One Belt One Road. OBOR), yang mulai dibangun pada 17 tahun yang lalu, resmi dibuka dan dioperasikan selama hampir 8 tahun berjalan. Namun, dermaga tersebut terus sepi kegiatan. Jumlah kapal dagang yang masuk ke pelabuhan setiap tahunnya masih di bawah dua digit. Media Jerman mempertanyakan, apakah ini berarti inisiatif OBOR yang dicanangkan Partai Komunis Tiongkok sedang “kehilangan prestise” ?

Selain melakukan wawancara, penelitian tentang pembangunan dan situasi terkini dari Pelabuhan Gwadar, Suara Jerman (Deutsche Welle. DW) juga menerbitkan laporannya yang diberikan judul “Pelabuhan Gwadar : Apakah Inisiatif Sabuk dan Jalan sedang ‘kehilangan prestise’?” 

Menurut laporan, konsep di balik rencana pembangunan “Koridor Ekonomi Tiongkok – Pakistan” yang awalnya diluncurkan oleh otoritas Beijing itu adalah, setelah Pelabuhan Gwadar selesai dibangun, maka pedagang Tiongkok dapat mengangkut komoditas ekspornya dari Xinjiang ke Pelabuhan Gwadar di Pakistan melalui koridor tersebut. Rute ini akan sangat mempersingkat waktu dan jarak tempuh pelayaran menuju Samudera Hindia yang sebelumnya harus melewati jalur perairan sempit Selat Malaka yang kontroversial.

Di sisi lain, koridor tersebut juga akan memberikan keuntungan bagi Pakistan dari pertumbuhan perdagangan, infrastruktur dan industri di sepanjang jalur koridor ini. Oleh karena itu, Pelabuhan Gwadar pada awalnya dianggap sebagai proyek inti Koridor Ekonomi Tiongkok – Pakistan, dan pelabuhan penting yang akan menghubungkan Koridor Ekonomi Tiongkok – Pakistan dengan jaringan pelayaran global di masa mendatang. Semua proyek ini didanai dan dibangun oleh perusahaan Tiongkok.

Azeem Khalid, asisten profesor hubungan internasional di Universitas COMSATS di Islamabad yang mempelajari proyek investasi Tiongkok di Pakistan, mengatakan kepada DW : Gwadar adalah pelabuhan laut dalam alami yang dapat menampung kapal-kapal besar, dan lokasinya persis di persimpangan jalur untuk perdagangan minyak global. sehingga investor awalnya percaya bahwa pelabuhan ini memiliki potensi besar dan percaya bahwa “Gwadar akan menjadi Dubai kedua”.

Laporan tersebut mengatakan bahwa di depan umum, investor seperti China-Pakistan Investment Company masih mengklaim bahwa Pelabuhan Gwadar menjadi fokus perdagangan dan investasi di wilayah tersebut. Namun, fakta bahwa kegiatan pelabuhan usai pembangunan yang termasuk sangat minim menunjukkan hal yang sebaliknya.

Pelabuhan Laut Dalam Gwadar selesai dibangun pada 2007 dan diserahkan kepada perusahaan operasi Tiongkok pada 2013. Namun, data yang dirilis oleh Marine Traffic, penyedia pelacakan kapal dan analisis maritim, menunjukkan bahwa sejak didirikan, Pelabuhan Gwadar gagal menarik perusahaan yang biasa melayani pelayaran laut dalam. Sejauh ini, dalam kondisi terbaiknya hanya 22 kapal setahun yang memasuki pelabuhan tersebut.

Mengapa ini terjadi ? Laporan menyebutkan, bahwa alasan utamanya adalah keterbatasan kapasitas operasional Pelabuhan Gwadar. Tiga tempat berlabuh untuk bongkar muat kargo di pelabuhan tersebut hanya mampu menampung 137.000 kontainer standar berukuran 20 kaki setiap tahunnya. Sedangkan Pelabuhan Karachi yang berada sekitar 500 kilometer dari Pelabuhan Gwadar, memiliki 33 tempat berlabuh untuk bongkar muat dan mampu menangani setara dengan 4,2 juta kontainer standar berukuran 20 kaki per tahunnya.

Azeem Khalid mengatakan kepada DW Jerman dalam sebuah wawancara bahwa meskipun Pelabuhan Gwadar mempunyai potensi melampaui Pelabuhan Karachi, investasi yang tidak memadai telah menghambat pengembangannya. Pada tahun 2015, Tiongkok menjanjikan perluasan Pelabuhan Gwadar senilai USD.1,6 miliar, namun kenyataannya hanya sedikit kemajuan yang dicapai. Banyak infrastruktur pendukung juga dihilangkan, termasuk jalan raya dan rel kereta api yang diperlukan untuk mengangkut barang ke dan dari Gwadar.

“Janji lapangan kerja juga tidak dipenuhi, janji pembangunan industri belum dipenuhi, peluang bisnis bagi warga Pakistan juga belum terwujud”, kata Khalid. “Mereka (Tiongkok) menjanjikan sembilan zona ekonomi khusus. Tetapi tidak satupun zona itu yang berfungsi penuh.

Laporan Deutsche Welle lebih lanjut menunjukkan bahwa pihak berwenang di Beijing mempromosikan Inisiatif “OBOR” secara global, dan menyatakan bahwa inisiatif tersebut dan proyek pembangunan infrastruktur terkait akan meningkatkan perekonomian negara peserta. Dan “Pakistan bukan satu-satunya negara yang memiliki mimpi ini”. Biasanya proyek-proyek ini dibiayai oleh bank-bank Tiongkok dan dibangun serta dioperasikan oleh perusahaan-perusahaan Tiongkok. Situasi proyek pelabuhan di wilayah lain Koridor Ekonomi Tiongkok – Pakistan kira-kira juga sama dengan situasi yang ada di Pelabuhan Gwadar.

Laporan menyebutkan bahwa negara seperti Pakistan yang telah secara ceroboh berinvestasi dalam proyek Koridor Ekonomi Tiongkok – Pakistan, kini terpaksa harus membayar utang yang sangat besar kepada negara pemberi pinjaman, yaitu Tiongkok. Karena alasan ini, dunia luar secara umum mengkritik pemerintah Tiongkok karena terlibat dalam “diplomasi perangkap utang” dengan membiarkan negara-negara mitra menanggung beban utang dalam jumlah besar untuk mendapatkan pengaruh politik yang dibutuhkan pemerintah Tiongkok.

Pada 13 November 2016, hampir 10 tahun setelah selesai dibangun, Pelabuhan Gwadar mengadakan upacara pembukaan, mengumumkan bahwa pelabuhan tersebut resmi dioperasikan. Perdana Menteri Pakistan saat itu Nawaz Sharif menyatakan dalam pidato upacara pembukaan pelabuhan : “Hari ini adalah awal dari era baru”. Dia menganggap bahwa peresmian pelabuhan ini “melambangkan stabilitas, perdamaian dan kemakmuran Pakistan”. Benarkan demikian ? (sin)