EtIndonesia. Sebuah tim peneliti internasional mengatakan mereka telah menemukan bukti bahwa orang Mesir kuno melakukan pengobatan eksperimental atau eksplorasi medis terhadap kanker manusia lebih dari 4.000 tahun yang lalu.
“Ini adalah perspektif baru yang luar biasa dalam pemahaman kita tentang sejarah kedokteran,” kata Edgard Camarós, ahli paleopatologi di Universitas Santiago de Compostela di Spanyol dan penulis utama studi tersebut, yang diterbitkan Rabu (29/5) di jurnal Frontiers in Medicine.
Tim Camarós memeriksa dua tengkorak manusia dari Koleksi Duckworth Universitas Cambridge di Inggris. Yang pertama, seorang pria berusia 30 hingga 35 tahun, berasal dari antara tahun 2687 dan 2345 SM. Yang kedua, seorang wanita yang berusia lebih dari 50 tahun, berasal dari tahun 663 hingga 343 SM.
Para peneliti mencatat bahwa pria tersebut mengidap tumor dan mereka mengamati sekitar 30 lesi bulat kecil yang tersebar di tengkoraknya. Para peneliti terkejut saat mengetahui bahwa seseorang telah memotong lesi tersebut, tampaknya dengan benda tajam.
“Saat kami pertama kali mengamati bekas luka di bawah mikroskop, kami tidak percaya dengan apa yang ada di depan kami,” kata Tatiana Tondini, peneliti di Universitas Tübingen di Jerman.
Proyek Sejarah Kanker melaporkan bahwa deskripsi paling awal tentang kanker pada manusia berasal dari Mesir sekitar tahun 3000 SM. Dokter Yunani Hippocrates (460-370 SM) dianggap sebagai orang pertama yang menyebut penyakit ini sebagai kanker.
Sementara itu, tengkorak wanita menunjukkan kerusakan tulang akibat tumor kanker dan dua lesi yang telah sembuh akibat cedera.
Para peneliti berteori bahwa trauma tersebut berasal dari insiden kekerasan jarak dekat dengan senjata tajam, dan hal ini cukup mengejutkan karena sebagian besar cedera terkait kekerasan terjadi pada laki-laki.
“Apakah wanita ini terlibat dalam aktivitas peperangan?” tanya Tondini. “Jika demikian, kita harus memikirkan kembali peran wanita di masa lalu dan bagaimana mereka mengambil bagian aktif dalam konflik pada zaman dahulu.”
Para peneliti memperingatkan agar tidak mengambil terlalu banyak kesimpulan, karena jenazah seringkali tidak lengkap dan tidak ada riwayat kesehatan yang diketahui dari kedua orang tersebut. Namun mereka optimis mengenai arti penemuan ini bagi sejarah kanker global.
“Studi ini berkontribusi pada perubahan perspektif dan memberikan landasan yang menggembirakan untuk penelitian masa depan di bidang paleo-onkologi, namun studi lebih lanjut akan diperlukan untuk mengungkap bagaimana masyarakat kuno menangani kanker,” kata Camarós. (yn)
Sumber: nypost