Alex Wu
Media Tiongkok telah mengungkapkan bahwa, dalam beberapa tahun terakhir, pesatnya ekspansi jalur kereta api jarak jauh berkecepatan tinggi di Tiongkok telah meningkatkan jumlah stasiun yang dibangun dengan biaya mahal pada akhirnya ditutup. Laporan itu mempertanyakan siapa yang harus bertanggung jawab atas ketidakefektifan investasi yang signifikan ini.
China Business Journal melaporkan pada 21 Mei, bahwa setidaknya ada 26 stasiun kereta berkecepatan tinggi di Tiongkok tidak digunakan setelah dibangun karena lokasinya yang terpencil, fasilitas sekitar yang tidak memadai, dan arus penumpang yang rendah.
Laporan tersebut mengatakan bahwa beberapa kota telah berinvestasi besar-besaran dalam pembangunan jalur dan stasiun kereta api berkecepatan tinggi, tetapi banyak stasiun yang berhenti beroperasi atau belum pernah digunakan. Dikutip dari Stasiun Kereta Api Berkecepatan Tinggi Hainan Danzhou Haitou misalnya. Pemerintah daerah di Provinsi Hainan menginvestasikan lebih dari 40 juta yuan (Rp 89,7 miliar ) dalam pembangunan stasiun tersebut pada 2010-an.
Pada Juli 2023, stasiun ini menarik perhatian karena sudah tidak digunakan lebih dari 7 tahun setelah konstruksi selesai. Pihak berwenang setempat mengklaim hal itu disebabkan arus penumpang harian kurang dari 100 orang dan jika stasiun tersebut tetap dioperasikan, departemen kereta api akan sangat menderita kerugian.
Laporan tersebut mencantumkan 26 “stasiun hantu” kereta api berkecepatan tinggi di seluruh Tiongkok, termasuk Stasiun Wanning Hele untuk kereta berkecepatan tinggi yang melingkari Pulau Hainan, Stasiun Barat Shenyang untuk kereta berkecepatan tinggi yang menghubungi Beijing-Harbin, dan Stasiun Dandongxi dan Stasiun Guangningsi untuk kereta berkecepatan tinggi yang menghubungi Dandong-Dalian, semuanya sudah selesai tetapi belum beroperasi.
Stasiun Jiulangshan di Kota Zhuzhou, Stasiun Yizhuang untuk kereta berkecepatan tinggi yang menghubungi Beijing-Tianjin, Stasiun Barat Shenyang, Stasiun Zijin Shandong, dan Stasiun Jiangpu di Kota Nanjing sempat beroperasi namun telah ditutup karena arus penumpang yang rendah.
Para pengamat menunjukkan bahwa pembangunan jaringan rel berkecepatan tinggi secara massal ini adalah contoh kebutaan Partai Komunis Tiongkok yang berkuasa di bidang pembangunan infrastruktur dan kelebihan kapasitas produksi. Telah diinvestasikan oleh pemerintah pusat dan pemerintah daerah dengan pinjaman besar dan semakin terjerumus ke dalam krisis utang.
Frank Xie, seorang profesor di Sekolah Bisnis Aiken di Universitas South Carolina, mengatakan kepada The Epoch Times pada tanggal 23 Mei bahwa investasi kereta api adalah investasi bersama antara pemerintah pusat Partai Komunis Tiongkok dengan pemerintah daerah. Itu semua adalah investasi pemerintah, namun Partai Komunis Tiongkok tidak melakukan studi kelayakan secara nyata, seperti arus penumpang, pendapatan masyarakat, dan kebutuhan masyarakat.
Karena pembangunan rel berkecepatan tinggi baik untuk Produk Domestik Bruto dan untuk kinerja politik pemerintah daerah, mereka tidak peduli dengan pemborosan dana negara. Begitu banyak jalur kereta berkecepatan tinggi Tiongkok yang mengalami masalah serupa yaitu kapasitas menganggur yang tinggi. Mereka bahkan tidak mampu membayar tagihan listrik, apalagi pinjaman investasi.
Untuk menciptakan ilusi pertumbuhan ekonomi Tiongkok yang pesat dan menipu masyarakat internasional untuk berinvestasi, proyek konstruksi berskala besar ini dibangun secara serampangan. Sekarang ternyata tidak seseorang menggunakannya dan tidak membutuhkannya. Sekarang perekonomian Tiongkok telah mengalami penurunan, banyak masyarakat awam yang tidak mampu naik kereta berkecepatan tinggi.”
Krisis Utang Kereta Api Berkecepatan Tinggi
Pada awal tahun 2019, masalah utang serius di balik berkembang pesatnya kereta api berkecepatan tinggi Tiongkok telah menarik banyak perhatian. Media outlet keuangan utama Tiongkok Caixin melaporkan bahwa Tiongkok memiliki jaringan kereta api berkecepatan tinggi terbesar di dunia tetapi juga menempati urutan pertama dalam utang kereta api berkecepatan tinggi dan kerugian operasional.
Artikel tersebut memperkirakan bahwa utang yang sangat besar pada proyek kereta api berkecepatan tinggi Tiongkok “mungkin menyebabkan inflasi yang serius dan menciptakan risiko keuangan yang besar.”
Menurut data publik, hingga paruh pertama 2022, utang China Railway Group milik negara Tiongkok telah melampaui 6 triliun yuan (USD 828,5 miliar).
Pada Mei 2024, para pejabat mengklaim bahwa China Railway Group “mengubah kerugian menjadi keuntungan” pada tahun 2023. Namun menurut data publik, pada akhir 2023, rasio utang-aset China Railway Group adalah 65,54 persen, dan utangnya pun masih mencapai 6,13 triliun yuan (USD 846,5 miliar).
Ekonom Tionghoa-Amerika Davy J. Wong mengatakan kepada The Epoch Times, “Selama 40 tahun terakhir pembangunan Tiongkok bergantung pada ekspor ke Eropa dan Amerika Serikat, sehingga Tiongkok perlu membangun berbagai infrastruktur dalam jumlah besar untuk mengangkut produk. Namun, sejumlah investasi ini telah meningkat sejauh mana telah melampaui kebutuhan sebenarnya. Terutama dalam satu dekade terakhir ini, situasi perekonomian secara keseluruhan telah kehilangan momentum pertumbuhan yang pesat. Hal ini didorong oleh peningkatan suntikan modal dan pinjaman, dan telah jatuh ke dalam siklus hasil investasi yang semakin berkurang.”
Davy J. Wong menunjukkan bahwa Partai Komunis Tiongkok terus menggunakan pembangunan infrastruktur skala besar untuk menstimulasi perekonomian, namun membangun proyek kereta api berkecepatan tinggi yang melebihi kebutuhan sebenarnya menyebabkan peningkatan utang yang pesat. Ia mengatakan, jalur kereta api berkecepatan tinggi itu secara gencar dibangun lebih dari sepuluh tahun yang lalu telah memasuki masa puncak pemeliharaan, yaitu membutuhkan dana dalam jumlah besar dan telah meningkatkan tingkat utang secara keseluruhan.
Davy J. Wong menuturkan, banyak jalur kereta api berkecepatan tinggi yang merugi dan tidak dapat semua utangnya. Menambah utang pemerintah daerah, utang real estat, dan masalah utang yang ada di perusahaan keuangan kecil dan menengah, risiko ekonomi yang sangat tidak mulus terus meningkat.
Frank Xie mengatakan bahwa Tiongkok saat ini mempunyai kelebihan kapasitas industri skala-besar, dan kereta api berkecepatan tinggi dengan kapasitas menganggur yang tinggi merupakan salah satu bentuk kelebihan kapasitas.
“Itu disebabkan oleh pembangunan infrastruktur yang berlebihan tanpa permintaan pasar atau basis konsumsi, namun jaringan dan stasiun tetap perlu dipertahankan. Sekarang mereka terlilit utang krisis, dan utang pemerintah pusat dan utang pemerintah daerah semuanya adalah bagian darinya,” ujarnya. (Viv)