Jet Tempur Tiongkok Mengelilingi Kapal Belanda, Membuat ‘Situasi Tidak Aman’ di Laut Tiongkok Timur

 Aaron Pan

Jet-jet tempur Tiongkok mengitari sebuah fregat Belanda dan mendekati sebuah helikopter Belanda selama patroli di Laut Tiongkok Timur, membuat “situasi yang berpotensi tidak aman,” demikian Kementerian Pertahanan Belanda mengumumkan pada akhir pekan.

Dalam pernyataan  8 Juni, Kementerian Pertahanan Belanda menyatakan bahwa HNLMS Tromp miliknya dikitari oleh dua jet tempur Tiongkok beberapa kali saat fregat itu sedang melaju patroli di Laut Tiongkok Timur untuk mendukung koalisi Perserikatan Bangsa-Bangsa multinasional yang mengawasi penegakan sanksi-sanksi terhadap Korea Utara.

Helikopter tempur NH90 milik fregat tersebut didekati oleh dua jet tempur dan satu helikopter Tiongkok.

“Insiden itu terjadi di wilayah udara internasional,” kata Kementerian Pertahanan Belanda.

HNLMS Tromp sedang dalam perjalanannya ke Jepang dan Hawaii untuk berpartisipasi dalam latihan dua tahunan Lingkar Pasifik, yang akan dimulai akhir bulan ini.

Ketegangan dengan Jepang di Laut Tiongkok Timur

Insiden itu terjadi hanya satu hari setelah Tokyo melakukan protes terhadap rezim Tiongkok setelah empat kapal Penjaga Pantai Tiongkok yang dipersenjatai memasuki wilayah perairan teritorial Jepang dekat pulau-pulau yang disengketakan di Laut Tiongkok Timur.

“Saya tidak dalam posisi untuk menyatakan apa niat pihak Tiongkok, namun intrusi kapal-kapal milik penjaga pantai Tiongkok ke wilayah [kami] adalah pelanggaran hukum internasional,” kata Kepala Sekretaris Kabinet Yoshimasa Hayashi kepada para wartawan pada konferensi pers 7 Juni.

Tokyo menguasai pulau-pulau yang disengketakan itu, yang disebut Kepulauan Senkaku, tetapi Beijing juga mengklaim wilayah tersebut dan menyebutnya Kepulauan Diaoyu. Ketegangan-ketegangan meningkat pada tahun 2012 ketika pemerintah Jepang membeli beberapa pulau dari seorang pemilik pribadi warganegara Jepang.

Penjaga pantai Tiongkok menyatakan bahwa pihaknya berpatroli di perairan dengan kapal-kapal yang membawa senjata-senjata, mengklaim bahwa patroli tersebut merupakan “tindakan rutin” untuk menjaga menjaga kedaulatan, keamanan, dan hak-hak maritim dan sebuah “langkah penting” untuk mencapai perdamaian dan stabilitas serta untuk melawan “langkah-langkah negatif” Jepang baru-baru ini.

Tokyo mengajukan “protes keras” melalui saluran-saluran diplomatik yang menyerukan keluar cepat dari daerah itu, kata Yoshimasa Hayashi, sambil memperhatikan keempat kapal-kapal Tiongkok tinggal di daerah itu selama lebih dari satu jam.

Bulan lalu, Yoshimasa Hayashi mengatakan penjaga pantai Tiongkok memasuki perairan-perairan dekat pulau-pulau yang disengketakan di Laut Tiongkok Timur yang dikuasai Jepang mencapai rekor 158 hari berturut-turut, melampaui rekor sebelumnya yaitu 157 hari, yang dicapai pada tahun 2021.

Ketegangan dengan Filipina dan Vietnam di Laut Tiongkok Selatan

Militer Filipina menyatakan pada  4 Juni bahwa kapal-kapal Tiongkok mencegat dan menyita satu dari empat paket makanan yang diterjunkan ke sebuah pos terdepan Filipina di perairan-perairan yang disengketakan di Laut Tiongkok Selatan pada  19 Mei.

Persediaan-persediaan makanan tersebut dimaksudkan untuk Marinir Filipina yang berada di atas kapal BRP Sierra Madre, sebuah kapal angkatan laut yang sengaja dikandangkan dan pernah bertugas di pos terdepan Filipina di Kepulauan Spratly yang disengketakan sejak tahun 1999.

Dalam beberapa bulan terakhir, terdapat banyak laporan mengenai konfrontasi di Laut Tiongkok Selatan antara kedua negara. Pada akhir bulan Maret, Filipina menuduh sebuah kapal penjaga pantai Tiongkok menggunakan meriam-meriam air menyerang sebuah kapal Filipina, yang menyebabkan tiga pelaut terluka.

Dalam insiden terpisah sebelumnya, setidaknya ada empat awak kapal berkewarganegaraan Filipina terluka oleh pecahan kaca setelah sebuah serangan meriam air Tiongkok. Manila memanggil seorang diplomat Tiongkok untuk memprotes insiden tersebut dan menyatakan insiden itu merupakan “tindakan-tindakan agresif.”

Bulan lalu, pada konferensi keamanan tahunan Dialog Shangri-La di Singapura, Presiden Filipina Ferdinand Marcos Jr. memperingatkan rezim Tiongkok yang melanggar lintas batas menjadi “tindakan perang.”

Pada 6 Juni, Vietnam menuntut agar kapal survei Tiongkok Hai Yang 26 menghentikan operasi survei ilegalnya di Zona Ekonomi Eksklusif dan paparan benua di perairan-perairan Vietnam di kawasan Teluk Tonkin.

Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Vietnam, Pham Thu Hang mengatakan kepada para wartawan bahwa Vietnam juga menuntut agar Tiongkok menghormati Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa mengenai Hukum Laut tahun 1982 dan Deklarasi Perilaku Para Pihak. (viv)

FOKUS DUNIA

NEWS