Perkawinan Sedarah Bukan Penyebab Punahnya Mamut Berbulu 4.000 Tahun yang Lalu, Ada Penyebab Lain

EtIndonesia. Sekitar 4.000 tahun yang lalu, mamut berbulu punah dan para ilmuwan menyalahkan perkawinan sedarah selama beberapa generasi sebagai penyebab kepunahan mereka.

Namun, kini kita tahu bahwa bukan inses yang membunuh mereka.

Tapi kita tidak tahu apa yang menyebabkannya.

Sebuah studi baru yang dilakukan oleh Universitas Stockholm mengungkapkan kemungkinan besar peristiwa aneh seperti wabah atau badai ekstrem yang memusnahkan mamut, bukan perkawinan sedarah yang merajalela.

Teori ini muncul setelah para ilmuwan menemukan segelintir mamut yang terdampar di sebuah pulau di Arktik Rusia sekitar 10.000 tahun yang lalu, sehingga jumlah mereka bertambah ratusan meskipun kumpulan gen mereka sangat terbatas.

Namun ketika para peneliti melakukan analisis genetik terhadap spesimen yang ditemukan di Pulau Wrangel, mereka membantah gagasan bahwa mutasi genetik berbahaya yang disebabkan oleh perkawinan sedarah menyebabkan ‘kehancuran genom’.

Spesimen tersebut terdiri dari 13 mamut dari pulau tersebut dan tujuh spesimen sebelumnya dari daratan, yang semuanya mewakili rentang waktu 50.000 tahun.

Penelitian menunjukkan bahwa meskipun mamut memiliki keragaman genetik yang rendah, populasinya cukup stabil untuk menempati lahan tersebut selama ribuan tahun sebelum semuanya punah.

Profesor Love Dalén, yang memimpin penelitian tersebut, mengatakan bahwa populasi tersebut berhasil menghilangkan mutasi genetik utama, namun mutasi kecil terus terakumulasi.

“Kami sekarang dengan yakin dapat menolak gagasan bahwa populasinya terlalu kecil dan bahwa mereka ditakdirkan punah karena alasan genetik,” katanya.

“Artinya mungkin hanya peristiwa acak yang membunuh mereka, dan jika peristiwa acak itu tidak terjadi, kita masih akan memiliki mamut saat ini.”

Temuan yang diterbitkan dalam jurnal Cell ini mengungkapkan bahwa mamut berbulu mengalami ‘hambatan’ yang parah setelah berkeliaran di Eropa, Asia, dan bagian utara Amerika Utara.

Jumlah hewan ini menyusut seiring perubahan iklim dan perburuan manusia yang semakin mengancam dan membuat mereka mundur ke utara.

Namun ketika Pulau Wrangel di Arktik dikelilingi air akibat naiknya permukaan laut, populasinya pun terputus.

“Mammoth adalah sistem yang sangat baik untuk memahami krisis keanekaragaman hayati yang sedang berlangsung dan apa yang terjadi dari sudut pandang genetik ketika suatu spesies mengalami hambatan populasi karena mereka mencerminkan nasib banyak populasi saat ini,” kata Dr. Marianne Dehasque, dari Universitas Uppsala, penulis pertama makalah ini.

Namun karena Colossal Biosciences ingin mengembalikan kepunahan mamut hanya dalam waktu empat tahun, mungkin masih banyak yang harus kita pelajari. (yn)

Sumber: metro