Filipina Tuntut Beijing Ganti Rugi Rp 16,7 Miliar atas Kerusakan Akibat Bentrokan di Laut Tiongkok Selatan

Aaron Pan – The Epoch Times

Filipina menuntut rezim partai komunis Tiongkok membayar 60 juta peso (sekitar Rp 16,7 miliar ) atas kerusakan setelah konfrontasi beberapa waktu lalu di Laut Tiongkok Selatan, menurut Panglima militer Filipina.

Panglima Angkatan Bersenjata Filipina Jenderal Romeo Brawner Jr. pada 4 Juli mengatakan bahwa kompensasi yang diminta oleh Manila adalah untuk memperbaiki dua kapal Angkatan Laut Filipina yang ditabrak oleh perahu motor Tiongkok dalam bentrokan tersebut. Jenderal Romeo Brawner juga meminta Beijing untuk mengembalikan tujuh senapan, yang menurutnya disita oleh personel penjaga pantai Tiongkok saat konfrontasi itu.

Militer Filipina juga mungkin akan meminta Tiongkok untuk membiayai rencana operasi untuk perwira Angkatan Laut Filipina yang kehilangan ibu jari kanannya saat konflik ketika kapal Angkatan Laut Tiongkok menabrak perahu perwira Angkatan Laut Filipina itu, kata Jenderal Romeo Brawner.

Bentrokan terbaru Tiongkok-Filipina terjadi pada 17 Juni di perairan Laut Tiongkok Selatan yang disengketakan. Pejabat militer Filipina mengatakan personel penjaga pantai Tiongkok membawa pisau dan tombak, menjarah senjata api, dan dengan sengaja menusuk kapal Filipina yang terlibat dalam misi pengiriman kemanusiaan ke pos terdepan Filipina di Second Thomas Shoal, juga dikenal sebagai Ayungin oleh Filipina dan Ren’ai Jiao oleh Beijing.

Second Thomas Shoal, bagian Kepulauan Spratly yang disengketakan, telah diduduki oleh  kontingen Angkatan Laut Filipina yang kecil bersama sebuah kapal perang Tiongkok yang mendarat di situ yang digunakan penjaga pantai Tiongkok dan Angkatan Laut Tiongkok, untuk mengawasi secara ketat selama kebuntuan penyelesaian masalah teritorial tersebut selama bertahun-tahun. Rezim Tiongkok mengklaim Laut Tiongkok Selatan hakekatnya adalah milik Tiongkok.

Komentar Jenderal Romeo Brawner muncul setelah ia dan para komandan militer lainnya bertemu dengan Presiden Ferdinand Marcos Jr. dalam konferensi tertutup. Mereka membahas kemajuan dalam upaya serangan balik dan memperbarui rencana untuk mempertahankan kepentingan teritorial Filipina di Laut Tiongkok Selatan. Jenderal Romeo Brawner menambahkan bahwa Presiden Ferdinand Marcos Jr. telah memerintahkan Angkatan Bersenjata Filipina untuk mengambil langkah-langkah untuk mencegah meningkatnya ketegangan di perairan yang disengketakan itu.

Jenderal Romeo Brawner memperingatkan bahwa pasukan Filipina akan “menerapkan tingkat kekuatan yang serupa” yang akan memungkinkan pasukan Filipina untuk membela diri jika mereka terlibat dalam konfrontasi lain dengan pasukan Tiongkok di Second Thomas Shoal.

“Kalau pakai pisau, misalnya, personel kami juga akan pakai pisau, tidak lebih, dengan konsep proporsionalitas,” ujarnya dalam jumpa pers pada  4 Juni.

Pada 2 Juli, Manila dan Beijing sepakat untuk “memulihkan kepercayaan” dan “membangun kembali kepercayaan diri” untuk mengendalikan perselisihan maritim dengan lebih baik selama pertemuan kesembilan Mekanisme Konsultasi Bilateral Filipina-Tiongkok mengenai Laut Tiongkok Selatan.

Filipina telah memperkuat hubungannya dengan negara-negara tetangga dan negara lain untuk melawan agresi rezim Tiongkok yang semakin meningkat di wilayah tersebut.

Bulan lalu, Departemen Luar Negeri Filipina mengumumkan Menteri Luar Negeri dan Menteri Pertahanan Jepang akan bertemu dengan Menteri Luar Negeri dan Menteri Pertahanan Filipina di Manila pada  8 Juli untuk membahas “masalah-masalah bilateral, pertahanan dan keamanan yang mempengaruhi kawasan tersebut dan pertukaran pandangan mengenai kawasan tersebut dan masalah internasional.” Jepang sebelumnya menyatakan keprihatinannya atas bentrokan terbaru antara Tiongkok-Filipina.

‘Gladi Resik untuk Taiwan’

Dalam sebuah acara di Heritage Foundation minggu lalu, Matthew Pottinger, mantan wakil penasihat keamanan nasional pada pemerintahan Donald Trump, menyatakan bahwa provokasi Beijing baru-baru ini terhadap Filipina memang bertujuan untuk mendeskriditkan Washington dan mempersiapkan invasi masa depan ke Taiwan.

“Ini adalah gladi resik untuk Taiwan,” kata Matthew Pottinger. “Apa yang sedang Beijing lakukan adalah berupaya menunjukkan bahwa Beijing dapat menciptakan rasa sia-sia dan meragukan gagasan bahwa Amerika Serikat tidak hanya akan membantu Filipina tetapi, dengan cara yang sama juga membantu Taiwan.”

Matthew Pottinger juga mengatakan Amerika Serikat perlu bekerja lebih keras dengan Filipina untuk melawan ancaman rezim Tiongkok.

Setelah insiden bulan lalu, Amerika Serikat menegaskan kembali “keteguhannya terhadap komitmen” kepada Filipina berdasarkan Perjanjian Pertahanan Bersama tahun 1951, yang mengharuskan kedua negara untuk saling mendukung jika salah satu negara diserang.

Washington mengutuk “tindakan- Beijing yang berbahaya dan tidak bertanggung jawab untuk menolak Filipina melakukan operasi maritim yang sah di Laut Tiongkok Selatan.”

Penasihat keamanan nasional Jake Sullivan, Menteri Luar Negeri Antony Blinken, dan Menteri Pertahanan Lloyd Austin juga menghubungi rekan-rekannya di Filipina untuk menegaskan kembali komitmen Amerika Serikat terhadap Filipina.

Pada April, pada pertemuan puncak trilateral Amerika Serikat-Jepang-Filipina di Washington, para pemimpin ketiga negara menentang tindakan-tindakan agresi rezim Tiongkok dan klaim rezim Tiongkok yang melanggar hukum atas hampir seluruh Laut Tiongkok Selatan. Amerika Serikat-Jepang-Filipina  meminta Beijing untuk mengikuti keputusan Pengadilan Arbitrase Permanen tahun 2016, yang menyatakan bahwa klaim maritim oleh rezim Tiongkok tidak memiliki dasar hukum di bawah dasar hukum internasional. Ketiga pemimpin tersebut juga mengumumkan bahwa penjaga pantai ketiga negara itu berencana untuk melakukan latihan trilateral di kawasan Indo-Pasifik pada tahun yang akan datang. (Viv)