Skandal Minyak Goreng Memicu Kegeraman Terhadap Keamanan Pangan di Tiongkok

Truk-truk tangki yang baru saja menurunkan coal oil, segera digunakan untuk mengangkut minyak kedelai yang dapat dikonsumsi, tanpa proses pembersihan apapun

 Mary Man

Rezim  Tiongkok menghadapi kemarahan publik atas pengungkapan bahwa beberapa perusahaan besar yang mengangkut minyak goreng dengan truk tangki bahan bakar yang terkontaminasi.

Penemuan ini telah memicu kemarahan yang luas atas tidak memadainya keamanan pangan di Tiongkok, di mana para petinggi rezim Tiongkok berkumpul untuk menghadiri pertemuan yang membahas kebijakan utama.

Pada  2 Juli, media pemerintah Tiongkok, Beijing News, melaporkan bahwa untuk menghemat biaya, penggunaan multiguna dari truk-truk tangki yang sama untuk mengangkut minyak goreng, bahan bakar, dan bahan kimia industri adalah “menjadi hal yang biasa.”

Para wartawan menemukan banyak truk tangki yang baru saja membongkar muatan minyak tanah, langsung digunakan untuk mengangkut minyak kedelai yang dapat dimakan, tanpa proses pembersihan apa pun.

“Sudah menjadi rahasia umum dalam industri transportasi truk-truk tangki” bahwa cairan  yang dapat dimakan diangkut dengan menggunakan truk-truk cairan kimia tanpa pembersihan, kata seorang pengemudi yang tidak disebutkan namanya seperti yang dikutip dalam laporan itu.

Perusahaan yang disebutkan dalam laporan tersebut adalah badan-badan usaha milik negara ternama, termasuk Sinograin dan Hopefull Grain and Oil Group.

Pengungkapan masalah seperti ini jarang terjadi di Tiongkok, di mana Partai Komunis Tiongkok yang berkuasa mengendalikan dengan ketat bagaimana berita dilaporkan. Dari berita mengenai banjir dan pandemi COVID-19 hingga kesengsaraan ekonomi dan acara-acara olahraga, informasi apa saja yang dianggap merugikan citra rezim Tiongkok seringkali hilang dengan cepat, terutama menjelang pertemuan besar Partai Komunis Tiongkok. Namun laporan tersebut telah dipublikasikan kurang dari dua minggu sebelum Sidang Pleno Ketiga Partai Komunis Tiongkok, sebuah pertemuan besar para pejabat tinggi rezim Tiongkok yang diadakan setiap lima tahun dan dimulai pada  15 Juli. 

Di internet yang sangat disensor di Tiongkok, laporan tersebut menjadi viral pada  9 Juli, setelah pihak-pihak berwenang Tiongkok membisu selama seminggu mengenai masalah ini. Dalam pernyataan daring, Dewan Negara mengatakan pihaknya akan “menyelidiki secara menyeluruh” masalah tersebut, mengatakan bahwa perusahaan ilegal dan orang-orang yang bertanggung jawab akan “dihukum sangat parah sesuai dengan hukum dan tidak akan ditoleransi.”

Sebuah hashtag menanyakan ke mana minyak yang dapat dikonsumsi yang terkontaminasi ini diangkut mencapai tempat No. 1 di halaman trending Weibo, platform microblogging yang populer di Tiongkok, menarik lebih dari 156 juta penayangan pada 9 Juli saja.

Sinograin mengumumkan pada  6 Juli bahwa pihaknya telah mengakhiri kemitraannya dengan operator truk-truk tangki yang terlibat dan telah memulai penyelidikan internal. Hopefull Grain and Oil Group belum mengeluarkan tanggapan resmi pada saat penulisan itu tetapi mengatakan kepada media pemerintah Xinhua sebelumnya bahwa produk-produk Sinograin “tidak memiliki masalah kualitas.” Pengungkapan ini menghidupkan kembali kekhawatiran keamanan pangan di kalangan masyarakat Tiongkok.

Salah satu pengguna Weibo menyatakan: “Sulit untuk menghasilkan uang, mencari pekerjaan, dan bertahan hidup. Hampir tidak ada jaminan apa pun. Sekarang, apakah bahkan sedang tenang dan apakah mengonsumsi  makanan yang aman adalah sebuah kemewahan? Kita dapat menghindari restoran yang tidak bersih, tetapi bagaimana kita dapat menghindari kapan racun itu sampai hadir ke rumah kita sendiri?”

Beberapa orang membandingkan masalah ini dengan skandal susu formula bayi yang tercemar pada tahun 2008 lalu yang menyebabkan puluhan ribu anak-anak, kebanyakan bayi, menderita batu ginjal dan penyakit lain setelah bahan kimia industri melamin ditemukan di dalam bubuk formula yang diproduksi oleh Sanlu, perusahaan susu raksasa Tiongkok.   

“Setiap generasi memiliki masalah dengan merk Sanlu,” tulis seorang pengguna Weibo.

‘Tidak Ada Keamanan Pangan’

Associate Professor Feng Chongyi dari Universitas Teknologi Sydney mengatakan bahwa skandal ini menunjukkan kurangnya rasa hormat terhadap kehidupan di Tiongkok.

“Tiongkok adalah negara dengan makanan beracun yang paling merajalela,” kata Feng Chongyi kepada The Epoch Times.

Feng Chongyi mengatakan bahwa masalah ini disebabkan oleh korupsi di dalam tubuh Partai Komunis Tiongkok. Sementara rezim Tiongkok secara lahiriah mempromosikan upaya anti-korupsi, termasuk di hampir semua industri, yang mencakup industri makanan, penuh dengan suap, menurut Feng Chongyi.

“Jika pihak berwenang publik dan peraturan pemerintah sudah berfungsi, maka masalah ini dapat dengan cepat dihilangkan. Namun, Partai Komunis Tiongkok sangat munafik dan rezim yang sangat korup, sehingga tidak ada keamanan pangan dalam sistem seperti itu,” kata Feng Chongyi.

Wu Se-chih, seorang peneliti di Taiwan Thinktank di Taipei, mengaitkan masalah keamanan makanan tersebut dengan kurangnya supremasi hukum di Tiongkok komunis.

Wu Se-chih berkata bahwa ada dua masalah patologis dalam sistem politik di bawah Partai Komunis Tiongkok.

“Masalah pertama ada di dalam Partai Komunis Tiongkok itu sendiri. Kecenderungan pemerintahan Partai Komunis Tiongkok atas kejadian tersebut adalah untuk mengutamakan stabilitas rezim Tiongkok di atas kepentingan rakyat. Oleh karena itu, tanggapan rezim Tiongkok seringkali ‘tampaknya menanggapi tetapi sebenarnya acuh’,” kata Wu Se-chih.

Masalah patologis kedua adalah sebagian besar perusahaan besar di Tiongkok seringkali memiliki ikatan dengan pemerintah, kata Wu Se-chih, sehingga sulit untuk menghukum perusahaan ini dari sudut pandang kepentingan masyarakat atau konsumen. (Vv)